🎻 violin ° 23

6.5K 1.4K 196
                                    

Happy Reading!

🎻

"Iyan akhir-akhir ini kayaknya lebih suka lihatin hape, ya." Nada sengaja menyinggung Rian yang sudah mengecek ponsel lebih dari lima kali, masih di jam yang sama.

Rian menoleh dengan senyuman tipis, sebelum menaruh kembali ponsel di tangan ke atas meja makan, dan kembali melanjutkan sarapan buatan pembantu rumah tangga keluarga Vernando itu.

Rumah Vernando memang sedang sepi hari ini. Itulah mengapa semua keperluan masak-memasak yang biasa dipegang Renata, bunda kandung Nada, diambil alih oleh pembantu rumah tangga mereka.

"Aresh sama kak Rasha udah sampe belum ya?" Nada yang sudah selesai menyantap sarapan paginya mencoba melongok ke arah jendela di ruang tamu, memastikan apakah dua orang yang disebutnya tadi sudah berada di pelataran rumah atau belum.

"Belum. Mungkin masih di jalan," monolog Nada yang disambut anggukan dari Rian.

Sekali lagi, Rian mengecek ponsel. Pemuda itu tengah menunggu sebuah notifikasi dengan nama 'Rasha' hadir di sana. Padahal pesannya sendiri sudah centang biru, pertanda gadis itu sudah membacanya. Namun mengapa belum kunjung dibalas?

Rian : Gue boleh ngajuin permintaan, enggak?

Rasha : Apa?

Rian : Besok, pake sepatu sepatu yang gue beliin tempo hari, ya
Read

Rian menghela napas. Apa permintaannya yang satu ini terlalu berat? Atau mungkin ... memalukan? Ia jadi berpikir yang aneh-aneh karena tak ada sahutan apapun dari Rasha. Hanya sekadar dibaca. Dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di otak kini saling tersusun membentuk teka-teki.

Menyudahi makannya, Rian membawa piring juga gelas bekas itu ke wastafel dan mencucinya bersih, sebelum ia taruh kembali ke tempat semula.

"Oh, itu mereka!" seru Nada sambil menunjuk ke arah pagar.

Rian mengelap tangannya yang basah dengan lap bersih, lalu meraih ponselnya di atas meja sebelum menggerakkan kaki mengikuti langkah Nada.

Pandangan Rian jatuh pada kedua kaki Rasha begitu jarak sudah mulai terkikis. Membuat senyum tipisnya pun terukir seketika.

Gadis itu menuruti kemauannya.

Kebahagiaan Rian rupanya tidak hanya terletak di sepatu. Namun juga setelan baju dan celana yang dikenakan mereka. Dibanding Aresh dan Nada yang jelas berstatus pacaran, mengapa ia justru merasa, dirinya dan Rasha yang lebih terlihat seperti sepasang kekasih di sini?

Lihatlah penampilan mereka dari atas sampai bawah. Sweater hitam dan Hoodie hitam, celana jeans hitam, juga sepatu putih yang serupa.

Rian tertawa geli dalam hati.

Lama mengamati Rasha yang berusaha membuang muka padanya, Rian sedikit terkejut kala Aresh bertanya padanya.

"Lo bawa mobil, kan?"

"Bawa, kenapa? Mau pake mobil gue?" tawar Rian.

"Ada bensin?"

"Baru gue isi full semalem."

Kepala Aresh nampak mengangguk-angguk. "Berarti, enggak masalah dong, kalau lo bareng nih manusia?" tunjuk Aresh pada Rasha, kakak kembarnya.

Rasha melototkan mata hendak menolak. Sayangnya, suara Rian datang lebih cepat dari dugaan.

"Gue tergantung orangnya, mau atau enggak semobil sama gue."

Violin  • completedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang