Recital Piano

21 10 7
                                    

Indy segera berlari, menjatuhkan Jenga UNO di sembarang tempat. Begitu pula dengan Abhim yang juga tak kalah panik. Pikiran mereka kalut memikirkan Kyra yang sedang sendirian di taman, terlebih pemadaman listik yang terjadi diluar kendali mereka.

"Kyra!" teriak Indy menembus kegelapan. Ia menajamkan penglihatannya, berusaha menemukan keberadaan Kyra. Tanpa menunggu perintah, Abhim langsung menyalakan fitur senter di gawainya, berharap dengan cahaya secukupnya bisa membantu mereka menemukan gadis, yang semoga keadaannya baik-baik saja walau itu tidak mungkin terjadi. "Kyra!" panggil Indy lebih keras, berdoa supaya Kyra dapat merespon panggilannya dan memberikan mereka tanda dimana lokasi dia berpijak.

Penerangan dari gawai Abhim akhirnya menemukan sosok gadis yang sedang terduduk lemas di rerumputan, dengan tangannya yang berusaha menutup seluruh bagian kepalanya. Napasnya tidak teratur, air matanya terus mengalir, dan tidak sedikit pun suara terdengar dari bibir kecilnya. Abhim melangkah lebar menghampiri Kyra, merendahkan posisinya kemudian memeluk Kyra erat, bermaksud meredakan ketakutan yang Kyra rasakan. "It's okay, lo aman sekarang, Ra," bisik Abhim lembut. Tangannya mendekap Kyra erat dan sesekali membelai puncak kepala Kyra.

Indy bergegas mencari cara agar pencahayaan kembali menyala, tidak tega melihat sahabatnya yang terlihat sangat kacau. Setelah beberapa sekon, akhirnya Indy berhasil menyalakan seluruh penerangan di taman belakang. Wajah kacau Kyra terlihat lebih jelas, menggerakkan hati Indy untuk mengelus pundaknya halus seakan mengalirkan kehangatan yang ia miliki. Perlahan Abhim melepaskan pelukannya ketika Kyra sudah mulai tenang, dia melepaskannya dengan sangat hati-hati.

"Ada gue sama Indy yang bakal ngelindungi lo," kata Abhim masih menenangkan Kyra, tetapi tetap tidak mendapatkan respon apa pun darinya. "Lo udah aman, Kyra," tambah Abhim.

Indy tidak bisa berkata-kata, yang dia lakukan hanya terus mengusap pundak Kyra, menyalurkan rasa aman pada sahabatnya. Kyra masih tersiksa dengan rasa takutnya yang secara tidak langsung telah membuatnya mengeluarkan banyak energi dari dalam dirinya, mengundang pening yang menyerang tanpa ampun. "Ra, lo masih kuat kan?" tanya Indy semakin khawatir melihat Kyra seakan tidak memiliki tulang, lemas tak berdaya.

Dengan kesigapannya, Abhim mengangkat tubuh Kyra, menggendongnya lalu membawanya masuk ke rumah. "Lo bikin teh hangat ya, gue bawa Kyra ke kamar lo dulu," perintah Abhim yang kemudian mendapat anggukan dari adiknya.

****

Keadaan gedung terlihat semakin sesak, memenuhi semua kursi yang telah disiapkan. Jantungnya bergedup cepat, andai saja itu dapat didengar langsung oleh telinga, mungkin detak jantungnya sudah tidak berirama karena saking cepatnya. Gadis dengan gaun berwarna rose gold itu memegang tangan wanita paruh baya yang berdiri di sebelahnya dengan erat, berusaha menutupi rasa gugup yang menyerang tanpa ampun dan berhasil membuatnya takut.

"Kyra, kamu pasti bisa," kata beliau yang ternyata adalah mama dari gadis cantik bernama Kyra. "Ini acara kamu, Papa sudah menyiapkan banyak hal untuk ini, sayang. Mama berharap recital piano kamu berjalan dengan lancar," tambah beliau.

"Kyra takut, Ma," cemasnya.

"Lakukan seperti yang biasa kamu lakukan, Nak. Jangan gugup hanya karena banyak sekali orang yang datang untuk melihat mu. Lihatlah mereka, mereka menantikan permainan piano mu yang indah. Jangan kecewakan semua orang, terutama Papa ya."

Gadis kecil itu menarik napas dalam, menetralkan jantungnya agar lebih stabil karena hal itu dapat membuyarkan konsentrasi ketika dia harus menyatu dengan piano. Mama benar, dia tidak boleh mengecewakan siapa pun, dia harus menyajikan permainan piano yang indah dan terkenang oleh semua orang yang menyempatkan hadir di gedung milik keluarganya.

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang