Part-27

5 3 1
                                    

"Kaki kamu, bisa sembuh walaupun harus menjalani beberapa perawatan." Ucap dokter itu dengan senyum ramah menghiasi wajahnya.

"Beneran, dok?"

"Ya, kadang ada beberapa keajaiban yang akan datang dengan sendirinya. Berdoa saja, jika usaha telah kamu jalankan."

Wajah Meisya semakin berseri-seri mendengarnya. Sungguh, ini adalah hal membahagiakan bagi Mei.

"Semangat ya, sayang." Bunda Elisa menggenggam tangan Meisya sembari tersenyum senang.

"Iya, Bun. Makasi Bun, Yah, udah selalu ada buat Mei." Meisya menatap kedua orang tuanya  dengan mata berkaca-kaca.

"Your my princess, as always for you." Mahendra merentangkan tangannya dan memeluk putri kesayangannya dengan hangat.

🌞🌞🌞

Setelah pulang dari rumah sakit, Meisya langsung menelpon Elmara dengan raut wajah senang.

"Iya Ema, kata dokter gue bisa sembuh." Ucap Meisya senang.

"Wahh, bagus dong Mei. Selamat yaa. Tuhan yesus memberkati lo."

"Gue Islam, Ema. Kalo lo lupa." Tekan Mei memutar bola matanya malas.

Elmara tertawa di sebrang sana. Menyenangkan rasanya mendengar nada ceria Meisya yang telah hilang beberapa bulan lalu.

"Iya, iya. Gue masih inget kok. Btw, denger lo ngomong pake Gue-lo, bikin gue rada ngakak, hahahaha.."

"Yaudah, ganti lagi aja pake aku atau Mei. Aku juga aneh ngomongnya."

" Iya Mei. Senyaman lo aja. Maaf ya, gue suka kelupaan kalo manggil lo di depan orang lain pake nama Mei, harusnya Put ya."

"Gapapa, Em. Senyaman lo aja." Meisya menirukan gaya bicara Elmara dengan diakhiri tawa keduanya dan perbincangan kecil yang rasanya mereka rindukan.

"MEI, TURUN SAYANG. MAKAN DULU." Suara Bunda Elisa terdengar darj bawah.

"IYA, BUN." Balas Meisya berteriak.

"El, udah dulu ya. Aku mau makan dulu." Tanpa mendengar jawaban Elmara, Meisya langsung mematikan telponnya. Lihat saja, pasti di seberang sana Elmara mencak-mencak tidak jelas.

Meisya turun dibantu dengan kursi roda. Ayahnya juga menyedikan lif darurat agar Meisya yang ingin mandiri tidak membuat kedua orang tuanya khawatir dengan harus menuruni tangga yang memang cukup berbahaya.

"Tadaa, Bunda masakin semua kesukaan Mei. Ayah juga beli semara rujak yang kemaren Mei suka." Elisa dan Mahendra memberjkan senyum tulus membuat Mei terharu dan berpikir, seberapa sedihnya Bunda dan Ayahnya ketika Mei terlihat tidak memiliki semangat hidup? Mereka pasti ikut hancur saat Mei tidak seceria dulu lagi.

Meisya buru-buru mendongakan kepalanya, menghalau air mata yang akan keluar. Membalas senyum kedua orang tuanya selebar mungkin dan akan kembali menjadi ceria seperti Mei yang dulu. "Wahh, makasih Bun, Yah. Enak nih pasti."

Meisya menyendokan nasi cukup besar membuat Bunda Elisa semakin tersenyum lebar. Meisya juga makan rakus seperti orang kelaparan membuat Mahendra lega, anak kesayangan mereka pasti akan ceria kembali.

"Ayo, cepet habisin makannya. Khusus hari ini, Ayah anter Mei kesekolah." Mahendra mengusap kepala Mei sayang dan pergi keluar untuk memanaskan mobil.

"Mei berangkat Bun." Meisya menyalimi tangan Elisa dibalas kecupan singkat di pipinya.

"Ayo, Yah." Meisya naik mobil dibantu Mahendra.

"Ehm. Ayah mau ngomongin sesuatu sama putri kesayangan Ayah. Tapi, jangan dipikirin ya, fokus aja sama kesehatan kamu. Kamu harus tahu ini agar ngga nyalahir diri sendiri, apalagi orang yang putri Ayah cintai ini."

"Apa Yah?" Meisya mengerinyitkan dahinya bingung.

"Tapi, jangan dipikirin ya. Ayah bilang ini cuma buat ngasi tahu kamu aja."

"Apasi Yah. Cepet, Mei kepo nih." Meisya cemberut membuat Mahendran terkekeh.

"Mayang. Yang nyelakain kamu sampe kaki kamu kaya gini, namanya Mayang. Halu telpon Ay- "

"Loh? Kapan Yah? Ayah kok mau sih? Halu kan salah satu penyebab kaki Mei jadi gini." Murka Meisya tanpa mendengar penjelasan Mahendra sampai selesai.

"Mei, dengerin Ayah dulu." Ucap Mahendra dengan nada tidak bisa dibantah.

Sedangkan Meisya langsung diam dengan memendam kekesalan yang belum reda. Sungguh, nama Halu adalah nama yang tidak pernah mau Mei lagi dengar di dunia ini.

"Halu ninggalin kamu karena rencana Mayang. Mayang yang rencanain semuanya. Mayang nelpon Halu dan bilang kalo ibunya meninggal. Memang, ibu Mayang meninggal. Tapi karena dibekem sama Mayang anak nya sendiri sampe ga bisa napas, terus Mayang nyuruh orang buat nabrak kamu pas kamu ngejar Halu. Halu kirim vidio buktinya sama Ayah. Nak, Halu hancur saat tahu kamu pergi entah kemana. Halu sakit sampe seminggu saat tahu kamu menghilang dari dunianya. Dari kecil, Halu terus dibohongi sama Resti, ibu Mayang yang notabenya sahabat ibunya Halu. Bahkan, saat bilang sama Ayah. Halu terdengar sesegukan di telpon. Awalnya, Ayah juga marah karena Halu tiba-tiba telpon Ayah. Tapi, saat denger penjelasan apalagi ada bukti vidionya, Ayah percaya, Halu gaada niatan ninggalin kamu saat itu. Mungkin Halu khawatir denger ibu Mayang udah gaada, apalagi Mayang cuman tinggal berdua sama ibunya, tapi, kebaikan Halu disalah artikan sama Mayang. Ayah juga gatau, kenapa Mayang sampe obsesi gitu, sampe nyelakain anak kesayangan Ayah ini." Ucap Mahendra panjang lebar.

Meisya mematung mendengarnya. Bahkan, air matanya turun tanpa bisa dicegah. Meisya memang tahu cerita masa kecil Halu yang penuh dengan penderitaan. Tapi, tidak menyangka Mayang akan setega ini. Bahkan, sampe bunuh ibu kandungnya sendiri. Mayang memang iblis.

Rasa penyesalan karena sudah menyalahkan Halu dan dirinya sendiri hinggap di hati Mei. Bagaimana keadaan Halu sekarang? Siapa orang yang menghiburnya di saat seperti ini? Sungguh! Mei ingin memeluk Halu seerat mungkin untuk saat ini.

"Ayah, ayo balik ke Indonesia." Meisya menatap Ayahnya dengan air mata bercucuran.

Mahendra hanya tersenyum tipis mendengar itu. Ia menepikan mobil, "udah nyampe. Ayo turun. Belajar yang baik ya princess Ayah."

Meisya terdiam sejenak. Menghapus air matanya sebelum dibantu turun dan mendorong kursi rodanya sendiri tanpa mengucapkan sepatah kata apapun untuk Mahendran.

Mahendra menghela napas dibuatnya. Baru saja kemarin Meisya bisa seceria seperti semula. Ia tidak menyesal menceritakan hal sebenarnya pada Meisya. Meisya harus tahu, ia tidak boleh memendam kebencian terlalu lama pada orang yang dicintainya. Takutnya, Meisya melupakan Halu disaat Halu sedang dalam titik terendahnya. Bukan Mahendra menyetujui hubungan mereka, masih banyaj yang harus Mei capai dalam hidupnya. Tapi, apa salahnya memberikan kepercayaan untuk laki-laki yang tulus mencintai anaknya. Mereka bisa saling mengenal lebih dalam tanpa langsung mengadakan pernikahan bukan?

Halu juga bukan tipe laki-laki brengsek, Mahendra kenal itu. Halu selalu menatap anaknya dengan tulus dan penuh cinta. Makanya, Mahendra tidak akan memberikan Mei kecuali kepada Halu.

Next capter saya pertemuin Halu sama Mei yaa wkwkw

HaluMeisyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang