~•■•~
"Kamu jelek! Kamu busuk! Waktu sudah berganti, bau!"
HARI baru menyambut, disertai pekikkan puluhan topeng seram pada dinding kayu milik Restoran Garjita. Tampak sarkas, sekumpulan benda aneh itu berteriak sendiri menjadi alarm penanda bahwa pagi telah tiba. Ini sangat normal, mengingat Hinlanda—tempat para monster tinggal—tidak pernah disinari oleh cahaya, sehingga penduduk cenderung menggunakan topeng sebagai penunjuk waktu.
Setiap rumah memiliki dua puluh empat topeng yang digantung dengan bentuk dan warna berbeda, masing-masing berbunyi setelah waktu berganti. Terkecuali ketika pukul enam pagi dan tengah malam, dua puluh empat topeng bisa memekik secara bersamaan serta mata merah menyala hingga membuat monster tertentu nyaris terkena serangan jantung.
Lupakan sejenak, mari lihat apa yang terjadi kepada para pekerja berwujud seram di Restoran Garjita. Semua koki dan pelayan berduyun-duyun panik keluar dari kamar menuju ruang utama untuk membersihkan meja-meja tamu. Bahkan salah satu dari mereka lupa memakai sepatu karena takut terlambat. Ada juga yang terjatuh berguling menabrak kursi, mengingat Hinlanda tidak pernah diterangi oleh cahaya.
Tuan dan Nyonya Garjita menuruni tangga menuju ruang utama. Rupanya, kedua monster bertubuh gempal—pemilik restoran—ingin mengecek kesiapan para pekerjanya, sebelum restoran dibuka. Seperti biasa, kenyamanan tamu adalah prioritas agar mendapatkan uangkorak—mata uang Hinlanda—yang jauh lebih banyak. Sungguh materialistik. Sepadan dengan jumlah uangkorak yang dikumpulkan, Tuan Garjita mengenakan jas putih khas Meener Kompeni. Sementara si Nyonya tampil dengan kebaya abu-abu modis. Walaupun mereka berdua cukup aneh dengan tubuh besar nan mengerikan.
Nyonya Garjita mengambil napas sejenak sebelum memekik kencang, "Beeeeerbariiiis!" Suaranya meledak hebat nyaris memecahkan setiap kaca, semua pekerja menutup telinga rapat-rapat seraya membentuk dua barisan horizontal—saling menghadap—di sisi kanan dan kiri jalur tangga yang akan dilewati oleh sepasang suami istri Garjita.
Tuan Garjita memang tipikal monster yang tak banyak bicara namun cukup rakus, paling tidak dia jauh lebih baik dari pada istrinya yang hobi berteriak dan menghabiskan uangkorak untuk berbelanja. Semua koki dan pelayan menunduk—tak berani menatap juragan mereka. Nyonya Garjita melewati anak buahnya, menghitung jumlah keseluruhan yang hadir.
"Sembilan, sepuluh, sebelas, dua belas, tiga be—di mana pelayan ketiga belas?" Nyonya Garjita bergumam kesal disertai dengkusan. "Siapa anak ketiga belas yang telat bangun? Cepat katakan!" Sekali lagi Nyonya Garjita memekik kencang, hampir saja membuat piring—piring berwajah seram terjatuh dari lemari.
Salah satu pelayan memberanikan diri menjawab, "A-anu ... anu ... itu ... K-Kencana masih belum hadir, Juragan."
Nyonya Garjita menoleh garang ke si pembicara. "Monster cacat itu lagi rupanya," ucapnya kesal dengan gemertak gigi. "Keeeennnncaaanaaa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hinlanda Gate
FantasyDicap sebagai monster cacat namun sangat menawan seantero Hinlanda lantai tiga, Kencana kerap kali ditindas oleh Tuan dan Nyonya Garjita bertubuh gempal sebagai pelayan di restoran kecil mereka. Entah menyajikan masakan untuk para monster kelaparan...