Chapter 22

19 3 0
                                    

Kedua tangannya meremas lutut dengan gelisah. Sesekali dia menepuk-nepuk pahanya dengan tidak sabaran. Arloji yang melingkar di lengannya pun menjadi pelampiasan kegelisahannya, dia terus menerus mengecek detik demi detik yang terasa sangat berharga itu.

Dengan setelan kaos berwarna hijau tua dan celana biru selutut, Abian duduk di kursi ruang tamu dengan keadaan gelisah. Bukan tanpa sebab dia begitu, ini semua karena Kyra yang belum juga pulang ketika jam sudah menunjukan pukul sembilan malam.

Abian juga tadi sempat ke restoran Kyra untuk menjemput gadis itu, tapi kata satpam yang berjaga di sana katanya Kyra dan Fanny sudah pulang bahkan sejak tadi sore. Dan begitu sampai di rumah dia tidak menemukan gadis itu, di dapur ataupun di kamarnya. Ponselnya pun tidak aktiv, Abian juga tidak mengetahui nomor Fanny. Dan ini sudah malam, dia sangat-sangat khawatir.

Abian beranjak dari sofa dan berjalan menuju jendela yang memperlihatkan keadaan di luar. Dia berharap jika Kyra akan muncul dari balik pagar tinggi itu, apalagi di luar sudah ada kilatan-kilatan petir menandakan malam ini akan turun hujan.

"Kamu kemana sih?" kesalnya.

Tanpa menunggu lama lagi, dia segera menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja. Abian akan mencari Kyra sampai gadis itu ada di genggamannya lagi.

☻☻☻

"Nah....silahkan diminum teh nya." ibu Maryam membawa baki dan meletakan dua gelas teh dihadapan Kyra dan Fanny yang sedang duduk diruang tamu.

"Terimakasih, bu. Tidak usah repot-repot." ucap Fanny. Sementara Kyra hanya bisa memasang senyum kaku.

"Gak apa-apa. Anggap aja ini rumah sendiri." tersenyum. Ibu Maryam pun mendudukan bokongnya di kursi hadapan Kyra dan Fanny.

"Oh yak....nak Kyra masih ingat kan sama Sinta? Dulu itu kamu sama Abian kalo sepulang sekolah suka ke sini main sama dia. Anak itu pasti sudah besar sekarang." kenang ibu Maryam tersenyum menerawang.

"Kalo boleh tahu, ehm Sinta sekarang ada dimana bu?" Fanny membuka suara. Jiwa ke kepo-kepoannya mendadak aktiv.

"Oh dia sudah ada yang mengadopsi, Sinta juga anak yang pintar dan aktif jadi banyak orang yang menyukainya," ibu Maryam tersenyum ketika mengingat anak itu. "Waktu mau pergi sama orang tuanya dulu, dia mau pamit dulu sama Kyra dan Abian. Tapi kalian berdua tidak pernah kembali lagi ke sini." lanjutnya sedih

Kedua tangannya yang bertaut sudah di basahi keringat dingin. Pikirannya blank seketika, dalam otaknya Kyra berusaha mencari momen yang sedang ibu ini bicarakan, tapi momen itu sama sekali tidak Kyra temukan dalam ingatannya.

Lalu kapan?

Abian yang mana lagi duhh?

"Ehm, yang di maksud ibu itu Abian sepupu aku?" tanya Kyra was-was. Otaknya sudah tidak biasa lagi menampung cerita-cerita yang bahkan dia sendiri pun tidak ingat pernah mengalaminya.

Kyra semakin was-was ketika raut wajah ibu Maryam berubah bingung. "Oh.....ibu tidak tahu," gumamnya kecil. "Kalau kamu punya sepupu yang namanya Abian juga." lanjutnya dengan kekehan kecil

Fanny menggigit pipi dalamnya cemas. Dia tahu arah pembicaraan ini akan mengarah kemana sekarang! Sebuah ingatan baru untuk Kyra.

"Maksud ibu, ada Abian lain yang datang sana saya waktu itu?" sekuat tenaga Kyra menahan kerutan dalam yang timbul di keningnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Are My Memory [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang