Dua Sejoli

32 14 12
                                    

Pemandangan dari jendela ruang inap Oma sangat indah, sayangnya ini adalah rumah sakit yang tentu saja tidak bisa dinikmati keindahannya seperti ketika kita sedang menetap di sebuah hotel bintang lima. Terlihat di bawah sana, mengingat kamar inap Oma berada di lantai dua, banyak sekali manusia yang berlalu-lalang, mengejar pergerakan waktu yang tidak pernah mengizinkannya untuk beristirahat sejenak.

"Kok masih disini?" tanya Bunda membuyarkan lamunan Aslan. Aslan menoleh, memperhatikan wanita yang telah melahirkannya sedang memeriksa kondisi Oma. "Padahal kamu bisa tidur tenang di rumah, biar Bunda aja yang jaga Oma," tambahnya. Oma sudah tertidur sejak tadi, keadaannya sudah stabil, tetapi masih belum diizinkan untuk menjalani rawat jalan.

"Bunda kan capek, biar aku aja yang jagain Oma. Bunda pulang aja ya, nanti aku telpon supir biar jemput Bunda," kata Aslan.

Wanita itu tersenyum mendengar ucapan anak semata wayangnya. "Aslan, kamu aja yang tidur di rumah, besok kamu sekolah. Bunda disini aja,  khawatir ada keadaan darurat yang membutuhkan Bunda," tolak Bu Hilda, bunda Aslan. "Bunda nggak capek kok, serius. Ini adalah profesi yang udah Bunda pilih," tambah beliau.

"Ya udah, ntar aku pulang agak malaman ya," kata Aslan menyerah. "Bunda udah makan?"

"Udah dong. Kamu sendiri? Bunda beliin makanan ya di bawah?" tawar Bunda.

"Nggak, biar aku sendiri aja yang ke bawah, sekalian beli camilan buat Bunda sama Oma," pamit Aslan tersenyum lalu meninggalkan kedua perempuan hebat yang selalu menyayanginya.

Setelah menenteng beberapa paper bag berisi makanan berat, minuman, dan camilan, Aslan memutuskan untuk berhenti sejenak di apotek, membeli beberapa vitamin dan keperluan obat-obatan yang sudah menipis di rumahnya. Dengan bantuan apoteker yang sedang bertugas, akhirnya keperluannya lebih cepat ia dapatkan. Lelaki itu mendapati sosok gadis yang tidak jauh darinya, berbincang dengan salah satu apoteker juga. Dengan hati-hati, Aslan mendekati gadis itu, memastikan apakah gadis itu adalah gadis yang sama dengan seseorang yang akhir-akhir ini selalu berurusan dengannya?

Tangan Aslan menarik tangan seseorang yang masih terlibat dialog, membuatnya membalikkan badan. Dengan cepat Aslan melepaskan tangannya setelah mengetahui bahwa dia bukan gadis yang ia harapakan.

"Hai, Lan," sapanya ceria. Aslan tidak merespon sapaannya, membalikkan badan, berniat untuk kembali ke posisinya semula. "Tunggu," katanya menghentikan gerakan Aslan. "Kita kebetulan loh ketemu disini, ngobrol dulu yuk!"

"Apotek bukan tempat ngobrol," tolak Aslan tanpa menatap Naya.

"Kalau gitu, kita mampir ke caffe deket sini yuk," ajak Naya masih berusaha membujuk Aslan agar mau berbincang dengannya. "Gue nggak tau bakal ketemu sama lo disini. Sampai lo pegang tangan gue gitu, jadi terharu deh. Saking pengennya ya gue notice keberadaan lo?"

"Gue sibuk," tolak Aslan kembali mengambil langkah, tetapi tangannya ditahan oleh Naya. "Lepasin gue, Nay," pintanya berusaha lembut. Semenyebalkan apa pun Naya, dia tetaplah perempuan yang tidak boleh mendapat perlakuan kasar.

"Nggak, gue nggak bakal lepasin lo," kata Naya. "Gue yakin lo nggak bakal berani kasar sama gue." Naya tersenyum lebar, ia benar-benar yakin bahwa Aslan tidak akan berlaku kasar pada perempuan.

Aslan menghembuskan napas kasar, tidak ada pilihan lain. Dia menepis tangan Naya, mengejutkan gadis yang menatapnya tidak percaya. "Jangan nantang gue buat berlaku kasar saa lo," kata Aslan memperingatkan dengan datar. Dia mengambil obat pesanannya, kemudian membayarnya lalu cepat-cepat menjauh dari keberadaan Naya.

Setelah beberapa langkah ia lalui, Aslan kembali berhenti melangkah ketika ia berhadapan dengan gadis yang juga sedang berhenti di depan pintu apotek, membalas tatapannya. "Aslan," panggil Naya yang ternyata mengikutinya dari belakang, yang terpaksa ikut berhenti beberapa meter darinya ketika menemukan sosok Kyra di depan sana.

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang