✐ 05.

286 56 3
                                    

“Bosan,” adalah satu kata yang berhasil lolos dari mulut Jungkook sore ini. Mengelus perut sendiri sembari menepuk-nepuk pelan. Mengelos untuk kesekian kalinya. Dia dan Alay hanya saling diam di kamar tidur miliknya. Taehyung fokus memainkan ponselnya disertai umpatan pelan yang Ia tidak ingin Jungkook mendengarkannya, sementara Jungkook? Hanya menyanyikan beberapa bait dari lagu yang diputar dari stereo kecil miliknya.




Apabila hal biasa saat Alay menganggu Kecil, maka kini bergantian. Ia mulai menaruh kepala di dada sang sahabat, menyelinap masuk ke dalam ruang kosong yang terbentuk karena tangan Taehyung berposisi melingkar, yang mana terlihat seperti si pemuda tampan tengah memeluk dirinya. Menduselkan surainya ke ceruk leher pemuda tersebut.




Ajaib, bila Alay berkata bahwa Ia tak terkecoh. “Apa, Cil?” Taehyung tetap fokus pada permainannya. “Kamu sibuk sendiri,” ujar Kecil. Ia ikut serta menatap hal yang berhasil mendapatkan seluruh atensi sahabatnya itu.




“Emang kamu mau ngapain? Jalan-jalan?”




“Nggak,”




“Terus mau ap—ah, elah. Tinggal stage terakhir, anjir!” Taehyung menghentakan lengannya, merasa kesal harus terhenti ditengah jalan karena tidak sengaja jarinya terpeleset. Jungkook tergelak pelan mendengar umpatan Taehyung.




Dalam hati, Ia diam-diam berseru menang sebab sahabatnya kalah. “Tuh, udah nggak ditakdirin kamu buat ngelihatin ke game-mu doang,” mendongakkan kepalanya, menatap Taehyung yang masih dalam fase kesal, tidak terima permainannya berakhir padahal sedikit lagi akan selesai. Berujung dia keluar dari aplikasi tersebut dan menaruh ponselnya di nakas dengan agak sedikit dibanting.




Ia mendesah kasar, kemudian mengusak wajahnya geram. Taehyung mengerjapkan netranya dan beralih menatap Jungkook yang sedari tadi memperhatikannya mengumpat sendirian, seketika tatapan pemuda itu sedikit lebih lembut.




Mana bisa dia mengamuki Kecilnya? Melihat dia murung karena tidak diperhatikan olehnya saja, sudah membuat Ia merasa bersalah. Menghembuskan napasnya sekali lagi sebelum mulai membuka percakapan.





“Kenapa Sayang? Tadi mau apa?” tersenyum kecil, sahabatnya mulai memperhatikannya lagi, “Mau ... mau apa, ya,” kikihan kecil mengalun masuk ke dalam pendengaran Taehyung, pemuda manis itu merengut senang bisa menjahili Taehyung.




Tidak tahan, Ia melingkarkan kedua lengannya di dada sahabatnya dari belakang, mendekapnya sedikit erat lantaran perilaku Jungkook nampak begitu lucu mau bagaimanapun keadaannya. Mengecupi berkali-kali pelipisnya guna memaksimalkan penyaluran rasa gemas yang dipendam sedari minggu lalu.




Orang tua Jungkook belum pulang, dan beruntung sekali dia merupakan anak tunggal. Bersukurlah tidak ada siapapun di rumah Jungkook selain keduanya. Taehyung tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini, ‘kan? Bukan individu pembohong yang selalu menyembunyikan perasaan ingin memberikan kesayangannya itu afeksi yang melimpah.




Sampai kegiatannya itu menyebabkan rengekan Jungkook kembali keluar disela-sela kekehan yang tidak bisa dikontrol. “Ihahahaha geli, Taehyung! Udah dong, nanti aku nangis...” mata Jungkook menyipit saat tertawa.




Sumpah, demi apapun, Taehyung berlebihan sekali sampai membuatnya sebegini bahagia sebab ribuan kecupan yang didapat.




“Pembalasan,” menjedanya dengan kecupan, “siapa suruh gangguin aku, hm?” alis sebelahnya terangkat.




Duyên︱vk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang