"Udah berapa lama lo ngeliatin gue?" tembak Kyra setelah menangkap basah Aslan yang masih memperhatikannya. Sebenarnya dia tidak benar-benar terlelap, bisa dibilang dia hanya memejamkan mata. "Berani banget lo ngeliatin gue sedeket itu," tambahnya datar.
"Siapa juga yang ngeliatin lo, buang-buang waktu," elak Aslan menyadarkan dirinya ke kursi. Kyra tersenyum tipis, dia tahu Aslan berbohong, telinga merahnya lebih jujur dibandingkan perkataannya. "Lo kenapa tidur disini?"
"Emang Abhim pernah bikin peraturan tertulis tentang pengunjung dilarang tidur? Ralat, dilarang memejamkan mata?" Aslan bergeming, dia tidak mau terlibat percakapan panjang dengan gadis di sebelahnya itu karena dia tahu, Kyra tidak akan menghentikan perdebatan begitu saja. "Kosakata di otak lo emang seterbatas itu ya, Lan?"
"Maksud lo?"
"Lo terkesan selalu menghentikan sebuah dialog yang baru aja dimulai," papar Kyra. "Atau, lo sengaja menghindar dari dialog?" tebaknya.
"Gue nggak mau ngebuang kosakata gue untuk hal-hal yang bisa gue hindari," jelas lelaki itu. "Kosakata gue terlalu berharga untuk itu."
"Cih," cibir Kyra tersenyum miring. "Kok ada ya cewek yang secinta mati itu sama lo?"
"Gue juga nggak mau membuang tenaga gue untuk sesuatu yang nggak penting," sindir Aslan. "Lo mau cari masalah sama gue?"
"Woy, Lan! Udah dateng?" sapa Abhim mengalihkan pandangan Aslan ke arahnya. "Cappucino biasa kan, Bro?"
"Yoi, Bhim. Thanks ya, nanti gue bayar," ucapnya berterima kasih.
"Ngapain bayar? Ini caffe gue, semua temen gue bebas mau pesen apa aja, gratis."
"Ya lama-lama lo sendiri yang bangkrut," celetuk Kyra.
"Kalau buat kesenengan temen, ngga bakal bangkrut kok, Ra. Nggak boleh perhitungan sama temen sendiri," bela Abhim. "Ntar gue anterin ke meja lo, Lan."
****
Mobil merah Aslan melaju membelah keramaian jalan. Netra Aslan melirik ke arah gadis yang sedang asyik mengamati gedung bertingkat di sepanjang jalan. Ya, Abhim menitipkan Kyra padanya untuk mengantarnya pulang karena masih ada urusan yang masih harus Abhim rampungkan.
"Lo nggak mau cari makan dulu?" tanya Kyra tanpa menoleh ke arah pengemudi. "Gue laper," tambahnya.
"Lo udah makan di tempat Abhim," ujar Aslan datar.
"Emang salah kalau gue masih laper?"
"Emang ada yang ngomong kalo lo salah?" Gadis itu mendesis, menyumpah serapahi lelaki tanpa ekspresi di sebelahnya sepelan mungkin. "Mau makan dimana?" tawar Aslan tiba-tiba, ia tidak ingin merasa bersalah ketika Kyra sakit karena kelaparan.
"Wah..." kagum Kyra memperhatikan Aslan tidak percaya. "Bener-bener ya, lo emang serba tiba-tiba," ujarnya.
"Pujian atau sindirian?"
"Keduanya," jawab Kyra santai. Aslan tersenyum tipis, berharap Kyra tidak menyadari ujung bibirnya yang naik. "Dih, kenapa senyum? Emang ada yang lucu?" tembak Kyra yang ternyata menyadari perubahan eskpresi pada Aslan, membuatnya kembali memasang wajah datar andalannya.
"Mau makan dimana? Cepet, sebelum gue berubah pikiran," ancam Aslan mengabaikan pertanyaan Kyra.
Kyra menatap ke jalan, seakan berpikir makan malam seperti apa yang ia inginkan, sebelum lelaki di sebelahnya berubah pikiran. "Gue mau fast food aja, gue mau burger," katanya setelah berpikir. "Lo juga?"
"Ya kalau lo aja yang beli, gue bener-bener jadi supir lo dong," cetus Aslan. "Mampir ke rumah sakit dulu, gue mau ambil dompet."
"Jadi lo nggak punya rumah? Selama ini lo tinggal di rumah sakit?" Mendengar pertanyaan Kyra, Aslan menepikan mobilnya lalu mematikan mesinnya. Kyra mengerjapkan matanya, mencoba mengerti dengan apa yang sedang Aslan lakukan. "Kok berhenti?"
"Lo yang berhenti ngomong apa mobilnya aja yang berhenti?"
Kyra melipat bibirnya, baru menyadari fakta bahwa selama perjalanan, Aslan tidak merasa nyaman ketika ia ajak bicara. "Ya sorry, gue kan cuma nanya," ujarnya halus. "Lo kan bisa ngomong kalau nggak nyaman, nggak perlu gini juga, sih."
Aslan menghembuskan napas kasar, ia tidak bermaksud membuat Kyra merasa bersalah. "Ya udah, kita mampir ke rumah sakit dulu," ulangnya dingin.
"Sebenernya nggak perlu ambil dompet lo, Lan. Lo bisa banget pake uang gue dulu kok, gue bawa lebih," tawar Kyra.
"Gue lebih pilih ambil dompet daripada punya hutang ke orang," tolaknya sebelum kembali menyalakan mesin mobilnya.
Selama perjalanan menuju rumah sakit, yang terdengar hanyalah suara lalu-lalang kendaraan bermotor karena kedua insan tersebut lebih memilih untuk tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
Setelah beberapa menit bergabung dengan padatnya metropolitan, akhirnya mereka sampai di parkiran mobil salah satu rumah sakit terkenal. Aslan turun dari kursi pengemudinya lalu menoleh ke arah Kyra, seakan melemparkan pertanyaan padanya, "Lo ikut gue apa diem disini?"
"Gue disini aja, tapi jangan dikunci mobilnya," ujar Kyra yang berhasil menangkap pertanyaan Aslan. "Jangan dikunci biar gue bisa keluar kalau gue bosen nungguin lo," jelasnya. Aslan mengangguk mengerti kemudian menutup pintu mobilnya, melangkah menuju lobby rumah sakit.
Kyra menyandarkan dirinya, memejamkan matanya sejenak. Dia sangat ingin memiliki kekuatan supranatural agar bisa menghilang dari dunia ketika ia ingin berlari dari segala masalahnya. Napasnya dihembuskan secara kasar. "Ini emang dunia nggak bisa berhenti bentar gitu ya? Capek gue," gerutunya pada diri sendiri.
Dia memutuskan untuk menunggu Aslan di taman seberang parkiran, menghirup udara yang sebenarnya tidak terlalu segar, tetapi setidaknya bisa menyejukkannya. Setelah duduk di salah satu kursi panjang, ia mengamati kesibukan yang terjadi di sekitar halaman rumah sakit. Ya, dia memang suka mengamati tiap insan yang sedang berlalu-lalang dengan kesibukan yang seakan tiada henti. Dia hanya suka mengamati dibanding terlibat diantara mereka.
Namun, entah mengapa perasaannya seakan mendeteksi gerak-gerik selain dirinya, merasakan ada orang lain yang sedang mendekat ke arahnya. Dia melangkah perlahan seolah tidak ingin Kyra menyadari kehadirannya. Dengan was-was, Kyra melirik ke belakang, menyiapkan reflex tercepatnya jika memang orang itu memang menjadikan dirinya sebagai target. Dan ya, memang ada seseorang disana, berjarak beberapa langkah di belakangnya, mengenakan baju serba hitam yang dipadukan dengan topi hitam dan juga masker yang menutupi sebagian wajahnya.
Kyra memutar bola matanya malas, dia sama sekali tidak tertarik untuk dijadikan target oleh orang asing itu. Sebenarnya, apa yang ia inginkan darinya? Gadis itu bangkit dari duduknya lalu berbalik badan, menghadap langsung ke arah lelaki asing yang hanya tersisa jarak lima langkah darinya. Netra mereka saling bertatapan.
"Lo mau ngecopet?" tanya Kyra malas. "Gue lagi nggak mood, cari target lain aja ya."
Author Note
Selamat malam Minggu guys, ahaha lagi pada keluar nggak nih? Kalau kalian keluar, kita kemusuhan dulu ya! Jangan keluar-keluar, masih PPKM nih. Yok ditahan dulu yok jalan-jalannya, demi kebaikan semua orang!
Sebelumnya, aku mau ucapin makasih banget buat kalian yang setia baca HMT sampai sejauh ini:( Seneng banget aku huhu, thanks ya! Maaf kalau part ini agak flat, tapi part selanjutnya nggak bakal flat kok, semoga ya!
Gila, Kyra berani banget ngomong gitu ke orang asing:( Kalo cuma sekadar orang lewat kan, its okay ya. Kalo orangnya beneran jahat, apa nggak makin diserang ya dia? Aslan juga belom balik-balik astaga.
Oh iya, jangan lupa tinggalkan jejak kalian, okayy? See u really soon, lof!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold Me Tight
Teen FictionJika kau bertemu dengan gadis cantik yang terkenal dengan sifat angkuhnya, akankah kau mencintainya? Lalu, jika kau bertemu dengan lelaki pintar dan juga baik hati tetapi memiliki sikap yang dingin, akankah kau membuka hati untuknya? Lantas, apabila...