.
.
.
"kita makan dulu" ujarnya tenang ketika Anin masih tidak mau melihatnya. Beruntungnya tidak lama setelah itu pramusaji datang dan membawa pesanan mereka.
Setelah itu Anin dan Radit makan dengan tenang, hanya ada suara dentingan sendok dan piring yang mengiringi mereka. Radit sesekali melirik Anin yang tampak mengacuhkan keberadaannya, tapi setidaknya gadis itu makan dengan baik.
Anin menyelesaikan makanannya dengan cepat, rasanya ingin segera pergi dari hadapan Radit. Tapi itu tidak mungkin karena Radit sepertinya serius untuk mengajaknya berbicara. Kalau begini Anin mau tak mau akan mengahadapi pria ini.
"maaf" ucap Radit lebih dulu membuat Anin menatapnya serius.
"abang kesini buat itu?"
"kamu memblokir semua kontak abang"
Anin menghela napas lelah.
"abang gak lupa kan sama yang aku bilang waktu itu?, aku butuh waktu, aku mau move on sama abang"
"gak!, gak bisa!, kamu malah bikin abang jadi gila kalo kayak gitu terus"
"abang egois!"
"aku mau pulang!, gak akan ada habisnya kalo ngomong kayak gini terus sama abang" Anin berdiri dari duduknya sementara Radit dengan cepat bangkit dan memegang lengan gadis itu.
"abang mau apa lagi sih?" sentak Anin tidak terima.
Setelah itu Radit malah memeluknya erat.
"jangan Nin, udahan yah kamu marahnya, abang minta maaf"
"aku gak marah, aku cuma-"
"kamu marah" yakin Radit.
"abang minta maaf untuk semuanya, untuk sikap abang, perkataan abang yang menyakiti kamu, tolong jangan begini lagi Nin"
Anin mendongakkan matanya agar air matanya tidak jatuh, Radit benar-benar mengujinya, pria ini bersikap berbeda dari biasanya.
"aku juga udah pernah bilang kan? abang gak bisa bales perasaan aku itu buka kesalahan, abang gak perlu merasa terbebani" Anin berbicara sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Radit.
Gadis itu menghela napas lega saat Radit melepas pelukan mereka, namun sialnya malah beralih menangkup wajah Anin dan mencoba menyelami mata gadis itu seolah mencari sesuatu.
"kalo cuma rasa bersalah, abang gak akan merasa segila ini" ujar pria itu lalu kembali membawa tubuh Anin dalam rengkuhannya. Radit benar-benar menunjukan emosinya.
"abang gak bisa kehilangan kamu, semuanya terasa hambar setelah kamu jauhin abang, abang sayang sama kamu, Nin"
Anin hanya terdiam mendengar pengakuan Radit yang begitu tiba-tiba.
"Nin-"
"mau sejauh apa abang bertindak kayak gini? Berhenti mempermainkan aku" ujar Anin lirih.
Radit yang mendengar itu lagi-lagi melepaskan pelukannya mereka, menatap mata Anin yang basah.
"Nin" Radit kehilangan kata-kata, jantungnya seolah diremas, ia sampai membasahi bibirnya yang terasa kering dan menelan ludahnya.
"udah aku bilang abang gak perlu merasa bersalah sejauh ini, kenapa abang gak ngerti juga" Anin menatap nyalang Radit dengan matanya yang basah.
"Nin, aku- abang serius"
"bangsat!" umpat Anin yang kembali membuat Radit kehabisan kata-kata sejenak. Bukan karena tidak terima, Anin berhak mengumpati atau bahkan memukulnya, hanya saja baru kali ini ia mendengar Anin mengumpat seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Anin
ChickLitBercerita tentang Anin. Anin dan perasaannya Anin dan cintanya. Anin pada Raditya.