.
.
.
Anin merebahkan kepalanya dimeja begitu mereka tiba di kantin kampus. Dirinya tampak tidak secerah biasanya membuat temannya bertanya-tanya.
"lo sakit? Lesu banget" Tanya Rika.
"enggak"
Ini semua salah Rafa, jika saja pria itu tidak membawa topik tentang Radit beserta kondisinya, pasti Anin tidak akan kepikiran sampai seperti ini.
Rafa memanglah perusak mood sejati bagi Anin.
Sekarang Anin jadi berpikir apa ia buka saja blokiran kontak Radit?. Tapi untuk apa? Kenapa ia jadi sekepo ini tentang Radit.
Malah jika ia nekat, yang ada ia akan mencari penyakit untuk dirinya sendiri. Memang sesusah ini untuk move on.
Jujur saja berada jauh seperti ini dari keluarganya cukup berat bagi Anin. Apalagi selama ini ia biasa menggantungkan dirinya keluarganya dan juga pada Radit.
Untuk ketergantungannya pada Radit, lebih tepatnya ia yang memaksakan diri hingga terbiasa sendiri.
Sekarang dirinya benar-benar harus mengandalkan diri sendiri, mengingat itu membuat matanya berkaca-kaca juga lega disaat yang bersamaan. Mungkin sekarang memang berat, tapi kedepannya memang inilah yang terbaik untuknya.
Anin tersentak saat seseorang menepuk bahunya keras. Ia memutar bola matanya malas saat menyadari siapa yang mengganggunya.
"kalo mau tidur sana balik kost" sentak Fakhri, salah satu teman yang dikenalnya saat MOS dan menjadi akrab hingga saat ini, lebih tepatnya Fakhri yang mengakrab-akrabkan diri karena Anin tampak selalu cuek.
"atau gue makan duluan nih ya punya lo, lo tunggu pesanan gue aja" Fakhri hendak mengambil alih semangkuk mie ayam yang baru saja diantar oleh pramusaji.
"enak aja!" ujar Anin merebut kembali mie ayam yang sedari tadi ia tunggu.
"galau neng?" tebak Fakhir melihat raut wajah Anin.
"galau ingat abang" Rika menambahkan sembari berbisik pada Fakhri, tapi bisikannya terdengar jelas ditelinga Anin.
"seriusan lu udah punya cowok? Pantes cuek-cuek aja"
Mendengar itu Rika malah terbahak sementara Anin hanya mendelik.
"bisa nangis lo kalo tau kisah cinta Anin yang sebenarnya"
"sad girl juga ternyata"
Anin tidak menggubris dan hanya melanjutkan acara makannya.
Kemudian sebuah panggilan masuk dari nomor baru mengalihkan atensinya.
Anin menatap lama pada ponselnya yang masih berdering, membuat Rika dan Fakhri juga menatap bingung karena gadis itu tidak juga mengangkat ponselnya yang terus bergetar.
"buruan angkat" ujar Rika.
"nomor baru" ujar Anin ragu.
"sini biar gue" Anin ingin melarang tapi Fakhri terlebih dulu merebut dan mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?" Fakhri menatap bingung pada Anin dan Rika. Sebab tidak terdengar suara apa-apa melainkan hanya geraman.
"Halo?, ini siap-"
"mana Anin? Kenapa kamu yang angkat telponnya?" Akhirnya orang itu bersuara, bertanya dengan nada penuh kemarahan.
Fakhri kembali menatap bingung pada Anin dan gadis itu juga menatap ragu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Anin
ChickLitBercerita tentang Anin. Anin dan perasaannya Anin dan cintanya. Anin pada Raditya.