"aku mau nyusul Anin" Ujar Radit ditengah makan malam keluarga mereka.
Semuao orang di meja makan itu sontak saja langsung mengalihkan perhatian pada pria itu.
"buat apa?" sang ayahlah yang pertama kali membuka suara menanyakan keheranannya setelah mendengar penuturan tiba-tiba sang putra. Elis dan Rafa juga memberikan tatapan seolah menanti jawaban yang sama dari pertanyaan yang dilontarkan Abimayu.
"aku gak tenang, Anin pergi gitu aja tanpa pamit, aku harus ketemu dia" tutur Radit yang terdengar dengan raut penuh gelisah.
"Anin pamit kok sama kita semua, mungkin dia gak sempet aja pamit sama kamu, apalagi kamu kan selalu sibuk kalo dia hubungi" kali ini ibunya yang menjawab dengan turut menyindir kebiasaan Radit pada Anin selama ini.
"iya, lebay amat lo!" timpal Rafa yang membuat Radit menatapnya tidak bersahabat.
"pokoknya aku mau nyusul Anin meski cuma sebentar, aku gak bisa tenang kalo belum ketemu langsung" Radit lagi-lagi berujar serius dan tidak mengindahkan keheranan keluarganya.
"kenapa? Kenapa harus gak tenang? Toh Anin pergi buat belajar" ujar sang ayah yang kini juga mulai menimpali serius perkataan Radit.
"aku-"
"jangan!" Abimayu berujar tegas dengan menatap serius putra sulungnya. Sementara Radit menatap tidak terima atas larangan ayahnya.
"kamu gak punya alasan untuk menemui Anin lagi!" tekan Abimayu.
"pah, aku cuma mau mastiin kondisi Anin aja" Radit tidak ingin mengalah.
"kamu juga gak punya alasan untuk melakukan itu!, Anin masih punya keluarganya sendiri yang akan memastikan dia baik-baik aja disana" Radit terdiam mendengar perkataan ayahnya, tidak tahu harus menjawab apa. Namun dibawah sana tangannya terkepal kuat, perasaannya benar-benar kacau saat ini.
"kamu selama ini mengabaikan Anin, jadi jangan bertingkah konyol seolah kamu sudah mulai peduli padanya" Radit semakin terdiam mendengar cercaan sang ayah yang sayangnya dibenarkan bahkan olah sudut hatinya sendiri.
"kami semua tau segila apa Anin sama kamu. Dia sudah cukup bersikap dewasa dengan mengambil Langkah besar sejauh ini untuk masa depannya, jadi jangan lagi mengganggu dan menghambat masa depannya dengan keberadaan kamu" selama ini Abimayu tidak begitu ikut campur akan hubungan Radit dan Anin juga bahkan tidak memihak. Tapi Radit dengan sikap plin plan seperti ini haruslah ia sadarkan.
"kamu gak perlu merasa bersalah, yang dia lakukan ini bukan sepenuhnya karena kamu melainkan untuk masa depannya sendiri. Anin butuh waktu untuk Kembali melihat kamu sebagai kakaknya"
"jadi jangan berani kamu menemui dia sebelum dia sendiri yang mau bertemu dengan kamu, gak ada alasan kamu untuk gelisah, cukup jalani harimu seperti biasanya" final sang ayah kemudian bangkit dari kursinya.
Radit menatap kosong kedepan, cukup terguncang dengan perkataan ayahnya. Perkataan-perkataan itu seolah menamparnya, membuatnya mempertanyakan Kembali sikapnya selama ini terhadap Anin. Apakah sejahat itu dirinya?, Apakah Anin akan membencinya?. Entah kenapa memikirkan itu Radit tidak terima, tidak ingin Anin bersikap seperti itu padanya.
Radit bimbang, disatu sisi keinginan untuk menemui Anin begitu besar, akan tetapi perkataan ayahnya barusan seperti mendorongnya mundur dengan paksa.
"Dit..." panggilan ibunya membuat Radit tersadar dan menatap kearah Wanita yang melahirkannya itu.
"apa yang ayahmu bilang bener, Anin masih butuh waktu, lagipula dia baik-baik aja, gak ada yang perlu kamu khawatirkan"
Setelah ayahnya, kini ibunya. Kenapa semua orang seakan mendukung kepergian Anin. Seandainya, ibunya mengerti, bukan hanya kondisi gadis itu yang Radit khawatirkan melainkan Radit memang butuh untuk melihat gadis itu secara langsung, dari dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Anin
ChickLitBercerita tentang Anin. Anin dan perasaannya Anin dan cintanya. Anin pada Raditya.