Anin (4) Membatalkan

2.7K 285 6
                                    

🌱

🌱

🌱

Anin meringis, jentikan keras di jidatnya membuat ia tersentak dari lamunannya. Ia menoleh kesal kearah samping, matanya melotot tajam pada si pelaku yang melakukan itu tanpa belas kasih pada tangannya.

“makanya jangan melamun! Dari tadi dipanggil gak nyahut” ucap Alif membalas pelototan kakaknya.

“jangan keras-keras Lif, kasihan kakakmu” lerai sang ibu.

“abisnya melamun, udah mau sampe tau kak, jangan kesambet sekarang deh” Alif malah membalas ke Anin.

Anin tidak bisa menggubris adiknya sekarang, karena mendengar kata sampai ia seketika merasa gugup.

Saat mereka turun dari mobil, ia menghela napas panjang untuk meredakan rasa gelisahnya. Linda mengusap pelan bahu sang anak sembari tersenyum menenangkan, seolah memberi kekuatan kepada Anin.

Sebelumnya Anin sudah meminta kepada ayah dan ibunyanya bahwa ia sendiri yang akan menyampaikan keputusan ini. Ia sadar mama Elis, ibunda Radit, tidak percaya jika bukan Anin yang berkata langsung, sesayang itu mama Elis padanya.

Memasuki pintu rumah keluarga Pratama, Anis dan keluarganya disambut senyum lebar Elis, sang nyonya rumah.

“ya ampun Nin, kangen banget mama sama kamu” Elis langsung memeluk erat Anin.

“kamu tuh dikekepin terus sama orang tuamu” dengusnya melirik Linda dan Rudi.

“Anin juga kangen sama mama, akhir-akhir ini memang banyak kegiatan. Biasa... lagi masa perpisahan di sekolah”

“sama aku gak kangen tante?” Tanya Alif memainkan alisnya membuat Elis dan yang lainnya tertawa, si bungsu ini memang pandai berguyon.

“yaudah kita masuk yuk, itu abangmu juga udah nunggu, tumben banget dia pulang cepet, bahkan dari tadi sore” Elis berucap antusias.

Wanita paruh baya itu melepaskan pelukannya dan menggiring Anin menuju meja makan yang disusul Alif dan kedua orang tuanya dibelakang.

Anin ikut merasa heran dengan keberadaan Radit, tidak biasanya pria itu hadir tepat waktu atau bahkan lebih awal untuk urusan kumpul keluarga seperti ini, terlebih setelah kabar perjodohan mereka.

Memasuki ruang makan, Anin tersenyum pada Radit dan Abimayu yang merupakan Ayah dari Radit dan Rafa. Ia harus berusaha ceria seperti biasa, tidak ingin orang-orang mencurigai keputusannya nanti.

“assalamualaikum papa, Abang” sapa Anin ceria dan menghampiri kedua orang itu untuk menyaliminya.

“lama gak nongol ternyata kamu makin cantik ya Nin,” goda Abimayu pada Anin yang membuat Anin tersenyum malu, sementara kedua orang tuanya hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan sikap sahabat mereka itu.

“bang Alif juga makin ganteng” Lanjut Abimayu menggoda Alif.

“jelas itu om, gak perlu dibilang aku udah sadar” jawab Alif yang membuat Abimayu terbahak, ia sangat suka dengan selera humor Alif yang tidak pernah gagal membuatnya tertawa.

Sementara itu, di meja makan sudah tertata berbagai jenis makanan yang menggugah selera.

Anin segera mengambil tempat duduk disamping adiknya yang sudah duduk disamping Radit.

Sungguh ia tidak sanggup untuk duduk berhadapan dengan Radit dengan mata pria itu yang akan memperhatikannya saat ia berbicara nanti, Anin merasa posisi ini jauh lebih aman karena bahkan ada Alif diantara mereka.

Sementara para orang tua sedang sibuk mengobrol sembari menunggu beberapa masakan yang masih harus disajikan, Anin sekarang bebas melirik kearah Radit yang tampak duduk tenang dengan pakaian santai.

Alif yang tadinya duduk diantara mereka entah sudah kemana.

“abang gak kangen Anin? Tiga hari loh gak ketemu…” goda Anin berusaha seperti biasanya pada Radit
.
Sementara itu Radit hanya menatapnya lama tanpa menjawab godaan gadis itu. jengah ditatap seperti itu dan tak dijawab pula, Anin pun kembali bersuara.

“mulutnya bisul ya bang, makanya gak bisa ngomong” kesal Anin sembari mengerucutkan bibirnya.

Melihat wajah kesal gadis itu, Radit pun langsung mengalihkan pandangan dan menjawab singkat. “ehm… abang baik-baik saja”

Bodo amat, jeritnya terlanjur dongkol dalam hati dan mulai memusatkan dirinya pada makanan yang terlihat menggiurkan didepan matanya.

Karena semua makanan sudah siap, Alif yang tadi menghilang juga sudah kembali ke singgah sana, akhirnya kedua keluarga besar itu mulai menikmati berbagai hidangan yang tersedia dengan suasana hangat.

Beberapa lama kemudian, setelah menghabiskan berbagai hidangan yang tersedia, Anin merasa sangat kenyang, dia bahkan hampir mencoba seluruh menu yang ada.

Love, AninTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang