~•■•~
KEPULAN asap hijau menyembul keluar dari cerobong kecil pada sisi belakang kereta kuda diikuti semerbak aroma busuk yang kerap kali disapa asap polusi oleh warga Hinlanda. Tampak mahal dan berkelas, kendaraan itu dilengkapi berbagai fasilitas elit serta guratan perak cantik yang melapisi dinding kereta. Pak kusir tanpa kepala misalnya, dia menggenakan seragam dengan kain berkualitas terbaik ditambah kuda tengkorak yang menarik kereta—gemuk dan sehat—mengingat Sang Majikan cukup rutin memberinya daging anak-anak ketika sarapan.
Tinggalkan sejenak kisah kusir dan kuda tengkorak, mari lihat lebih dalam siapa penumpang terhormat yang tengah mereka bawa dengan kereta kuda terbang.
Sapa saja Tuan Afu Suanggi. Pria paruh baya berpostur tinggi—kira-kira 250 centimeter jika beranjak berdiri dari kursi kereta—bulu-bulu hitam pekat bak binatang buas menutupi seluruh inci tubuhnya. Dia memiliki moncong aneh seperti serigala dengan mata merah menyala, terdapat tanduk di atas kepalanya, menunjukkan bahwa ia pernah menjadi salah satu bagian dari bangsawan iblis. Tuan Afu selalu mengenakan Beskap—baju tertutup—serba hitam dengan bawahan batik berwarna gelap. Hanya saja beliau tidak pernah memakai Blangkon—topi—tak seperti pengguna baju Beskap pada umumnya.
Kini belasan lembar kertas kerja terbang dengan tenang tepat di depan wajahnya. Usut punya usut, Tuan Afu kerap kali membeli tipe kertas mahal yang bisa melayang untuk mempermudahnya ketika membaca berkas tanpa mengutak-utik setiap lembarnya satu per satu. Itu sangat memungkinkan mengingat Tuan Afu tipikal monster sibuk, tentu saja dia memilih perabotan instan walaupun harus merogoh kocek lebih.
Tuan Afu memasang wajah serius seraya bersedekap dada. Suasana hening di dalam kereta membuat Tasawala—pelayan setianya—sedikit bosan duduk berhadapan dengan sang juragan. Monster berwajah rata yang hanya diberkahi satu mulut itu lantas mencoba berbasa-basi, mencairkan suasana.
"Ah iya, Juragan. Saya dengar Tuan Bhalendra juga sedang menuju ke lantai tiga, apakah itu benar?" Tasawala memecah keheningan dengan gaya bicaranya yang jenaka.
Tuan Afu mengalihkan sejenak sorot mata elangnya kepada Tasawala, sebelum berakhir kembali melanjutkan fokus kepada pekerjaan. "Lalu?"
Tasawala terbatuk-batuk. "J-juragan, bukankah seharusnya dia meminta izin terlebih dahulu kepadamu sebelum lintas lantai. Tentu saja Juragan harus peduli, lantai tiga dan seisinya adalah tanggung jawab anda sebagai Gonastabala Proletarian yang terhormat."
Masih dengan posisi duduk, Tuan Afu menyilangkan kedua kaki kokohnya sembari meletakkan kedua tangan di atas lutut. Sorot mata Sang Gonastabala masih menatap Tasawala yang hanya mengenakan seragam pelayan—dilengkapi rompi batik coklat. "Anak itu sudah mendapatkan stempel elevator kegelapan dari Nyonya Diajeng untuk sehari, terlebih lagi dia telah mengirimkan surat permohonan kepadaku walau tidak secara langsung. Jelas dia berhak menggunakannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hinlanda Gate
FantasyDicap sebagai monster cacat namun sangat menawan seantero Hinlanda lantai tiga, Kencana kerap kali ditindas oleh Tuan dan Nyonya Garjita bertubuh gempal sebagai pelayan di restoran kecil mereka. Entah menyajikan masakan untuk para monster kelaparan...