Anin (5) Radit Jadi Aneh

2.7K 281 8
                                    

Masih sepi gaes wkwk...
Selamat menikmati hari Mingguuuuuuuu🥰

💚

💚

💚

Setelah suasana melankolis yang diciptakan Anin tadi, suasana rumah keluarga Pratama sudah kembali kondusif.

Anin bahkan sudah kembali ceria, ia mungkin masih merasa berat dan sakit untuk mengikhlaskan perasaannya pada Radit, tapi disatu sisi ia juga merasa lega telah menyampaikan keinginannya dan sangat bersyukur keluarga Pratama menerima semuanya dengan lapang dada.

Kedua ayah sedang asik mengobrol di teras rumah, sementara Anin dan para ibu sedang membereskan meja makan sembari dengan semangat membicarakan rencana kuliah Anin.

Elis bahkan lebih antusias dengan merekomendasikan beberapa kegiatan yang asik untuk diikuti saat kuliah nanti. Sedari sekarang ia juga selalu mewanti-wanti Anin untuk pulang dan bertandang ke rumahnya jika libur kuliah tiba.

“Anin belum kuliah udah kamu wanti-wanti begitu Lis” protes Linda pada Elis yang menurutnya berlebihan.

“justru dari sekarang dong aku wanti-wanti, biar Anin terus inget” ujar Elis sembari menyusun piring kotor.

“pergaulannya juga dijaga ya sayang, kuliah nanti dunia pergaulan kamu makin luas, orang yang kamu temuin makin beragam” Elis tidak berhenti memberikan petuah membuat Alin terkekeh sendiri.

Disis lain, Radit terlihat duduk diruang keluarga dengan pandangan lurus kearah televisi yang sedangan menyiarkan berita terkini. Diujung sofa lainnya ada Alif yang juga cuek saja dengan ponselnya.

Meski tampak serius menonton tayangan televisi, pikiran Radit sebenarnya sedang kemana-mana. Dia tidak tahu kenapa, bukannya merasa tenang ia malah terus merasa gusar pasca kejadian tadi.

"assalamualaikum semuaaa, Rafa yang ganteng sudah dirumah"
Sebuah salam yang diucap cukup keras dan alay membuat Radit juga Alif menoleh kearah sumber suara. Sementara itu, Anin yang berada didapur yang juga mendengar suara itu segera melesat keluar.

"bang Rafa, mana katanya janji isiin Anin kuota, pokoknya Anin mau sekarang!" todong Anin langsung begitu menemukan Rafa.

Mendengar itu Rafa berdecak kesal. "ck, bukannya jawab salam malah maen palak aja"
"ohhh... jadi Bang Rafa gak mau? Yaudah kalo gitu Anin laporin papa kalo lo-hmmpp" Rafa segera membekap mulut Anin sebelum Anin membeberkan kejadian waktu itu pada orang tuanya.

Bisa terkena ceramah 7 hari 7 malam ia jika Anin melaporkannya ada di arena balap liar. Waktu itu saat ingin menyapanya di kedai makan, Anin tidak sengaja mendengar temannya yang mengajak Rafa untuk ketempat balap liar lagi. Ya, lagi, karena sebelumnya ia sudah pernah.

Tapi sungguh hanya sekali itu saja, Rafa sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan pernah mau lagi, ia pergi hanya karena paksaan temannya, dan hal seperti itu juga bukan gayanya. Akhirnya ia menjanjikan kuota untuk menutup mulut gadis itu.

"ya ampun Anindyaku yang cantik dan manis lebih dari pemanis buatan, gue bakal isiin oke? Tapi beri Bang Rafamu ini waktu untuk berbenah diri dan mengisi perut"

Anin memukul kesal tangan Rafa yang masih membekap mulutnya. "awas kalo Bang Rafa bohong, pokoknya aku tunggu!" Anin berkata kesal sembari berjalan kembali kearah dapur. Rafa hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Anin.

“gue juga dong bang!” sahut Alif saat Rafa hendak melangkah kearah kamarnya.

“apa?” balasnya melotot pada Alif.
“tuh kan pelit, padahal gue yang paling kecil” sungut Alif.
“justru karena lo masih bocah, gak boleh banyak kuota!” Balas Rafa lalu lanjut melangkah.

Love, AninTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang