Kyra turun tepat di depan gerbang rumahnya. Ya, dia ikut dalam rencana Aslan, mengantarkan Kyra pulang dengan selamat. Sebenarnya dia merasa tidak tenang mengingat apa yang baru saja dia alami. Apa keinginan dua lelaki menyeramkan itu padanya? Akankah mereka mencari cara lain agar mereka bisa bertemu dengan Kyra? Tidak, Kyra sama sekali tidak takut jika Tuhan mengizinkan mereka menjalankan rencanya dengan mulus, rencana untuk mendapatkan sesuatu darinya. Namun, Kyra tidak akan diam saja, dia tidak ingin pasrah dan membiarkan semuanya berjalan dengan lancar. Bagaimana pun, dia harus meminimalisir kemungkinan yang bisa membawanya bertemu dengan mereka lagi.
"Mobil gue gimana?" Pertanyaan pertama yang dilisankan olehnya, membuat lelaki di depannya tampak terkejut. Aslan menatap gadis itu tidak percaya, bagaimana bisa dia sama sekali tidak mengucapkan terima kasih karena sudah membantu dan mengantarnya pulang? "Gue nanya, mobil gue gimana?" ulangnya.
"Besok pagi udah ada di depan rumah lo, tunggu aja," jawab Aslan bersiap untuk menghidupkan kembali mesin motornya. "Lo nggak mau ngucapin apa pun?"
"Apa? Lo berharap gue ngomong 'hati-hati di jalan Tuan Aslan yang terhormat, kalau udah sampai kabari ya' gitu?"
"Harusnya gue nerima ucapan 'terima kasih' tanpa diingatkan, sih," sindirnya. "Atau jangan-jangan lo emang nggak pernah diajarin untuk ngomong tiga kata ajaib?"
Kyra melipat bibirnya ketika kalimat itu ditembakkan padanya, terlalu gengsi baginya untuk mempersembahkan tiga kata sakral yang selalu diajarkan oleh orang tuanya pada seorang Aslan. "'Makasih' udah bantuin dan nganterin gue pulang. 'Maaf' kalau gue udah ngerepotin lo malem-malem. Dan satu lagi," ucapnya penuh penekanan di dua kata ajaib yang sudah dikatakan, tetapi ia sengaja memotong sisa kata ajaib lainnya. "'Tolong' bawa mobil gue secepatnya dan semulus mungkin ya," tambahnya menyengir.
Aslan terperangah mendengar seluruh perkataan Kyra yang panjang lebar. Dia hanya memberikan anggukan singkatnya, kemudian pergi dari gerbang rumah gadis yang masih menatapnya yang terlihat jelas dari kaca spion motornya.
Angin malam semakin terasa menusuk tulangnya, dingin masih bisa menembus hoodie yang menyelimuti badan. Tanpa basa-basi, dia menekan bel di pagarnya, memberi kode pada satpam untuk membukakannya gerbang dan membiarkannya masuk untuk beristirahat dari penat.
****
"Kyra," panggil Naya yang entah datang darimana. Indy menengok ke arah sahabatnya yang sedang memutar bola mata malas, dengan tangannya yang masih memainkan sedotan. Kyra sama sekali tidak mengerti mengapa Naya tidak pernah lelah mengganggunya. Menurutnya, gadis itu tidak mengerti suasana dan waktu, bagaimana bisa dia ingin membuat keributan di tempat seramai kantin, yang mana semua penghuni sekolah akan memenuhi tempat ini. "Sini lo."
"Ogah, lo aja yang kesini," tolak Kyra.
"Gue ada urusan ya sama lo."
"Ya udah sini, ngapain harus gue yang kesana?"
Naya melangkah lebar, mendekat ke arah Kyra dan Indy yang masih diam di tempatnya. "Lo kok nggak tau diri ya, Ra!" tembaknya langsung.
"Maksud lo apa ngomong gitu? Mau cari masalah lo?" tanya Indy tidak mengerti.
"Diem, gue nggak ada urusan sama cewek kayak lo, Ndy."
"Cewek kayak gue? Cewek kayak gimana maksud lo?" Indy terlihat tidak terima dengan konteks yang diucapkan Naya.
Kyra menahan temannya, tidak ingin melibatkan Indy terlalu jauh dengan gadis gila seperti Naya. "Tujuan lo apa sih, Nay? Perkara Aslan lagi? Lo kok nggak ada capeknya sih ngurusin hidup gue sama Aslan?" protes Kyra.
"Emang dasarnya lo nggak tau diri ya. Aslan salah apa sih sama lo? Kenapa lo selalu ngelibatin Aslan dalam bahaya? Lo kenapa musti ngerepotin dia? Tau diri kek, hidup Aslan bukan cuma buat lo repotin," kata Naya panjang lebar.
"Jadi hidupmu cuma lo buat untuk ikut campur urusan orang? Nggak ada kerjaan lain yang lebih bermanfaat, Nay? Kasihan banget, sih, lo. Lagian, lo tau apa, hah? Gue nggak pernah ngelibatin Aslan dan nggak pernah punya niat untuk ngerepotin dia. Tanya aja sendiri ke Aslan, kenapa dia musti bantuin gue? Padahal gue nggak minta untuk dibantu. Nay, lo nggak perlu repot-repot urusin hal nggak penting kayak gini, lo nggak perlu capek-capek cari masalah sama gue cuma perkara Aslan," jelas Kyra. "Lo sendiri kayaknya udah nggak punya malu, deh. Aslan ngasih apa sih ke lo? Dia nyuruh apa sampe lo harus bertindak kayak gini? Sakit lo? Dengan lo bersikap gini ke gue, lo semakin ngeliatin kalau hidup lo menyedihkan," cetusnya.
"Jaga mulut lo!"
"Apa?! Emang lo sendiri udah berhasil jaga mulut? Nggak, kan?" Kyra bangkit dari duduknya, berdiri tepat di hadapan Naya. "Cepet sembuh ya, Nay. Gue doain semoga Aslan nggak makin ilfeel liat tingkah lo yang menyedihkan ini," ucapnya sebelum berlalu.
Naya mengepalkan tangannya, menahan emosi dengan perkataan yang Kyra tujukan untuknya. Dia tidak terima dengan ucapan itu, tidak terima ketika Kyra mengatakan bahwa hidupnya menyedihkan. Tidak, hidupnya sama sekali tidak menyedihkan, dan Naya pun berharap begitu.
****
"Bro!" sapa Vale menepuk pundak temannya yang sedang bergelut dengan novel yang sengaja ia bawa dari rumah, untuk menemaninya ketika Vale sedang sibuk dengan para penggemar di luar sana. "Naya cari masalah sama Kyra tuh," katanya tiba-tiba.
Aslan sontak menghentikan aktivitasnya, sedikit melirik ke arah Vale untuk meminta penjelasan. "Cari masalah gimana?" tanyanya tidak mengerti.
"Katanya barusan sempet ada ribut di kantin," jawab Vale tidak memberikan jawaban. "Mereka juga sebut-sebut nama lo," tambahnya. "Gue heran deh, kenapa sih, si Naya segitunya kalau demen sama lo? Lo pernah kasih guna-guna apa gimana?"
Tangan lelaki itu mendaratkan jitakannya pada temannya yang memamerkan wajah polos tanpa dosa miliknya. "Sebenernya gue juga nggak ngerti sih, kenapa Naya segitunya padahal gue udah berkali-kali nyuruh dia untuk berhenti," jelas Aslan.
"Kayaknya lo harus turun tangan, Lan, daripada Naya makin cari masalah sama Kyra."
"Nggak, terserah mereka aja. Nggak ada urusannya juga sama gue," tolak Aslan.
"Pala lo, enak banget ngomongnya. Kalau Naya sampe ngomong hal-hal yang nggak bener tentang lo, itu sama aja lo bikin nama lo sendiri jadi jelek tanpa ada usaha buat ngecegahnya. Ya emang bukan urusan lo sih, tapi ini tentang nama baik," cerocos Vale.
Perkataan Vale ada benarnya, jika dia tetap diam, sama saja dengan dia membiarkan Naya untuk terus melakukan aksi bodohnya itu, aksi yang sebenarnya sama sekali tidak menguntungkan gadis itu. Logika Aslan masih tidak bisa mengerti tentang semua hal yang Naya lakukan. Bagaimana bisa seorang Naya, yang sempat menjalin pertemanan dengannya, sampai tergila-gila hingga selalu mengganggu hidupnya. Dia pikir, Naya akan lelah dengan segala perjalanannya yang searah dan sendirian, tetapi ternyata gadis itu lebih keras dari yang Aslan kira.
"Jadi?"
"Oke." Lelaki itu menghembuskan napasnya kasar, menutup novelnya dan menyimpannya di laci meja. "Gue bakal bikin ini semua selesai," katanya berlalu.
****
Naya menyandarkan tubuhnya pada salah satu pohon di depan kantin. Memorinya masih memutar perkataan yang dilontarkan Kyra beberapa menit lalu. Sial, dia benar-benar terganggu dengan Kyra dan segala ucapannya. Dari sekian orang di sekolah ini, kenapa harus Kyra yang berurusan dengannya?
"Kyra, gue belum selesai sama lo," gumamnya pelan. Emosinya sedikit terganggu karena sesuatu yang berhasil membuatnya tersentak ketika seseorang menarik tangannya kasar. "Apaan sih! Lepasin gue.."
Author Note.
Gila, udah berapa lama ya aku nggak muncul di dunia ini? Kangen bangetttt. Sorry yaa ngilang lama karena masih banyak urusan yang harus diselesaiin. Sorry juga karena ngegantung kisah mereka dan bikin kalian nunggu. Semoga ada yang nunggu sih, meskipun satu tapi Alhamdulillah daripada nggak ada yang nunggu. Dih, pede banget ya aku?
Oh iya, makasih buat kalian semua yang setia sampai part ini, setia nunggu juga bagi yang nunggu. Dukungan kalian sangat berarti, serius. Jangan lupa tinggalkan jejak agar aku tidak merasa sedang sendirian.
See u!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Tight
Teen FictionJika kau bertemu dengan gadis cantik yang terkenal dengan sifat angkuhnya, akankah kau mencintainya? Lalu, jika kau bertemu dengan lelaki pintar dan juga baik hati tetapi memiliki sikap yang dingin, akankah kau membuka hati untuknya? Lantas, apabila...