✐ 09.

234 47 5
                                    

Kini mereka berdua telah berada di pusat perbelanjaan. Sesuai dengan ajakan Taehyung untuk membuat Jungkook berpergian bersama. Sungguh, rasanya pemuda itu bisa bernapas lebih lega saat sang sahabat yang sibuk mempertimbangkan malah membukakan pintu untuk berdekatan dengannya lagi.




“Mau ngapain ke sini?” tersenyum kembali disematkan kala mendengar alunan suara Jungkook. “Kamunya mau ngapain?” dan Jungkook malah menukik alisnya. Mengapa pemuda ini bertanya balik?




Keduanya berjalan beriringan di tengah luasnya lantai dasar pusat perbelanjaan tersebut. Taehyung melirik ke arah yang saling berlawanan berkali-kali, menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya dan pastinya juga akan berdampak menyenangkan suasana hati sahabatnya. “Ya, kamu ajak aku ke sini buat apa, Taehyung?”




“Buat nyenangin kamu, Kecil. Emang aku mau ngapain lagi selain itu? Gak ada alasan lain,” Taehyung menjeda omongannya, “tadi sebenarnya aku mau bawa kamu ke Monas. Tapi ah—aku tahu kamu gak gitu kuat panas, jadinya ke sini aja. Tempo perjalanannya juga lebih lama ke sana,” Jungkook menunduk, memikirkan yang sebenarnya terjadi. Maksudnya—selain dari peristiwa Taehyung sedang mengajaknya jalan-jalan.




Memikirkan perbuatannya beberapa hari belakangan. Apakah dia keterlaluan untuk memperlakukan sahabatnya seperti ini? Terlalu tiba-tiba? Bahkan, Ia agak bersikap sedikit kasar padanya dalam artian bukan bercandaan yang biasa dilakukan. Percayalah pada Jungkook, itu semua bentuk refleks dalam penghindaran yang dilakukan. Bukan karena membencinya, melainkan butuh waktu itu menyadari semua hal yang terjadi belakangan.




Keasyikan termangu serentak langkah tidak berhenti bergerak, Jungkook nyaris menabrak tong sampah di depan jika saja Taehyung tidak menarik pinggangnya mendekat ke arahnya, membuat dia jatuh ke dalam pelukkan sahabatnya itu. “Ya Allah, Kecil, jangan meleng kalau jalan.”




Jungkook mengerjapkan netranya berkali-kali, lalu menggelengkan kepalanya. “M-Maaf...” Ia mendorong tubuh Taehyung perlahan, agar pelukkan dipinggangnya terlepas. Masih pada masa canggung dengan pemuda yang segenap raga melindunginya itu.




Dia tidak menampik bahwa sedikit patah hati, Jungkook menolak rengkuhan yang biasanya dibiarkan saja. Bahkan pemuda itu sedikit menjaga jarak darinya saat berjalan. Hanya ringisan kecil yang bisa dikeluarkan saat ini.




Tetapi tenang, impian untuk membuat sang sahabat senang tidak pupus. Tidak akan pernah. “Kecil, mau ke Gramed? Aku sekalian mau lihat alat gambar,” menganggukan kepala saja. Jungkook tidak tahu mau ke mana sebab rencana awalnya memang bukan untuk bepergian.




Kedua pasang sahabat itu masuk ke dalam. Menghirup aroma yang khas dari toko tersebut. Taehyung mengulas senyum kecil sembari menatap Jungkook yang menengok berlawanan arah dari area alat tulis dan menggambar. Pikirnya, si Kecil pasti tertarik pada suatu hal. Teringat dulu sewaktu mereka menjadi anak-anak, akan senang sekali bila sudah diajak ke toko buku dan stationer. “Mau kesana?”




Ia menganggukan kepalanya, kemudian berjalan sendirian ke arah sana, meninggalkan Taehyung yang sedang memperhatikan dirinya dari jauh. Tak lama dari itu, netra membelalak antusias tatkala menemukan salah satu barang dari daftar keinginannya. Ah, akhirnya. Buku yang sudah lama dicarinya di perjualkan kembali. Sebab buku tersebut menjadi penjualan terbaik, menjadikan stoknya sering cepat habis. Tidak mungkin Ia lewatkan lagi untuk tidak membeli barang tersebut. Tak lama setelahnya, Ia berputar ke arah Taehyung berdiri sembari membaca sinopsis di balik kover buku itu.




“Taehyung,” yang dipanggili sedang mengecek kode warna dari cat yang akan dibelinya, tidak fokus terhadap suara apapun melainkan pada peralatan yang ingin dibelinya. Hampir lima kali Ia memanggil nama pemuda tersebut hingga Jungkook mendengus kesal. “Taehyuuuung!”




Duyên︱vk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang