Cantik-Cantik Ganas

32 13 9
                                    

Tatapan Aslan meneduh, berusaha melelehkan tatapan dingin milik Kyra. Tentu saja Kyra tertegun dengan ujaran maaf yang keluar dari bibir lelaki di depannya ini. Gadis itu tidak mengira Aslan akan merendahkan gengsinya hanya untuk mengatakan maaf, ia pikir Aslan adalah lelaki berkepala batu. 

"Maaf," ucap Aslan sekali lagi. Vale tersenyum tipis, dia tahu Aslan memang tidak bisa hidup dengan rasa bersalah, dia tahu temannya paham apa yang memang seharusnya dia lakukan.

Kyra bergeming, Aslan selalu saja membuatnya terperangah, selalu melakukan semua hal tanpa perkiraan, serba tiba-tiba. Kyra pikir, lelaki itu akan mengeluarkan sisa emosi yang belum sempat ia ekspresikan, atau mungkin akan memakinya lagi tanpa ampun. Ternyata, Aslan tidak serendah yang Kyra bayangkan.

Kyra mengalihkan pandangannya, tidak bisa menahan diri untuk terus memandang Aslan yang masih menatapnya teduh. Sudah lama ia tidak melihat tatapan seteduh itu sejak orang tuanya meninggalkannya sendirian. Dia melewati Aslan begitu saja, mengabaikan ketulusan Aslan yang telah merendahkan hatinya. Namun, tangannya ditahan oleh Vale yang terpaksa membuatnya berhenti melangkah. Kali ini Vale menatapnya tajam, dia terlihat tidak terima permintaan maaf temannya diabaikan begitu saja. "Lepas, Le."

"Lo nggak mau maafin Aslan? Bukannya disini lo juga salah? Kenapa lo nggak minta maaf juga?" tanya Vale datar.

Kyra menepis tangan Vale, dia sangat tidak suka ada orang  yang ikut campur dengan urusannya. Kyra tau, Kyra seharusnya memaafkan Aslan dan dia juga meminta maaf atas kesalahannya. Tatapan Aslan, tatapan lelaki itu, tatapan teduhnya membuatnya tersiksa dan dia tidak suka, tidak sanggup untuk menatapnya lebih lama lagi. Mencoba selalu tegar dan baik-baik saja, menjadi gadis yang galak, hidup mandiri tanpa dukungan dari orang tua, itu bukan perkara yang mudah. Melihat tatapan Aslan mengingatkannya pada Papa yang entah apakah beliau juga merindukannya, atau malah sudah tidak peduli dengan gadis semata wayangnya di Indonesia.

Kyra membalik badannya, menatap Aslan yang ternyata juga sudah berbalik menatapnya. "Gue maafin," ucap Kyra dingin dan kembali melangkah, meninggalkan mereka bertiga yang masih belum mengerti jalan pikiran Kyra.

"Dia emang gitu, Ndy?" tanya Vale pada Indy yang mematung. Indy tidak menjawab, hanya melihat punggung seorang gadis yang sangat rapuh tanpa berniat untuk mengikutinya. Dia tau, Kyra butuh waktu untuk sendirian.

***

Semua selebaran sudah berhasil mereka lepas, tidak ada lagi kertas konyol yang menjadi awal mula nyalanya api keributan. Kyra benar-benar sudah tidak mau berurusan dengan Aslan, dia berharap tidak pernah bertemu dengan lelaki itu lagi. Kepalanya pening mengingat banyak sekali energi yang terforsir ketika bertengkar dengan Aslan. Dia memang pemarah, tetapi jika dia terlalu banyak menggunakan tenaganya, maka kepalanya akan dihampiri oleh rasa pening. Itulah yang membuat Indy selalu membantunya untuk mengontrol emosi Kyra, ia tidak ingin Kyra terlalu banyak mengeluarkan energi yang kemudian memberikan dampak pada kesehatannya.

"Lo nggak apa?" tanya Indy menyadari temannya yang lebih diam dari biasanya. "Pusing ya?" Kyra menggeleng sebagai jawaban, meyakinkan bahwa dia memang baik-baik saja. Sudah cukup baginya membuat Indy khawatir, ia tidak ingin terlihat lebih lemah lagi. "Mau ke klinik aja, Ra?"

"Gue nggak apa, Ndy, tenang aja ya," jawab Kyra tersenyum halus. "Serius deh, gue nggak apa."

Indy menatap Kyra dalam, ia sangat tau keadaan Kyra sedang tidak baik-baik saja. Kyra memang selalu berusaha untuk terlihat kuat, tapi Kyra tidak bisa membohonginya. Indy sangat mengerti keadaan Kyra, Indy sangat tau Kyra sama sekali tidak bisa bohong padanya, terlihat dengan jelas ketika Kyra berusaha menutupi sesuatu darinya. "Kalau ada apa-apa, jangan dipendem ya, Ra. Kesehatan lo juga penting, jangan sampai imbasnya lari ke kesehatan, nggak baik," kata Indy cemas.

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang