Anin (15) Was-Was

2.7K 212 1
                                    


aku kok geli sendiri ya bacanya wkwk

.

.

.

"manyun aja nih neng" Anin mendengus dengan ejekan Fakhri yang tiba tiba datang entah darimana.

"kenapa lagi nih temen lu? Kok kayaknya gak bergairah gitu?" Fakhri ini kebetulannya juga sama-sama orang Jakarta dengan Anin dan Rika.

"apalagi kalo bukan karena abang-abangannya" ujar Rika santai.

"apaan sih, enggak lah" Anin membalas dengan nada sewot.

"anjir jadi beneran ini Nin? Biar gue bilangin temen gue nih, kasian kan kalo ngarep terus"

Rika yang mendengar itu sontak tertawa, rupanya Fakhri benar-benar niat menjadi mak-comblang.

"hubungi duluan aja sih, dari pada lo galau" Rika menyenggol bahu Anin, menyadari sumber kegalauan gadis itu.

"siapa yang galau!"

Anin tidak ingin mengaku jika keresahannya selama beberapa hari ini adalah karena Radit yang sudah jarang menghubunginya.

Sudah hampir sebulan dan pria itu bahkan belum juga mendatanginya lagi seperti yang pria itu janjikan.

Makin lama Radit juga makin jarang menghubunginya. Anin yang masih kelewat gengsi juga pantang untuk menanyakan atau meghubungi lebih dulu meski dia penasaran.

Entah kenapa perasaannya juga menjadi tidak enak dan was-was. Bisa saja Radit menyerah dengan dirinya, Radit muak karena Anin yang begitu jual mahal dan seringkali mengabaikan panggilan juga pesan pria itu.

Kalo memang seperti itu, memangnya kenapa? Batin Anin mengejek. Kenapa justru dirinya merasa takut jika Radit akan memutuskan untuk benar-benar menyerah. Memikirkan itu membuat Anin benar-benar merasa gelisah.

"pulang aja yuk" ajaknya pada Rika dengan wajah murung.

Rika yang menegerti dengan suasana hati sanga sahabat langsung menurut. Sementara Fakhri hanya bisa menghela napas ketika kedua gadis itu meinggalkannya.

Begitu sampai dikamar kostnya, Anin langsung merebahkan dirinya dengan pikiran menerawang. Diraihnya ponsel kemudian memandangi Riwayat chatnya denga Radit begitu lama, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu.

Setelah lama berpikir keras, Anin memutuskan untuk mendial kontak Radit. Namun sebelum itu terdengar suara ketukan pintu kamar kostnya.

Anin lalu menunda kegiatannya dan beranjak untuk membuka pintu, dan betapa kagetnya ia begitu wajah yang dirisaukannya beberapa hari ini terpampang nyata dihadapannya.

Begitu pula dengan Radit, tanpa berlama-lama lagi pria itu menarik Anin dalam pelukannya. Tidak peduli jika ini lingkungan kost wanita atau akan ada orang yang melihat tingkahnya.

"I miss you, rasanya mau gila, Nin" bisik pria itu.

Sementara Anin yang sudah kembali dari keterkejutannya juga reflek membalas pelukan pria itu tidak kalah eratnya.

Matanya berkaca-kaca saat Radit terus-terus membisikan kata rindu dan mengecup rambutnya.

Belum terucap kata terima untuk pria itu, namun Anin merasa mereka seperti sudah menjadi sepasang kekasih yang saling merindu. Perasaannya yang gelisah kian mengendur tergantikan menjadi lega dan senang, terlebih melihat kondisi Radit yang tampak sehat-sehat saja.

Setelah berpelukan cukup lama... dan disinilah mereka, duduk dengan kikuk didalam kost Anin dengan pintu yang dibuka lebar. Sebenarnya yang kikuk hanya Anin, sementara Radit tampak cukup santai dengan memperhatikan sekeliling kamar kost tersebut.

Love, AninTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang