"Sigra! Deandra! Kalian kemana saja sih!!?" Aku berlari kecil kearah mereka, akhirnya setelah sedikit lama aku mencari mereka, aku berhasil menemukan mereka kembali.
"Kamu sih! bisa-bisanya mencari dia! Nggak takut apa?" kata Sigra sedikit kesal.
"Eh? Maksudmu Taryn? Kenapa aku harus takut sama dia?" tanyaku kepadanya, tentu saja pertanyaaku wajar—Karena aku hanyalah seorang murid baru yang belum tahu apa-apa mengenai sekolah ini, mengapa tiba-tiba Sigra harus mempersalahkanku? Deandra pun memegang bahu Sigra dan menenangkannya.
"Hezz ..., Sigra, dia kan murid baru—jadi belum tahu apa-apa mengenai sekolah ini, hmm ..., sepertinya sudah saatnya kita harus memberitahu semua hal tentang sekolah ini." kata Deandra sembari membenahi kacamatanya, namun kemudian.
KRINGG......
Bel masuk pun berbunyi.
"Baiklah, berhubung bel masuknya sudah berbunyi, lebih baik sekarang kita masuk saja ke kelas kita, nanti pulang sekolah kita pergi ke perpustakaan, untuk menjelaskan semua hal kepada Malkia." kata Deandra, Sigra pun mengangguk.
"Ya benar! Rencana yang bagus!" Kami pun segera berjalan beriringan di koridor sekolah untuk kembali kelas kami.
Sepenting itukah? Gumamku dalam hati.
Setelah kami sampai ke kelas kami, kami segera duduk di bangku kami masing-masing, Deandra duduk disebelahku, dan Sigra ternyata duduk dibelakang kami.
"Eh? Jadi kamu duduk dibelakang kami?" tanyaku kepada Sigra, ia tertawa kecil.
"Iya! Jadi kamu baru nyadar ya?" tanyanya balik dengan nada sedikit mengejek.
"Heheheh ... maaf" kataku sembari menggaruk-garuk kepalaku menahan malu.
Pelajaran kami saat ini adalah Matematika, sial ..., sejujurnya aku membenci pelajaran ini, mengapa kita harus repot-repot menghitung jumlah X dan Y yang padahal sama sekali tidak ada jumlah angkanya, ah, lupakan teori ini, hanya membuatku semakin pusing saja.
Pak Elgar guru Matematika kami, memberikan kami perjanjian, jika kami sudah menyelesaikan soal-soal yang diberikannya, dan nilainya diatas 90, kami akan diberikan jam kosong, tentu saja ini adalah kesempatan kami menggunakan jam kosong itu untuk pergi ke perpustakaan, tapi sayangnya itu tak berguna untukku.
Sementara aku pusing dengan soal-soal ini, Deandra menatapku.
"Kau tidak bisa pelajaran Matematika?" tanyanya sedikit keras, dengan sigap aku menutup mulutnya, sementara itu Sigra tertawa kecil dibelakang kami.
"He—hei jangan keras-keras!" bisikku kepadanya lalu aku melepaskan tanganku dari mulutnya.
"Eh? Aku kan hanya bertanya."
"Iya! aku tidak bisa Matematika." kataku sedikit lesu dan menahan malu, tentu saja aku malu! Image ku sebagai anak baru hampir saja rusak.
Deandra pun mengambil pensilnya dan mencorat-coret angka di bukuku.
"Oke deh, aku akan mengajarimu rumus ini!" mendengarnya aku pun mengangguk senang.
"Wah terimakasih banget! Memangnya kamu sudah selesai?" sedikit aku melirik pekerjaannya, dan ternyata ..., Sial! Deandra ternyata orang yang pintar dan rajin.
"Tentu saja sudah." katanya tersenyum kecil lalu membenahi kacamatanya lagi.
Setelah Deandra mengajariku tentang rumus Matematika, aku menjadi terbantu dalam mengerjakan soal ini, dan akhirnya aku selesai mengerjakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Rajawali
Teen FictionMalkia tidak punya mimpi, tapi berbeda dengan Taryn! Sejak pertama kali mereka bertemu, Taryn adalah gadis ramah dan baik hati tapi begitu Malkia masuk di SMP yang sama dengannya, ternyata Taryn adalah ketua Osis SMP Rajawali yang dijuliki sebagai R...