Esok minggunya, aku berkunjung ke rumah Taryn dengan sepedaku, dengan memakai pakaian yang rapi dan sopan, serta bersepatu. Setelah aku sampai dirumahnya, Taryn sudah menungguku di teras.
"Ah, ..., aku tidak terlambat kan?" tanyaku. Ia segera bangkit dari tempat duduknya dan membukakan pagar rumahnya.
"Tidak kok, baru saja aku selesai mandi dan duduk di teras, tiba-tiba kamu datang, ayo masuk dulu!" katanya mempersilahkanku, aku pun menuntun sepedaku untuk masuk melewati pagar dan memakirkan sepedaku di halaman rumahnya.
"Heheheh ... ayo cepat kamu keluarkan sepedamu! Aku tidak sabar melihat lomba baris-berbaris itu!" kataku dengan senang, jujur sebenarnya aku memang tidak tahu lomba baris-berbaris itu seperti apa, dan ini adalah kesempatanku untuk melihat lomba itu, walaupun aku tidak terlalu tertarik tapi tetap saja aku penasaran.
"Ciee ... yang penasaran dengan lomba baris-berbaris, hahahah—iya-iya sabar ya! aku mau ambil sepedaku dulu." ia pun membuka garasi rumahnya dan mengambil sepeda merahnya, ngomong-ngomong kok aku belum pernah melihat orang tuanya Taryn yah?
"Dari pertama kali aku kerumahmu, kok aku belum pernah melihat orang tuamu ya? memangnya orang tuamu kemana?" tanpa basa-basi aku menanyakkan hal itu kepadanya, ia pun menghela nafasnya.
"Hezz, ..., orang tuaku berangkat kerja jam 7 pagi, dan pulang jam 10 malam, aku saja jarang bertemu dengan mereka, apalagi kamu." katanya sedikit malas untuk menjelaskan, ia segera menuntun sepedanya keluar dari garasi.
"Terus kamu tinggal sama siapa?" tanyaku lagi sambil menatap sepeda merahnya, ternyata sepedanya lebih bagus dari punyaku yah, ...,
"Sama kakak laki-lakiku, dia sekarang sudah kuliah, kalau sudah pulang dia banyak menghabiskan waktu di kamarnya, aku jarang berkomunikasi dengannya." lanjutnya, kembali aku mengingat bayangan laki-laki yang mengintip lewat jendelanya, ah mungkin saja itu kakakknya.
Namun mendengarnya bercerita membuatku sedikit sedih, di sekolah dia sudah dijauhi banyak siswa dan memiliki sedikit teman, bahkan itu pun hanya teman anggota osisnya, terlebih lagi dia tidak terlalu dekat dengan keluarganya.
"Memangnya kamu tidak apa-apa seperti ini? Sekali-kali ajaklah keluargamu untuk berkumpul bersama." bahkan untuk mengucapkan hal ini, sedikit membuatku sakit hati mengenang masa laluku, Taryn hanya tersenyum tipis.
"Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa dengan hal ini kok." ia menuntun sepedanya untuk keluar pagar, dengan cepat aku mengambil sepeda yang ku parkir di halamannya dan menyusulnya.
"Hei, kalau kamu kesepian, kamu berkunjung saja kerumahku." tawarku dengan tersenyum, ia pun menatapku dan membalas senyumanku.
"Terimakasih!" katanya, namun ia pun menghentikan langkahnya dan memakirkan sepedanya, cepat-cepat ia kembali masuk ke dalam rumahnya.
"Ada apa!?" teriakku, ia hanya mengabaikanku lalu kembali masuk ke rumahnya, beberapa saat kemudian, ia keluar dari rumahnya dan membawa handycam—eh? Untuk apa dia membawa handycam?—Tak lupa ia menutup garasi, lalu keluar halaman dan menutup pagarnya, berlari ke arah sepedanya lagi.
"Aku lupa heheheh!"
"Dasar pelupa, ..., hahahah—oh iya? kamu bawa handycam buat apa?"
"Buat barang bukti, karena suatu saat apa yang aku videokan nanti bisa berguna loh." jawabnya santai
Setelah itu kami segera mengendarai sepeda kami dan mengayuhnya dengan kecepatan yang stabil, Taryn berkendara di depanku sebagai penunjuk arah sementara aku dibelakangnya sebagai pengikutnya, aku masih warga baru di Jogya, jadi wajar saja kalau aku tidak tahu dimana letak balai kota, kata Taryn letaknya tidak terlalu jauh, makanya itu kami mengendarai sepeda untuk sampai kesana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Rajawali
Teen FictionMalkia tidak punya mimpi, tapi berbeda dengan Taryn! Sejak pertama kali mereka bertemu, Taryn adalah gadis ramah dan baik hati tapi begitu Malkia masuk di SMP yang sama dengannya, ternyata Taryn adalah ketua Osis SMP Rajawali yang dijuliki sebagai R...