Harapan dan Mimpi

4 1 0
                                    

"Taryn! Taryn!" aku berteriak memanggil namanya di depan pagar rumahnya, semoga saja dia ada dirumah.

Tak lama kemudian, tampaklah sesosok bayangan mengintip dari jendela rumahnya, bayangan itu memiliki postur tubuh tegap dan tinggi, memiliki rambut pendek, sepertinya itu adalah bayangan anak laki-laki, wajahnya tidak terlihat, hanya sebuah silhoutte hitam. Kucoba untuk memanggilnya kembali.

"Taryn! Taryn!" teriakku lagi.

KREEKK...

Terdengarlah suara dari engsel pintu yang saling bergesek, membuat manik mataku fokus ke sosok yang akan tampak dibalik pintu rumahnya.

"Hai, Malkia!" terlihatlah sosok seorang gadis yang selama ini aku cari, Taryn.

"Huft ..., ternyata kau sedang berada dirumah toh kupikir kau sedang pergi." aku mengelap keringat di dahiku, memang udara disini sedang sedikit panas.

Taryn pun segera keluar dari rumahnya dan membukakan pintu pagar, lalu mempersilahkanku untuk masuk ke terasnya.

"Sebentar ya! Aku mau mengambil makanan dulu." ia pun kembali masuk ke dalam rumahnya, aku tersenyum kecil, seperti itulah Taryn yang kukenal pertama kali, berbeda dari dirinya yang di sekolah, entah mengapa ia harus mengubah sifatnya, sehingga membuat banyak orang yang menyukainya.

Beberapa saat kemudian ia kembali sambil membawa nampan 2 gelas es jeruk dan sepiring bakpia.

"Eh, bakpia lagi?? Keluargamu suka makan bakpia ya?? kok kayaknya dirumahmu stok bakpianya gak pernah habis-habis?" tanyaku sedikit bingung, Taryn tertawa kecil.

"Hahahah ..., Malkia gak mau? Aku bisa mengambil makanan yang lain." ia menaruh nampannya di meja kecil, dan hendak kembali masuk kerumahnya, namun aku memegang lengannya dan menghentikannya.

"Tidak usah! Bakpia udah cukup kok," kataku, ia tersenyum kecil lalu mempersilahkanku untuk duduk dan ia juga ikut duduk disebelahku.

"Bagaimana hari pertamamu di sekolah? Menyenangkan?" tanyanya dengan ramah, dan aku mengangguk kecil.

"Iya! hari ini cukup menyenangkan kok, aku sudah mendapat 2 teman baru yaitu Sigra dan Deandra, mereka itu orangnya asyik, dan..., oh ya mereka juga pintar matematika lo, terus, ...., terus ...," seketika aku menghentikan ucapanku dan menatap wajah Taryn yang terlihat sedih, mungkin saja dia masih merindukan persahabatan mereka.

"Taryn? Ada apa?" aku memegang pundaknya, ia pun menatapku dan tersenyum kecil.

"Kenapa berhenti? ayo terus cerita saja, aku akan mendengarkanmu kok." katanya

"Terus aku juga mendengar dari mereka, bahwa mereka dulu memiki seorang sahabat yang sangat ramah, namun persahabatan mereka hancur karena salah satu sahabat mereka pergi meninggalkan mere—"

"Jadi mereka sudah menceritakan semuanya kepadamu? Baguslah, baru saja sehari kau bersekolah disana, temanmu sudah terbuka padamu." kata Taryn memutus kata-kataku

"Eh? K-kau tersinggung? Taryn, aku minta maaf, aku tidak bermaksud ...," aku pun menjadi merasa bersalah kepadanya, sial ..., mungkin saja dia tidak ingin membahas masalah pribadinya, tapi sebagai seorang teman, aku ingin sekali membersihkan nama baik Taryn di sekolah. Setelah dirasa sedikit tenang ia pun menghela nafasnya.

"Hezz ..., Tidak apa-apa, lanjutkan." katanya lagi sembari tersenyum kecil, aku menyandarkan diriku pada bangku teras dan sedikit bersantai.

"Seharusnya aku tidak mencampuri urusan kalian, maaf—hanya saja aku sedikit terkejut melihat sifatmu yang berubah ketika di sekolah, oh ya ..., ngomong-ngomong kamu ketua osis kan?" sedikit ia melirik ke arahku lalu kedua tangannya meraih nampan bakpia yang berada diatas meja, ia menyodorkannya ke hadapanku.

Sayap RajawaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang