Rangkaian 5

1K 123 7
                                    

Yuhuu!! Selamat malam semuanya, salam sejahtera untuk kita semua!

Gimana part kemarin? Pinisirin sama kelanjutannya? Skuyy lah!

Mimin nggak minta apa-apa, cuma kasih komen aja yang buanyak, okay let's go!

Mimin nggak minta apa-apa, cuma kasih komen aja yang buanyak, okay let's go!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

« 5 »

Hari yang kelam itu—walau selalu terjadi—tak pernah membuat Cakra untuk menyerah begitu saja menjalani kehidupan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari yang kelam itu—walau selalu terjadi—tak pernah membuat Cakra untuk menyerah begitu saja menjalani kehidupan. Dia menyadari, begitu banyak rasa sakit yang Anta torehkan padanya, jika dia terus bermalas-malasan maka semakin banyak pula yang akan dia dapatkan. Terkadang Cakra berpikir kenapa ayahnya itu tidak membunuhnya saja, namun sedetik berikut dia sadar kalau dia adalah bentuk pelampiasan. Hari yang berbalut mendung dipagi itu, seolah mendukung apa yang Cakra rasakan didalam hatinya, yang berkecamuk penuh dengan rasa yang tak bisa diluapkan.

Tak ingin terlarut dalam pilunya, dia memilih untuk pergi ke sekolah, mengayuh sepedanya dengan menahan rasa perih karena bekas jajahan Anta yang masih segar. Beruntunglah kemarin Budhe Ratih mendengar jeritannya, dan lebih beruntung lagi karena Anta tidak pulang hingga pagi ini. Entah apa yang terjadi padanya, terkadang Anta tidak sadar telah melakukan hal itu, saat pulang dia akan bersikap seolah tak terjadi apapun. Kadang Cakra mengira Anta dalam keadaan mabuk saat mengamuk, tetapi nyatanya dia tidak mencium bau alkohol yang menguar dari tubuh ayahnya.

Lamunannya buyar saat dia sadar telah sampai disekolahnya, jika biasanya dia berangkat pagi-pagi sekali maka kali ini Cakra berangkat saat sekolah sudah ramai. Dan disitu banyak pasang mata yang menatapnya, menatap jalannya yang tertatih, dan juga mungkin penampilannya yang terlihat kacau. Bahkan saat dia masuk ke kelasnya, kelas yang semula gaduh tiba-tiba hening. Tak menghiraukan tatapan penghuni kelasnya, dengan wajah datar dia berjalan menuju tempat duduk dan langsung menelungkupkan wajahnya di balik lipatan tangannya yang berada di meja.

Merapatkan jaketnya, Samudra tak ingin peduli melihat keadaan Cakra. Ia memfokuskan diri pada musik yang terputar dalam headphone yang dia kenakan. Berusaha meredam pening yang masih tersisa berkat sakit yang mendadak menyerangnya kemarin sampai malam. Bahkan pagi ini, ia harus bertengkar dengan Aura agar di ijinkan masuk sekolah.

Samudra Dan CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang