"Boleh nebeng di payung lo nggak? Lo anak Bunga Pertiwi juga kan?"
Aku terkejut bukan main ketika seseorang menerobos payungku dan berteduh di bawahnya. Sore ini sedang turun hujan, langit terlihat seperti seorang gadis yang sedang badmood karena tamu bulanan ketika secara tiba-tiba mengubah hari yang cerah menjadi dingin dan basah.
"Hello... lo nggak lagi kesambet, kan?" Cowok itu menjentikkan jari di depan wajahku dan membuatku tergagap malu.
"H-hah?"
"Gue Akbar, kelas 11 IPS B," katanya memperkenalkan diri diiringi senyuman tipis. Aku tidak tahu kapan payung itu sudah berpindah ke tangannya, yang pasti kedua kaki kami sedang berjalan bersamaan menapaki aspal yang tergenang air hujan. Sepatuku basah, tapi aku tidak akan memikirkan itu karena aku sibuk mengontrol detak jantungku yang tiba-tiba memompa cepat.
"O-oh... kakak kelas berarti, aku...."
"Ferra, kan? Anak kelas 10 A. Bener nggak gue?"
"Eeehh... kok tau?!"
Akbar tergelak seolah ekspresiku sekarang begitu lucu. "Revano sepupu lo, kan? Kami sekelas."
Aku mengerjap beberapa kali, baru menyadari kalau aku memiliki seorang sepupu yang berada di kelas 11 IPS B. Aku memang nggak terlalu dekat dengan kakak sepupuku itu, tapi aku nggak menyangka Akbar bisa tahu namaku.
Aduh, kenapa pipiku jadi merah?
"Kok jalan kaki sih, rumah lo deket ya?" tanya Akbar lagi.
"Emm... nggak sih, aku lagi nunggu jemputan tapi mau ke minimarket yang di depan aja nunggunya. Kalau kakak?"
Cowok itu tersenyum lagi dan membuat wajahku semakin memerah. Aku tidak tahu kenapa aku begitu malu, tapi ini adalah tahun pertamaku menjadi siswi SMA, belum lagi aku tidak terbiasa mengobrol dengan orang asing... hal-hal seperti ini selalu membuatku salah tingkah sendiri.
"Samain lo ajalah."
Kuhentikan langkah kakiku dan begitu juga dengan Akbar. "Maksud Kak Akbar?"
Cowok itu mengangkat payungku lebih tinggi sehingga untuk pertama kalinya kami dapat melihat wajah satu sama lain. Akbar begitu tinggi dan aku harus mendongak untuk melihat dengan jelas warna matanya yang sepekat jelaga, rambut dan bahu Akbar yang dilapisi seragam pun sedikit basah karena ia terlalu banyak membagi payung itu kepadaku.
"Kakak basah," kataku dengan suara lirih, entah dia mendengarnya atau tidak, tapi aku dapat melihat ia sedang tersenyum hangat kepadaku.
"Nggak pa-pa, yang penting lo nggak kehujanan. Payung lo kecil gini, Fer. Lain kali bawa yang gedean coba."
Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. "Soalnya, aku kecil. Jadi payungnya juga kecil," sahutku konyol dan aku tidak peduli jika Akbar menertawaiku, tapi di luar dugaan, cowok itu menarik tanganku ke teras minimarket dan mengatupkan payung tersebut sebelum kami masuk ke dalam.
Akbar masih menggenggam tanganku ketika kami menyisiri rak demi rak, hingga akhirnya kami berhenti di depan sebuah keranjang besar yang berisi berbagai jenis payung di dalamnya.
"Nah, gede nih. Kalo kayak gini kan muat buat kita berdua," ucap cowok itu dengan senyum lebarnya.
"Kakak mau beli payung itu?"
"Iya, buat lo."
"Eh, jangan! Aku udah ada kan, buat kakak aja payungnya."
"Sssttt... diem, nanti lo pasti butuh payung ini. Percaya sama gue." Akbar mengambil payung berwarna biru muda polos itu dan membawanya ke kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story Collection
Short StoryCerita pendek. Boleh request cerita dan kasih ide. Lapak untuk sobat halu. 🚧 THE RULES: Komentar yang sifatnya menjatuhkan tanpa memberi saran akan langsung di-BLOCK. Kenapa? Karena aku sering banget nemu komen: "kentang banget thor" di beberapa...