My Pervert Boss (END)

31.9K 1.7K 79
                                    

“Bapak kenapa ngomong kayak gitu sama Papi Mami?! Kan saya udah bilang, batalin aja. Ini malah mau dicepetin. Gimana sih!”

“Kalau kelamaan takutnya khilaf, lagian saya nggak ada bilang setuju sama permintaan kamu tadi.”

“Bapak tadi bilang oke!”

Asli ya ini laki kok makin ngeselin. Jelas-jelas dia mengiyakan permintaanku sebelumnya. Masa gitu aja lupa?

“Itu saya ngomong sama diri sendiri. Hati saya tadi bisikin, katanya dipercepat aja … ya sudah saya jawab oke.”

“Nggak bisa gitu! Pokoknya sekarang ayo kita ngomong lagi sama Papi Mami. Bapak harus lurusin yang tadi karena saya nggak mau nikah sama Bapak!” seruku ingin menyusul orang tuaku yang sudah menunggu di luar restoran.

“Kenapa nggak kamu aja yang bilang, kamu yang menolak jadi kamu aja sana yang ngomong,” kata duda menyebalkan itu.

“Kalau saya ngomong nggak bakal didengerin, ish … ayo kita susul Papi Mami, nanti mereka keburu pulang.” Tanpa menunggu jawabannya segera menarik tangan atasanku itu.

Pak Satria menurut aja, tapi sayangnya saat berada di luar, mobil orang tuaku sudah nggak kelihatan lagi. Gimana deh, tadi katanya mau nungguin?

“Tuh kan udah pulang, ck. Gara-gara bapak ini tuh!” seruku tanpa sadar mengguncang tangan yang sedang kugandeng sekarang.

“Ya tinggal kita susul, toh kamu memang harus pulang, kan?”

“Nggak mau!”

“Oh, jadi kamu lebih memilih hidup sederhana di rumah kos yang kecil itu?”

“Ya emang kenapa? Kalau itu bikin bahagia dan bebas ya nggak masalah.”

“Oke, tapi apa kamu ingat kapan terakhir kamu belanja barang-barang branded dan melakukan perawatan mahal?”

Sialan. Apa dia meledekku karena aku lebih memilih hidup melarat?

“Arletta, dengar. Saya mau buat kesepakatan sama kamu,” kata Pak Satria sambil meremas kedua bahuku. “Kalau kamu menikah dengan saya, kamu nggak perlu khawatir tentang apa pun. Saya akan penuhi semua kebutuhan kamu dan mengembalikan kehidupan kamu seperti dulu, atau bahkan lebih. Selama ini kamu nggak mau hidup di bawah bayang-bayang kemewahan orang tua kamu, kan? Coba pikirkan lagi, Arletta. Kalau menikah sama saya, otomatis harta kekayaan saya juga jadi milik kamu.”

“Pak, saya memang suka hidup mewah dan belanja-belanja, tapi bukan berarti saya bisa dikadalin! Emang bapak kira saya nggak tau? Cowok kaya raya itu biasanya ngeselin dan suka semena-mena. Saya nggak mau nanti saya disetir hanya karena bapak menjamin kemewahan dalam hidup saya. Mana tau kan bapak selingkuh sama bebek kampus? Cih, tidak semudah itu, Ferguso.”

Pak Satria menggelengkan kepala lalu menjentik keningku dengan jarinya.

“Saya nggak akan melakukan itu sama perempuan yang sudah saya cintai sejak dia masih mengenakan seragam SMP.”

“Ha?”

Bentar, ini orang ngomong apa sih? Apa aku yang salah menangkap?

“Pak, Bapak tau kan saya nggak terlalu pintar. Bisa dijelasin lagi nggak yang tadi?” tanyaku sambil mengerjap bingung.

Pria itu terkekeh lantas menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Aku memberontak tapi serangan berikutnya datang tepat di puncak kepalaku. Ya, Pak Satria mengecup kening dan kepalaku beberapa kali.

“Kamu benar-benar nggak ingat?”

Apanya? Apa yang harus kuingat? Sebenarnya apa yang dikatakan Pak Satria sekarang? Aku benar-benar tidak mengerti, tapi sikapnya aneh sekali. Seolah-olah, ia pernah mengenalku sebelumnya.

Short Story Collection Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang