My Hot Teacher (2)

16.1K 1.5K 237
                                    

Suara dari password pintu yang ditekan menyapa telinga Prama ketika ia baru saja memindahkan Sarah yang tertidur di sofa. Pria itu melihat jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

"Tell me, Diandra. Apa yang membuat guru lebih dulu berada di rumah daripada muridnya?" tanya Prama yang menyambut kepulangan gadis nakal itu di depan pintu. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana kain yang nyaman, sementara kaus putih lengan pendek itu tak mampu menutupi bisepnya yang keras dan menonjol.

"Tugas kelompok. Murid pulang terlambat karena mengerjakan tugas kelompok," sahut Diandra seraya melepas sepatunya.

"Tugas kelompok... jam sebelas malam dengan riasan tebal seperti itu?"

Diandra berdecak kesal karena Prama malah menginterogasinya sementara ia sudah sangat lelah. "Kenapa? Nggak percaya? Mau pakai make up juga?" tanya Diandra dengan seringai sinis menyebalkan. "Minggir, guru gadungan. Aku capek."

Prama menahan lengan gadis itu ketika Diandra ingin melewatinya. "No, aku belum selesai."

"Apa lagi sih?!" sentak Diandra nyaring. Dia berusaha melepaskan cekalan Prama tapi kekuatan pria itu sangat besar. "Kalau nggak percaya telfon aja Pak Pratama! Aku habis ngerjain tugas kelompok di rumahnya karena Vania yang suruh kita semua ke sana!"

Prama memicingkan mata menyelami kejujuran gadis itu dari netranya. Well, kalau sudah membawa nama sang kepala sekolah sepertinya Diandra berkata jujur.

"Kenapa bisa sampai malam begini? Apa Pak Pratama nggak mengusir kalian?"

"Kami main game, karaokean dan ditawari makan malam. Telfon aja sana daripada tanya terus tapi nggak percaya!"

"Calm down, berteriak terus bisa membuat tensimu naik."

"Aku nggak darah tinggi!"

"Oke, aku percaya."

"Lepas!"

Prama menghela napas lalu melepaskan cekalan tangannya. Diandra langsung pergi dengan kaki menghentak kasar dan mulut mengomel. Gadis itu... jelas-jelas memiliki watak dan tabiat yang berbanding terbalik dengan kakaknya, Sarah. Sarah Arwin adalah wanita anggun, penyayang, dan lemah lembut, ia selalu bertutur kata santun dan tidak pernah mengumpat. Sedangkan Diandra....

"Gadis itu seperti neraka berjalan," gumam Prama lantas memungut sepatu sekolah Diandra yang berserakan di depan pintu, pria itu meletakkannya di rak agar terlihat rapi seperti semula.

God.... Prama tidak bisa membayangkan jika dirinya benar-benar menikahi Diandra Arwin suatu hari nanti.

***

Sarah mengidap kanker otak stadium akhir. Rambutnya sudah habis rontok akibat kemoterapi, tapi wanita itu tak ingin terlihat menyedihkan sehingga selalu mengenakan rambut palsu setiap harinya.

Sepekan yang lalu, dokter menyarankan Sarah agar menjalani perawatan di rumah sakit. Namun, untuk yang ke sekian kalinya wanita itu menolak. Sarah tahu, bahwa usianya sudah tidak lama lagi. Jadi... ia ingin memanfaatkan sisa waktunya sebaik mungkin, menjadi istri yang sempurna untuk seorang Pramaji Aryasaka.

Meski tidak boleh mengerjakan hal berat, setidaknya Sarah masih bisa melakukan hobi kecilnya seperti memasak dan membaca buku. Dia senang jika Prama memakan masakannya.

Seperti pagi ini misalnya, Sarah yang dibantu Diandra tengah mempersiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Prama sedang membaca koran dengan kopi panas di depannya. Pemandangan dan momen itu membuat hati Sarah menjadi hangat dan diliputi kebahagiaan. Setidaknya, ia memiliki kenangan manis sebelum pergi dari dunia ini.

Short Story Collection Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang