Permainan Selanjutnya

16 5 2
                                    

"Lagian, tumben banget gerak refleks lo lambat, sih?" respon Indy khawatir setelah mendengar cerita dari Kyra sembari mengganti kasa steril dan perban pada luka sayatan di tangan sahabatnya. "Ini sayatannya lebar loh, Ra," tambahnya.

"Iya tau," ujar Kyra santai. "Ya udah sih, nggak apa."

"Ntar Abhim gue marahin deh, udah bikin lo kek gini."

Kyra mengernyit, "Kok Abhim? Dia nggak salah apa pun loh, Ndy."

"Harusnya, kan, Abhim yang anter lo pulang, kenapa malah nitipin lo ke Aslan? Ini ulah Aslan juga berarti?"

Setelah luka Kyra kembali tertutup kasa dan perban, gadis itu menarik tangannya dari pegangan Indy. "Bukan salah Abhim dan bukan salah Aslan. Ini tuh murni ulah si bajingan itu, cari masalah dia sama gue."

"Lo sempet lihat mukanya, nggak?" tanya Indy penasaran. "Atau lo masih inget gimana bentukannya?"

Gadis itu menggeleng pelan, dia sama sekali tidak bisa melihat wajah orang yang telah berani melukainya. Dia mendengus, mengapa tidak terpikirkan olehnya untuk mengamati lebih jeli seseorang yang tak segan menggoreskan benda tajam padanya. Sebenarnya, bisa saja dia menghindar dari serangan itu, jika Aslan tidak memanggil namanya secara tiba-tiba dan membuatnya terkejut.

Indy mengembalikan kotak P3K ke tempatnya kemudian mengucapkan terima kasih pada siswa yang sedang bertugas menjaga UKS. Mereka pun keluar dari ruangan serba putih ini lalu melangkah menuju kantin karena alarm perutnya yang mulai berdering.

****

"Aslan!" seru Naya berlari kecil, berusaha menyejajarkan langkahnya dengan lelaki yang selalu memaksanya untuk terus berlari tanpa henti. "Tunggu, gue mau bareng!"

Sang empu nama tidak merespon, tetap melangkah tanpa tertarik untuk berhenti sejenak, menunggu dan mempersilakan Naya menghampirinya. Vale, yang berjalan di sebelahnya tersenyum kecil. Bukannya jahat, dia hanya menikmati permainan kucing-kucingan antara Naya dan Aslan.

Manik mata Aslan tidak sengaja menemukan Kyra dan Indy yang sedang berjalan berlawanan arah, dua gadis itu tampak berbincang dan sibuk dengan obrolan mereka. Vale meyenggol siku Aslan, memberitahunya mengenai keberadaan Kyra dan Indy, yang sebenarnya Aslan sendiri sudah mengetahui tentang hal itu. Tangan Kyra sontak menarik perhatian Aslan, tangan yang berhasil membuat dirinya tidak berhenti cemas semalaman.

"Kyra," panggilnya saat jarak mereka hanya sekitar lima langkah. Kyra dan Indy lantas menghentikan langkahnya, membiarkan Aslan dan Vale tetap melanjutkan aktivitasnya, mendekat tepat di hadapan mereka berdua.

Kyra menunduk, mengamati tangannya yang masih dibalut perban karena Aslan juga fokus menatap tangannya. "Udah nggak apa," ucapnya tanpa ditanya.

Aslan bergeming kemudian meraih tangan Kyra, hendak mengamati lebih jelas. "Kalau nggak papa, pasti udah lepas perban," ujarnya.

Vale, yang merasa terabaikan, segera merangkulkan tangannya pada Indy, membuat gadis itu sedikit terkejut dengan perlakuan lelaki yang lahir ditanggal 20 Maret itu. "Apaan nih?" tanyanya pada Vale.

"Ikut gue, yuk! Gue traktir di kantin," sogoknya melirik Aslan dan Kyra bergantian, bermaksud memberi kode pada Indy.

Indy yang menangkap maksud dari Vale, memanggut tanda mengerti. "Ya udah, kita tunggu di kantin ya, guys!" pamitnya pada Kyra dan Aslan, kemudian berlalu bersama Vale.

"Udah diobatin lagi? Udah ganti kasa sama perban baru?" tanya Aslan kembali membuka percakapan.

"Udah," jawab Kyra singkat. Lehernya sengaja dia panjangkan guna melihat apakah ada orang lain yang sedang memperhatikan mereka, karena pasalnya keberadaan dia dan Aslan tepat di tengah-tengah koridor yang menjadi rute lalu-lalang warga sekolah. Nyatanya, Kyra berhasil menemukan sosok Naya yang berdiri lumayan jauh dari posisi mereka, mengamatinya dan Aslan dalam diam. "Urusan rumah tangga lo belum kelar ya?"

"Hah?" tanya Aslan tidak mengerti. "Rumah tangga?"

"Tuh," tunjuk Kyra dengan dagunya, menunjuk Naya yang masih terdiam. "Masih ditunggu," lanjutnya.

Aslan menoleh sejenak kemudian kembali menghadap ke arah Kyra. "Cuekin aja," ucapnya.

"Lanjutin aja dulu urusan rumah tangganya, gue nggak mau ikut campur," ucapnya sebelum berlalu, hendak menyusul Vale dan Indy yang mungkin sudah duduk manis di kantin, berniat untuk  meninggalkan Aslan sendiri.

"Oh iya," ucap Kyra berbalik setelah beberapa langkah, teringat akan sesuatu. "Thanks udah kirimin gue P3K lengkap dan makan malam, sorry kalau udah ngerepotin. Sebarnya, lo nggak harus lakuin itu."

"Itu termasuk tanggung jawab gue."

"Terserah, thanks," ucapnya sekali lagi sebelum benar-benar pergi.

"Sama-sama."

****

"Udah berkali-kali gue bilang, jangan sampai kalian bikin cewek itu terluka," hardik lelaki itu sembari melemparkan sebatang rokoknya kemudian menginjaknya hingga padam. "Harus gue kasih tau berapa kali, hah?"

"So.. sorry, bos. Niat gue cuma kasih dia pemanasan," belanya menunduk, tidak berani menatap lelaki berpakaian serba hitam yang masih membelakanginya. "Tapi dia nggak sendirian, ada seseorang yang bersamanya," lanjutnya.

Dia melangkah menuju jendela yang langsung menunjukkan kelebatan hutan. Ya, rumah serba hitam ini berdiri megah di tengah hutan. "Gue sama sekali nggak peduli tentang hal itu. Jangan menargetkan siapa pun, kecuali Kyra. Dan ingat, gue nggak mau lo lukain dia lagi."

"Siap bos."

Lelaki itu tersenyum miring dengan tangannya yang dilipat di depan dada, "Kyra, selamat datang di permainan selanjutnya."

Author Note

Halo selamat malam wahai teman-teman yang berbahagia! Gimana nih respon kalian untuk part ini? Semoga memuaskan ya!

Ih, itu siapa lagi ya yang mau nyelakain Kyra? Kasihan banget mana masih muda:(

Oh iya, makasih banget udah baca sampai part ini, love u guys! Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar dan dukungan suara yaa! Mari kita rawat HMT sama-sama!

See u when I see you! Jangan lupa bahagia!

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang