Jujur saja, setelah bertemu dengan Radit dan Indira tadi, Anin merasa sudah tidak fokus lagi, rasa sakit dan sesak kembali muncul membuat matanya berkaca-kaca.Indira, itu adalah wanita yang berhasil mengisi hati Radit, ia tidak lupa dengan nama itu.
Anin tersenyum miris, setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita itu. Selain perasaan sakit, rasa percaya diri Anin juga ikut runtuh, merasa selama ini ia memang bersikap tak tau diri dengan menyukai Radit.
Gadis seperti Indira memang jauh lebih pantas untuk pria-pria seperti Radit, pantaslah Radit menyukainya.
Lihat dirinya, ia hanya gadis remaja dengan tampilan biasa yang sering menggunakan celana jeans dan atasan kaos dengan rambut tergerai atau dikepang biasa serta make-up seadanya.
Sedangkan Indira adalah wujud perempuan dewasa cantik dengan tampilan menarik, karir bagus dan jangan lupakan keramahannya.Dari segi penampilan Indira setara dengan Radit, juga Anin yakin dari segi yang lainnya karena Anin mendengar sediri Radit merasa nyaman dengan gadis itu.
Apalagi Indira seorang dokter, bukan seperti dirinya yang hanya remaja tanggung, bisanya hanya merengek menjengkelkan pada Radit.
Dulu Radit sangat susah untuk diajak menemaninya belanja seperti ini hingga Anin harus merengek, tapi sekarang pria itu bahkan sepertinya sangat sukarela menemani wanita itu berbelanja.
Kenyataan-kenyataan itu terus menampar ego Anin, satu bulir air matanya lolos. Ia mendongak untuk menahan laju air matanya kemudian menghapus sisa air mata dipipinya. Ia menghembuskan napas keras, meyakinkan dirinya untuk tidak berlarut-larut dan segera melanjutkan kegiatan belanjanya.
"ayoo Anin... semangat... lo pasti bisa" ia menguatkan dirinya sendiri sebelum mulai memfokuskan diri melengkapi belanjaanya yang hanya tinggal beberapa.
Setelah dirasa belanjaannya sudah masuk troli semua, Anin segera menuju kasir untuk membayar belanjaannya. Isi trolinya tampak cukup banyak meski tidak penuh, Anin melihat keluar jendela yang menunjukan hari sudah mulai gelap.Ia menghembuskan napas pelan melihat awan mendung, sepertinya akan hujan. Anin bersyukur karena tidak banyak antrian didepan kasir, melihat ada yang kosong, Anin segera menuju kasir tersebut dan menyerahkan belanjaannya.
Saat Anin menunggu belanjaannya yang masih dihitung dan dimasukan kantong belanja, sebuah suara berat dibelakangnya mengagetkan Anin.
"tolong digabung dengan yang ini" sebuah tangan mengulurkan beberapa suplemen, susu coklat kemasan besar dan beberapa batang coklat dengan ukuran besar pula ke meja kasir.Anin menoleh kebelakang dan mendongak, Radit yang berdiri menjulang dibelakangnya membuat Anin melongo.
Radit menatap Anin yang tampak kaget. "kenapa?" tanyanya acuh.
Anin tersadar dari kekagetannya dan mendengus mendengar pertanyaan pria itu. Ia kembali menoleh kedepan, tidak menghiraukan lebih jauh keberadaan Radit. Kemudian terdengar suara kasir yang menyebutkan nominal yang harus dibayar untuk belanjaannya.
Anin segera mengambi dompet dari tasnya, namun sebelum ia menemukan kartu titipan ibunya, tangan Radit segera mengulurkan sebuah kartu.
"pake ini aja mbak"
Anin melirik sekilas kemudian tetap mengambil kartunya. "punyaku bayar pake ini ya mbak".
Si mbak kasir tampak bingung, masalahnya belanjaan mereka sudah disatukan.
"jangan bikin ribet, udah mas pake ini aja semuanya" tegas Radit yang langsung dituruti kasir. Anin membalikan badannya untuk berhadapan dengan Radit.
"belanjaanku banyak!"
"ya terus?" Radit berkata cuek.
"abang serius ihhh" sentak Anin kesal, kakinya menghentak lantai.
"udah.. malu tuh diliatin orang" Radit menatap kesekeliling dan membalikan tubuh gadis itu agar kembali menghadap depan. Anin hanya menghela napas kesal.
Saat Anin ingin mengambil dua bungkus palstik besar yang tampak penuh dengan belanjaannya, lagi-lagi Radit lebih dulu mengambilnya kemudian langsung berjalan menuju pintu keluar supermarket.
Anin melongo kembali menatap punggung Radit yang melangkah jauh, ia lalu berlari mengejar Radit. Saat sudah diluar, Anin melihat Radit yang sedang memasukan belanjaannya ke bagasi mobil.
"abang itu belanjaanku... belanjaan abang kan tadi cuma dikit" Anin sungguh jengkel dengan Radit.
"yang bilang ini semua belanjaan abang siapa?" ujar Radit menatap Anin setelah menutup bagasi.
"ya makanya kesiniin, keluarin punya abang aja, Anin mau pulang ihh"
Radit mengusap wajahnya sembari bergumam tidak jelas mendengar perkataan gadis itu, ia segera menuju pintu mobil dan membuka pintu sebelah kiri.
"masuk, abang antar" perintahnya. Melihat Anin yang masih tampak diam memegang tali tasnya Radit mengulang perintahnya "ayo, masuk"
"Anin... Anin pulang pake ojol aja" jawab Anin mencicit.
Mendengar itu membuat Radit jengkel."Anindya...." Geramnya "masuk atau abang paksa".Mendengar Radit memanggil namanya seperti itu membuat Anin takut, pria itu tampak marah. Saat pria itu hendak melangkah kearahnya Anin segera beranjak mendekat.
"kalo gitu, Anin... duduk dibelakang aja" Radit mengangkat satu alisnya mendengar perkataan Anin.
"abang bukan supir!" Radit menatapnya tajam.
"kan ada mbak Indira..." rengekan anin membuat Radit menghela napas, rupanya gadis ini mengira akan ada Indira juga yang ia antar. Ia segera menarik tangan Anin dan mendorong gadis itu memasuki pintu mobil yang ia buka.
"Indira bisa pulang sendiri" katanya sebelum menutup pintu mobil dengan kesal. Sementara Anin juga memberengut, kenapa pula malah pria itu yang kesal. Padahal yang semena-mena dan bertingkah menyebalkan sedari tadi adalah pria itu sendiri.
Sepanjang perjalanan mereka diisi oleh keheningan, Anin menatap kesamping jendela pintu mobil dengan diam dan tampak memikirkan sesuatu, sedangkan Radit menatap lurus kedepan.
Sebenarnya Radit mengajak Anin untuk makan terlebih dahulu sebelum pulang, tapi Anin kekeh untuk tetep langsung pulang dengan alasan sudah ditunggu kedua orang tuanya.Melihat Anin yang tampak tidak ingin berlama-lama dengannya dan cukup keras kepala membuat Radit menurut saja, meski ia dibuat kesal dengan Anin yang tidak seperti biasanya.
Radit merasa Anin semakin menghindarinya sejak perjodohan mereka dibatalkan, bahkan beberapa hari sebelum itu. Radit mungkin saja bisa lega, Anin sudah tidak mengganggunya dengan menempelinya, mengiriminya pesan tanpa henti, datang ke kantornya setiap hari dengan bekal makan siang, hingga terus menerus merengek meminta ini itu.
Namun, sikap Anin sekarang yang enggan berdekatan dengannya entah kenapa malah membuat Radit tidak terima, ia merasa asing dengan gadis itu.
Bayu yang saat itu juga sudah mendengar berita pembatalan perjodohan mereka juga tampak heran dengan Radit akhir-akhir ini. Katanya Radit bukannya lega dan bahagia karena bisa lepas dari itu semua, ia justru melihat sobatnya itu terlihat makin gusar dan tersiksa.Dan sialannya Radit merasa ia memang merasa seperti itu. Ia sungguh bingung ada apa dengan dirinya saat ini.
Anin dan kecuekannya adalah hal baru, karena selama ini gadis itu terbiasa menempelinya, entah kenapa hal ini terus menghantui pikiran Radit akhir-akhir ini.
Tadi ia kebetulan bertemu Indira di supermarket karena ingin membeli sesuatu, jadilah ia beriringan dengan Indira sembari melihat-lihat juga mengobrol. Tidak disangkanya ia juga akan menemukan Anin disana dengan kebetulan, yang kemudian menyapanya dengan senyum ceria, yang entah kenapa malah membuat Radit tidak suka.
Gadis itu masih tampak cerah sementara ia tampak mendung dengan kegusarannya. Seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka, padahal jelas-jelas gadis itu menghindarinya dan Radit merasa ada alasan kuat dibalik itu semua.
Saat Anin memperkenalkan diri sebagai adiknya pada Indira membuat Radit makin geram, sialan gadis itu, sialan juga pada dirinya yang seolah tidak menerima hal itu padahal jelas-jelas selama ini ia merasa dirinya hanya menganggap Anin sebagai adik.
Sialan dan persetan dengan semuanya, pikirnya. Ia butuh untuk berbicara dengan gadis itu dan meluruskan semuanya, ia harus mengembalikan pikirannya.Kemudian tanpa memperdulikan apa yang dipikirkan Indira, Radit berpamitan pada wanita itu lalu segera menyusul Anin. Ia bahkan sudah lupa dengan apa yang akan ia beli dan malah mengambil beberapa makanan manis dengan buru-buru.
🌱🌱🌱
Tanpa terasa mobil yang membawa mereka sudah berhenti didepan gerbang rumah Anin. Anin yang tampak melamun segera tersadar dan kemudian beranjak membuka pintu, akan tetapi meski berkali-kali ia mencobanya, pintu mobil tetap tidak bisa terbuka.Anin menoleh pada Radit yang masih menatap lurus kedepan.
"abang... pintunya dibuka dong, aku mau turun" Radit masih terdiam.
"Abanggg...." Sentak Anin yang mulai merasa kesal. Radit dan keterdiamannya benar-benar membuatnya jengkel.
"abang ada salah sama kamu?" pertanyaan pria itu membuat Anin mengernyit bingung.
"apa yang abang lakuin ke kamu sampe kamu menghindari abang?". Mendengar itu Anin mulai mengerti arah pembicaraan Radit. Rupanya pria itu menyadarinya, ia kira Radit tidak akan sadar atau bahkan tidak akan peduli.
"jawab, Nin"
🌱🌱
🌱
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Anin
ChickLitBercerita tentang Anin. Anin dan perasaannya Anin dan cintanya. Anin pada Raditya.