Ternyata Dunia Sesempit Ini

64 17 19
                                    

"Lo cowok yang tadi, kan?" tanya Kyra meyakinkan. Ya, tidak salah lagi, lelaki ini adalah lelaki yang sama dengan seseorang yang mendorongnya hingga jatuh di tepi lapangan basket.

Aslan terdiam, tidak berminat untuk menjawab pertanyaan dari gadis di hadapannya. Tangannya memegang tangan Kyra, memindahkan payung dari genggamannya, lalu mengenakan kupluk hoodie-nya. "Bawa payung gue," ucapnya singkat kemudian berlari menembus hujan, bermodalkan hoodie yang setia menyelimuti raganya. Sebenarnya Aslan benar-benar menyadari bahwa hoodie yang ia gunakan sama sekali tidak membantu, tetapi entah kenapa, dia merasa harus merelakan satu-satunya payung yang ia miliki pada gadis yang masih menatapnya dengan datar.

Kyra tidak berkutik, masih terkejut dengan semua yang dilakukan lelaki itu. "Ada ya cowok kayak gitu?" katanya berbicara sendiri. Ia memerhatikan tangannya yang masih memegang payung yang baru ia dapatkan, mencoba untuk mencerna apa yang baru saja terjadi.

***

Tangan lentiknya meraih sisir yang tergeletak di atas meja riasnya, merapikan rambutnya yang masih basah. Kyra baru saja menyelesaikan ritual mandinya setelah hampir satu jam berjalan di tengah hujan angin demi menunggu Pak Po yang ternyata terjebak macet, pantas saja Pak Po tidak kunjung terlihat. Kyra melihat bayangannya di kaca lalu menghembuskan napas panjang. Betapa kesepiannya gadis ini, berpisah dengan orang tuanya yang tinggal di luar negeri karena urusan bisnis. Bahkan, orang tuanya sama sekali tidak berusaha untuk tetap menjalin komunikasi dengannya, meskipun hanya sekadar mengucapkan 'Selamat tidur' atau 'Semoga harimu menyenangkan'.  Ya, dia hidup sendirian di rumah semewah ini, hanya ditemani oleh supir, satpam, dan asisten rumah tangganya. Entah sudah berapa lama dia tidak berkomunikasi dengan orang tuanya hingga ia merasa sedang menjalani simulasi menjadi anak yatim piatu.

"Non, makanannya sudah bibi siapin di ruang makan," kata Bi Ijah dari luar kamar, membuyarkan lamunan Kyra.

"Makasih ya, Bi," ucap Kyra tanpa beranjak dari duduknya. Sebenarnya dia sangat lapar, tetapi dia tidak memiliki nafsu untuk melahapnya. "Nanti aku makan kalau udah nafsu ya," tambahnya.

Tangan Kyra meraih bingkai foto yang menunjukkan Kyra kecil dengan kedua orang tuanya, berlatarkan hamparan kebun Bunga Sakura. Foto tersebut diambil ketika dia dan keluarganya berlibur ke Jepang beberapa tahun yang lalu, sebelum orang tuanya menjadi sesibuk saat ini. "Kyra kangen."

***

Bibir tipisnya tersenyum riang ketika melihat cucu kesayangannya datang, membuat kulit keriput di wajahnya terlihat semakin nyata. "Kamu sudah pulang, Lan," sambutnya lemah. Aslan tersenyum, melangkah mendekati ranjang pasien. "Kok basah semua? Di luar hujan?"

"Nggak, aku disiram sama orang tadi," canda Aslan terkekeh.

"Oma nanya serius loh, ini," cetus Oma kesal.

"Iya, Oma, di luar lagi hujan deras. Bunda kemana, Oma?" tanya Aslan mencari keberadaan bundanya sembari meletakkan tas sekolahnya di kursi pengunjung.

"Bunda masih ada pasien. Kamu mandi dulu, biar nggak masuk angin," ujar Oma dan dibalas anggukan oleh Aslan. "Nanti kamu tidur di rumah aja ya, biar Bunda yang jagain Oma disini."

"Aku aja yang disini, Oma. Jarang-jarang, kan, pasien yang Bunda pegang lebih sedikit dari biasanya," jawab Aslan sambil memilah-milah baju di tasnya, dia sengaja menyediakan beberapa baju untuk ganti selama ia menemani Oma-nya di rumah sakit.

"Tapi Oma pengen ditemenin Bunda kamu, kamu istirahat aja ya di rumah," pinta Oma.

"Ya udah, nanti aku pulang kalau udah makan malam ya," kata Aslan menyerah. "Oma cepet sehat dong, biar kita bisa pulang sama-sama."

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang