Anin (3) Keputusan

2.4K 274 4
                                    


Setelah sampai dirumah sahabatnya, Rika, Anin langsung menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Rika.

Tangisan Anin yang tampak memilukan membuat Rika ikut berkaca-kaca.

Rika yang tadi menjeput Anin merasa kaget sekaligus khawatir melihat keadaan Anin yang tampak kacau dengan mata basah. Ia terus menepuk pundak Anin untuk menenangkan gadis itu.

Rika belum berani bertanya, Anin masih tampak kalut dan kacau, setelah Anin tenang baru Rika akan mencoba bertanya, apa gerangan yang membuat gadis itu tampak menangis pilu dan menyedihkan seperti ini.

Setelah hampir 15 menit menangis, Anin mulai merasa tenang dan berhenti mengeluarkan air matanya, mengatur napas beberapa kali Anin pun melepas pelukan sahabatnya dan mengusap matanya yang sembab.

Melihat itu, Rika segera meraih tisu di meja belajarnya. Anin lalu menghapus jejak air mata dan ingusnya, napasnya sesekali masih tersendat.

“makasih ya Rik udah mau jemput gue tadi” kata Anin setelah merasa cukup tenang.

Rika meraih sebelah tangan Anin dan meremasnya, “Nin, cerita, biar lo lega” katanya menatap Anin.

Anin tersenyum getir, mengingat hal tadi membuat air matanya kembali turun. Akhirnya sembari mengusap kembali air matanya, Anin menceritakan apa yang ia curi dengar tadi pada sahabatnya.

Mendengar hal itu Rika merasa geram sekaligus miris, ia juga ikut merasakan kepedihan Anin. Ia tahu bagaimana besarnya perasaan Anin untuk pria itu, bagi Anin pria itu seperti pusat dunianya, itulah yang Rika lihat selama ini dari mata Anin. Rika kembali memeluk Anin dan mengeluarkan kata-kata menenangkan.

Anin merasa cukup lega setelah menceritakan kegundahannya pada Rika, meski begitu kata-kata Radit masih terus bergentayangan dipikirannya, bahwa ia hanya adik bagi Radit, hanya bocah manja yang membuat pria itu muak.

Seolah belum cukup dengan itu semua, Radit kembali menghantam Anin dengan pernyataan pria itu yang menyukai gadis lain, terlebih Radit menganggap perasaan Anin hanya obsesi semata, mengingat itu hati Anin terasa sangat sakit dan sesak.

Selama ini Anin selalu merasa tenang meski Radit belum mencintainya, pria itu juga belum tampak menyukai gadis lain meski banyak yang mendekatinya, maka dari itu Anin memutuskan tidak akan pernah menyerah.

Namun setelah mendengar langsung dari mulut Radit tadi, perasaan Anin runtuh seketika, ia tidak akan mampu mendorong tembok hati Radit karena Radit sudah mengisinya dengan seseorang, dan itu bukan dirinya.

Rika melepas pelukan Anin dan memegang kedua bahunya erat, “nin, inget Allah, lo juga masih punya keluarga lo, masih punya gue sama Amira juga keluarga dan temen-temen lo yang lainnya. Lo harus kuat Nin, gue tau ini berat, tapi masalah perasaan memang gak bisa dipaksakan, lo udah berjuang selama ini dan mungkin memang ini takdir-Nya”

Rika kembali memeluk Anin, “lo tau kan kalo jodoh gak akan kemana?, dan kita masih muda, masa depan kita masih panjang, so… gue harap lo gak terlalu berlarut-larut dan segera memutuskan sesuatu, lo ngerti kan maksud gue?” Tanya Rika.

Bukannya bermaksud jahat, tapi Anin memang harus segera menyadari semuanya.

Anin mengangguk dalam pelukan Rika, dalam hati ia membenarkan perkataan sahabatnya meski sakit.

“lo benar, gue memang terlalu memaksakan diri selama ini, dan gue rasa ini memang udah waktunya, makasih ya Rik” Anin tersenyum samar pada sahabatnya, rasa-rasanya ia tidak perlu berpikir panjang dan mengorek lukanya, perkataan Radit tadi sudah memperjelas apa yang akan ia putuskan.

“lo pasti bisa!” yakin Rika.

“dan well, Karena lo sepertinya gagal Nikah, gimana kalo ikut gue kuliah di Jogja aja? Katanya lo juga punya eyang disana” cengir Rika pada Anin.

Love, AninTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang