Sarah kembali masuk rumah sakit. Kondisinya kian memburuk dan tubuhnya semakin kurus. Diandra menunggui sang kakak setiap malam, bahkan ia tidak ingin meninggalkan Sarah jika Prama tidak memaksanya bersekolah.
Prama. Pria itu juga terlihat begitu menyedihkan karena memikirkan keadaan Sarah. Prama seperti mayat hidup yang tidak berselera lagi melihat matahari. Dunianya gelap, hatinya hancur dan pikirannya kacau.
"Kamu pulang aja, biar aku yang jaga." Prama berkata di belakang tubuh Diandra yang duduk di samping ranjang Sarah. "Kamu juga belum makan dan ganti baju," ucapnya melihat Diandra masih mengenakan seragam sekolah.
Namun Diandra diam membisu dan tidak bergerak dari posisinya.
"Di, kalau kamu sakit nanti Sarah akan sedih."
Gadis itu masih mengabaikannya. Prama menghela napas panjang lantas memejamkan mata ketika keningnya berdenyut sakit, kemudian ia memutuskan untuk duduk di sofa dan beristirahat sebentar. Prama tidak boleh jatuh sakit, tapi sepertinya ia terlambat menyadari hal itu karena sekarang kepalanya semakin terasa berat.
Prama tidak tahu berapa lama ia tertidur, karena ketika membuka mata sudah ada Diandra yang juga tertidur di sofa seberangnya.
Prama memandangi gadis itu, bibirnya pucat dan wajahnya yang lelah terlihat jelas. Prama melepas jaketnya dan menggunakan itu untuk menyelimuti Diandra. Gadis itu tampak tidak terusik karena sepertinya Diandra sangat kelelahan dan mengantuk.
Sekarang langkah kaki Prama menuju ranjang Sarah. Istrinya masih saja memejamkan mata meski sang suami tengah menciumi punggung tangannya.
Lebih sepuluh menit Prama meletakkan kepalanya di sisi Sarah, sampai ia merasakan pergerakan tangan wanita itu dalam genggamannya. Sontak, Prama pun bangun dan melihat Sarah yang sudah membuka mata.
"Sarah, akhirnya kamu bangun. Apa kamu butuh sesuatu? Aku akan—"
"Pram...."
Sarah mengeratkan pegangan tangan mereka, lalu dengan gerakan matanya ia meminta Prama untuk mendekat.
"Apa? Kamu mau mengatakan sesuatu?"
Sarah mengangguk, Prama pun mendekatkan kepalanya untuk mendengar ucapan Sarah.
****
Dua bulan kemudian.
"Berapa kali kubilang untuk berhenti merokok, Diandra?"
"Tiga ratus sembilan kali," jawab Diandra lantas mengembuskan asap itu ke wajah Prama.
Prama menghela napas panjang, ia baru saja pulang karena mengurus pekerjaannya yang cukup banyak hari ini. Well, menjadi pengajar tentu bukan pekerjaan Prama satu-satunya. Jadi, ketika melihat apartemennya sangat berantakan, penat dan emosi Prama tentu meningkat. Namun ia harus bersabar karena jika tidak, Diandra akan menciptakan masalah lain yang membuat kepalanya semakin pusing.
"Nah, kamu tau itu. Apa kamu nggak bosan?" tanya Prama seraya mengambil rokok itu dari bibir Diandra. Gadis itu mengumpat dan siap memakinya, tapi Prama lebih dulu berkata, "Jaga kesehatan, jaga kandungan. Aku nggak mau anak-anakku nanti memiliki penyakit paru-paru hanya karena kecerobohan ibunya."
"Sialan! Siapa yang mau hamil anak kamu?! Lagian aku ngerokok cuma waktu setres aja, nggak setiap hari!"
"Kamu akan melahirkan anak-anak aku di masa depan, Diandra. Aku juga mau ASI-mu sehat dan berkualitas. Oh, ya ampun, kamu minum beer juga?"
Prama mendapati dua kaleng beer merk ternama yang biasa ia temukan di minimarket.
"Kandungan alkoholnya nggak banyak, itu nggak akan bikin mabuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story Collection
Короткий рассказCerita pendek. Boleh request cerita dan kasih ide. Lapak untuk sobat halu. 🚧 THE RULES: Komentar yang sifatnya menjatuhkan tanpa memberi saran akan langsung di-BLOCK. Kenapa? Karena aku sering banget nemu komen: "kentang banget thor" di beberapa...