Winter duduk menghadap kearah jendela dengan earphone yang selalu terpasang di kedua telinganya. Meskipun paginya berawal buruk tadi, tapi Winter tidak pernah berhenti untuk tersenyum dan sekedar mengucap syukur pada tuhan.
Tadi pagi Jaehyun memberinya sedikit tambahan uang jajan, syukurlah uang itu bisa dia gunakan untuk membeli sarapan di kantin hari ini.
"Sudah makan?"
Winter menggeleng, mau berbohong pun rasanya percuma saja, karna Giselle selalu dengan mudah bisa menebaknya.
"Kenapa belum?"
"Aku tidak lapar."
"Bohong, pulang sekolah nanti ikut denganku, kita pergi mencari makan."
Gadis itu tersenyum simpul sedikit mengangguk dan kembali menyeruput minuman kotak di genggaman nya.
Sebelum itu dia harus membuat alasan yang masuk akal agar Rose mengizinkannya, mungkin akan terdengar sangat sulit, tapi Winter akan mencobanya.
Sepulang sekolah Winter kembali ragu untuk sekedar meminta izin pada Rose kalau dia akan pulang terlambat, dia tidak mau membuat kesalahan yang sama dan berakhir dengan luka di sekujur tubuhnya.
Hukuman yang di dapatnya pasti akan jauh lebih parah dari sebelumnya.
"Jangan di paksakan, pulanglah. Aku khawatir Bibimu akan kembali menyiksamu."
"Tidak apa? Lain kali saja ya kalau begitu? Aku sudah membuat kesalahan yang besar kemarin."
Giselle nampak memaklumi, dia merasa kasihan tiap kali melihat Winter.
"Sebelum itu, obati dulu pelipismu, kau terluka."
Winter tersenyum hangat melihat perlakuan manis teman nya itu.
"Terima kasih."
"Kau suka sekali berterimakasih."
▫▫▫
"Kau sulit sekali di beritahu." Kata yang lebih muda pada yang tua.
"Aku senang hidup seperti ini, berhentilah mengatur." Jawab yang lebih tua.
"Nenek seharusnya diam saja di rumah. Kenapa masih saja berjualan di siang bolong seperti ini? Kau seharusnya diam di rumah dan menikmati masa tuamu, bukan malah berjualan disini."
Yejin menatap cucu laki-lakinya yang baru saja menceramahinya. Dia tahu jika harta dari keluarga nya bahkan mampu membiayai 7 turunan sekaligus, dia bahkan tidak perlu repot-repot berjualan dengan food truck seperti ini.
"Kau ini berisik sekali, lebih baik kau kembali ke rumah atau pergi keluar bersama teman-temanmu, bukannya malah menghampiriku."
"Aku bosan jika hanya diam di rumah, dan sedang malas bertemu teman-temanku, lebih baik aku disini membantu Nenek." Jaemin langsung memakai Apron yang tersisa untuknya, dia akan membantu nenek nya selama seharian penuh.
"Terserah kau aja."
Yejin menyerah menghadapi sifat Jaemin yang labil itu, namun tak dapat di pungkiri jika dia bersyukur mempunyai cucu seperti Jaemin.
Jaemin itu penurut dan tipe laki-laki yang sangat menyayangi keluarganya, dia lebih memprioritaskan keluarganya dari pada hal apapun di dunia ini. Yejin berharap saat cucunya sudah menginjak usia yang matang, dia mendapatkan calon istri yang cantik, baik hati dan penyayang seperti nya.
"Jaemin, antarkan pesanan ini ke meja nomor 7."
Jaemin nampak kewalahan saat mengantar pesanan kesana kemari, tapi dia bersyukur karna dia sedikit mengurangi beban Nenek nya yang pasti akan sangat kewalahan menghadapi para pelanggan seorang diri.
"Kau seharusnya membangun kedai untuk berjualan."
"Ya, nanti akan ku buat kedai tteokbeokki berlantai 15."
Jaemin memutar kedua bola matanya mendengar penuturan sang nenek.
"Bukan yang seperti itu maksudku, itu terlalu besar."
"Kenapa? Bukannya aku mempunyai banyak uang yang harus di habiskan? membuat kedai berlantai 15 bukanlah apa-apa."
"Saat aku sudah besar nanti, akan ku buatkan kedai tteokbeokki khusus untukmu, jadi kau tidak perlu berjualan di luar lapang seperti ini."
"Ya, semoga tuhan mendengar doa mu."
"Dia harus mendengarnya, karna aku sering pergi ke gereja."
▫▫▫
"Aku ingin memesan tteokbeokki."
"Tunggu sebentar ya nak, kau boleh duduk di sebelah sana." Tunjuk Yejin pada salah satu kursi kosong.
"Baik."
Gadis itu duduk di salah satu kursi yang tersisa, dia sedang menunggu pesanannya selesai di buat. Cuaca cukup dingin, membuat tubuhnya sedikit bergetar.
Padahal dia sudah menggunakan jaket yang cukup tebal, Winter memang mudah sekali kedinginan oleh karna itu dia selalu bepergian keluar memakai jaket yang agak tebal.
"Lain kali aku akan pergi mengunjungi eomma."
Sudah cukup lama dia tidak berkunjung ke makam ibunya, Winter terlalu sibuk mengurus pekerjaan rumahnya, dia sangat sulit hanya untuk berkunjung ke makam sebentar.
"Jangan tertidur seperti ini, badanmu bisa sakit!" Kata Yejin berusaha membangunkan cucunya yang sedang nyaman tertidur.
"Hari sudah semakin sore, lebih baik kau pulang ke rumah dan berganti pakaian." Yejin menjitak pelan puncuk kepala Jaemin.
"Jangan menekuk mukamu seperti itu, kau jelek, cepatlah bangun!"
Winter terkekeh lucu melihat tingkah laki-laki di hadapannya itu, tangannya bahkan sampai menutup mulutnya agar suara cekikikan nya tidak terdengar sampai sana.
"Lihat dia saja tertawa melihat tingkah konyolmu, ayo bangun!"
Merasa tertangkap basah, Winter langsung mengalihkan pandangannya seolah tidak terjadi apa-apa, dia langsung bangkit dan segera pergi setelah menerima pesanannya.
"Ini pesananmu, datang lagi ya gadis cantik."
"Terima kasih Nek."
Winter membungkukan badannya sebelum ia benar-benar pergi.
"Dia siapa?"
"Entahlah, dia bahkan baru terlihat hari ini." Kata Yejin menatap curiga.
"Ohh."
"Kenapa memangnya? Kau tertarik padanya? Tapi dia memang cantik."
"Anii!" bantah Jaemin.
"Lalu kenapa menanyakannya?"
"Tidak apa, tapi sepertinya dia meninggalkan ini."
Jaemin mengeluarkan Jepit rambut yang barusan di temuinya tepat di meja gadis itu.
"Simpan saja, akan aku berikan jika dia datang lagi kesini." Jaemin memasukan Jepit rambut berinisial 'W' itu ke saku apron Yejin.
"Sepertinya akan turun hujan." cuaca memang seketika saja berubah jadi mendung, Jaemin dengan sigap membantu Yejin untuk berkemas, sebelum hujan benar-benar turun.
"Apa dia akan datang lagi?"