6-ibu dan anak

9 3 0
                                    

"Ibu ingatin sekali lagi ya Nayu. Uang sekolah kamu udah nunggak 3 bulan lamanya. Kamu mau bayar kapan? Uang sekolah nggak mungkin kamu yang nanggung sendiri kan?"

Seorang guru yang lewat di belakang mereka tiba-tiba
menceletuk. "Ya nggak mungkin dong Bu. Anak seusia dia nanggung uang bayar sekolah sendiri. Mana bisa?"

Nayu tak menjawab. Kedua matanya tampak tak tentu memperhatikan sekitar, demi menghindari tatapan mengintimidasi dari guru yang duduk dihadapanya saat ini dan kedua kakinya bergerak gelisah di bawah meja.

Nayu menunduk setelah mengetahui guru yang tiba-tiba masuk tadi pergi. "Saya sekolah di sini aja terpaksa."

Kringggg....

Bel sekolah berbunyi. Koridor yang tadinya tampak sepi kini ramai riuh oleh murid-murid yang berlalu lalang dan berhamburan keluar kelas.

Ruang guru memang sepi. Dan sedari tadi hanya ada mereka berdua. Guru itu tau bel pulang sekolah berbunyi. Dirinya memutuskan mengakhiri pembicaraan dengan Nayu sampai disini. "Kalau bisa kamu secepatnya bayar ya Nayu." Wanita itu mengeluarkan sebuah surat dari slorokan meja. "Ini surat buat orang tua kamu. Ibu berharap sekali orang tua kamu bisa hadir menemui ibu." Guru itu tersenyum dan berakhirlah susana yang menurut Nayu tak nyaman ini.

Nayu mengganguk sebagai balasan, namun tidak dengan isi hatinya. "Saya tau orang tua saya dimana aja enggak."

Nayu menutup pintu ruang guru dengan sebelah tanganya. Sebelah tanganya lagi memegang surat tadi dengan tatapan nanar. Dirinya membuka surat itu dan membaca isinya. Bukan hanya sekali mendapatkan surat panggilan seperti ini. Memilih
Meremas surat itu dan meletakan di tas dengan gusar.

Dirinya berjalan dengan kedua tangan berada di atas kepala.
Panas di siang yang terik menyambut Nayu ketika gadis itu berjalan menuju gerbang.
Di saat mereka berjalan bergerombol bersama teman mereka namun tidak dengan Nayu.

Dirinya lelah. Untuk saat ini yang ia butuhkan hanyalah istirahat dan pulang secepatnya.

Tiba-tiba dari arah belakang pundaknya ditubruk oleh seseorang berlari mengejar temannya. Nayu meringis memegang sebelah pundaknya. Pandaganya mencari kemana arah murid itu tadi.

Namun arah pandaganya malah tak sengaja menemukan wanita yang ia kenal mengenakan kaca mata hitam berdiri di depan gerbang sekolahnya di siang yang terik ini. Wanita itu tampak celingak-celinguk mengawasi satu persatu murid yang keluar dari gerbang.

"Tante ngapain ke sini?".

Wanita itu Siska, melepas kaca mata hitamnya saat Nayu berdiri di hadapanya. "Sebenarnya sih Tante ogah kesini cuma buat kamu, tapi kamu nggak bawa sepeda kan?"

Nayu menggelang. Apa wanita ini kemari untuk menjemputnya? "Enggak, sepeda aku kan rusak nggak bisa di pakai lagi." ujarnya. "Tante ngapain ke sini?

Dari tempat mereka berdiri sekarang, Nayu bisa melihat mobil Siska yang terparkir di sebrang jalan sana.

"Tante mau ajak kamu pergi."

Nayu berdecak dari dalam hatinya. Tiba-tiba Nayu merasa menyesal bertanya untuk apa wanita itu kemari. Seharusnya tadi, ia langsung lewat saja seperti murid-murid lain dan pura -pura tidak kenal.

Nayu menggeleng "Maaf aku nggak mau Tante. Aku mau pulang."

"Kamu belum tau mau kemana udah seenaknya nolak!"

Karena aku tau, nantinya aku bakal Tante suruh-suruh. Batin Nayu.

Nayu menggleng. "Nayu habis ini ada kerja Tante. Nayu mau istirahat dulu kemarin tidur cuma sebentar soalnya."

"Kamu pikir Tante nggak tau kalau jadwal kerja kamu masih nanti."

Nayu menggaruk tekuknya lalu mengawasi sekitar. Tampak lalu lalang murid-murid yang baru keluar gerbang memperhatikan mereka.

"Udah ayok. Nggak usah banyak omong kamu." Siska menarik paksa sebelah tangan Nayu agar gadis itu mengikutinya.

Kini mereka berada di tengah jalan raya. Hendak menyebrang. "Emang Tante mau pergi kemana? Kok aku harus ikut segala."

***

Dari dalam mobil, jedua matanya seolah terkunci untuk tak teralihkan melihat pemandagan pepohonan menjulang tinggi.

Bertopang dagu. Seolah tak mendengarkan perkataan wanita di sampingnya yang sedang menyetir.

Pikiranya kembali pada suatu hal, suatu hal yang bisa membuat Nayu bersyukur hari ini. Yaitu tak tersebarnya berita tentang kejadian kemarin. Ia kira kakak kelasnya yang bernama Tama itu akan menceritakannya pada kedua temannya dan akan menyebar luas kemana-mana Seolah jika itu benar terjadi, mungkin akan ada tatapan-tatapan aneh dan tak suka yang mereka tujukan padanya saat di sekolah tadi.

Mengetahui jalanan mana yang mereka lalui saat ini. Nayu sontak berujar dan mengalihkan pandang sepenuhnya. "Loh, anak Tante pulang sekarang?!"

***

Nayu tak terhitung menguap berapa kali. Kepala nya sudah beberapa kali oleng terkantuk-kantuk. Sudah satu jam menunggu di kursi tunggu bandara yang sangat padat orang berlalu lalang.

Tantenya itu sudah bersemangat dari tadi. Nayu tak melihat guratan lelah menunggu sedikit pun. "Dari tadi Tante emang udah ragu mau nggajak kamu atau enggak." ujarnya mengetahui Nayu tertidur.

Satu jam berlalu suara pemberitahuan bahwa pesawat yang mereka tunggu-tunggu tiba.

Terlihat gadis yang lebih tinggi dari Nayu itu berjalan dengan dua koper besarnya menghampiri mereka. Oh tak lupa juga dengan tas-tas besar yang ia bawa.

"MAMA!"

Nayu yang baru setengah sadar melihat ibu dan anak berpelukan. Dan Nayu sama sekali tak berniat beranjak dari duduknya.

Setelah puas mereka berpelukan melepas rindu. Kini akhirnya ibu dan anak itu berniat pulang.

Nayu berjalan tepat di belakang mereka. Seperti babu, Nayu membawa kedua koper serta barang-barang lainya sendirian. Tanpa mereka perintah.

Siska berbalik badan dengan tetap mengapit tangan anaknya. Melemparkan kunci mobil yang dengan sigap Nayu tangkap. "Kamu stirin mobil. Tante capek. Biar ada gunanya juga kamu ikut."

***

Malam tepatnya pukul 10.

"Mah, Nayu kemana kok aku cari aku panggilin nggak ada?"

Siska menutup majalah yang ia baca mendegar pertanyaan dari anak semata wayangnya. "Nayu lagi kerja sayang. Besok baru pulang."

Audrey namanya. Anak dari Siska. Wajahnya yang cantik turunan ibunya dan tubuhnya yang tinggi semempai mampu membuat semua orang yang ada di dekatnya terang-terangan memuji dirinya.

"Pulang besok? Maksutnya?" ujarnya ikut duduk di sofa di samping ibunya.

"Iya, dia kerja semacam kaya jaga malam gitu. Mama juga nggak tau lah yang bener kayak gimana."

"Padahal aku mau suruh dia beresin barang-barang aku maaah." adunya.

Siska mengusap rambut anaknya itu. "Besok pagi mama bakal suruh dia beresin barang-barang kamu. Lebih bagus tauk dia kerja sampai jam segini. Biar dia cepet keluar dari rumah ini."

***

How The World Treats UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang