Part 15

5.8K 738 260
                                    

📖 Happy Reading 📖
Sorry for typo
.
.
.
.

**

Tatapan kosong itu masih terpancar dari kedua mata indah wanita bermarga Kim tersebut. Walaupun suasana hatinya mulai tenang, tetap tidak bisa dipungkiri ia masih memikirkan masalahnya. Bertanya-tanya akan seperti apa nasibnya di masa depan.

Derap kaki terdengar mendekat kearah Jisoo.

Jimin menghampiri wanita itu, melihatnya dengan tatapan cemas. Sejak tadi Jisoo terus berdiam diri, dan Jimin enggan untuk menanyakan masalah yang tengah dihadapinya. Jimin mengerti ini bukan saat yang tepat untuk membahas hal itu. Yang dibutuhkan Jisoo sekarang hanyalah ketenangan.

Perlahan Jimin mendudukkan dirinya disamping Jisoo.

"Minumlah Jisoo-ya,"

Mengulurkan minuman pada wanita itu. Namun Jisoo tidak meresponnya, ia tetap diam membisu dengan tatapan kosong yang hampa. Jimin tidak akan memaksa Jisoo, ia meletakkan minuman yang dibawanya diatas meja.

"Jika kau butuh teman cerita katakan saja," ucap Jimin lembut.

Jisoo masih belum bergeming. Tetesan cairan bening merembes keluar dari pelupuk matanya. Mengalir membentuk anak sungai di kedua pipinya. Jisoo menangis dalam diam. Perkataan Jimin seolah membuatnya sadar jika ia begitu menyedihkan saat ini.

"Uljima..," Jimin menenangkan Jisoo.

"Kenapa harus aku? kenapa hidup ku harus seperti ini?" Jisoo berucap dengan nada bergetar. Jimin memeluk Jisoo dari samping, menyandarkan kepala wanita itu di bahu kokohnya. Mengusap surai panjang Jisoo.

"Tidak ada yang tau nasib seseorang Jisoo-ya. Namun kau harus percaya, dalam kehidupan ini hanya ada dua periode. Setelah kesedihan datang, cepat atau lambat kebahagiaan pasti akan menghampirimu. Bersabarlah, Tuhan tengah mempersiapkan kebahagiaan untuk mu,"

Jujur Jimin tidak tega melihat Jisoo. Begitu rapuh dan putus asa.

"Apapun yang terjadi, ku mohon jangan mengakhiri hidupmu dengan cara seperti itu Jisoo-ya. Kau tidak pernah tau bagaimana perasaan orang-orang yang menyanyangi mu jika hal itu terjadi," Jimin hanya bisa menasehati Jisoo. Pria itu teringat pada 2 tahun lalu ia begitu kehilangan. Kekasih yang ia cintai pergi meninggalkannya untuk selamanya. Jimin sangat menyesal karena ia tidak bisa menyelamatkan kekasihnya, padahal ia adalah seorang dokter. Hingga saat ini rasa penyesalan itu terus menghantuinya. Membuat Jimin sulit untuk membuka hati lagi.

"Aku ingin pulang...," Jisoo menegakkan kepalanya.

"Aku merindukan kedua orang tua ku," sambungnya. Mungkin dengan melihat wajah kedua orang tuanya akan membuat suasana di hatinya membaik, pikir Jisoo.

Jimin tersenyum.

"Baiklah, aku akan mengantarmu,"

"Tidak oppa... aku ingin kesana sendiri," tolak Jisoo dengan wajah tanpa ekspresi.

"Kau yakin akan baik-baik saja?" Jimin khawatir membiarkan Jisoo pergi sendirian. Dia takut Jisoo akan berbuat hal nekat lagi. Apalagi keadaan wanita itu belum sepenuhnya tenang.

Real My Wife [VSoo] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang