Chapter 4

2K 104 2
                                        


Suatu hari Shinichi baru sampai rumah tengah malam karena harus menyelesaikan kasus yang sangat penting. Ketika ia masuk kamar ia terkejut karena tidak menemukan Shiho di kasurnya. Samar-samar ia mendengar suara dari kamar mandi. Saat Shinichi mengintipnya, ia kembali dikejutkan melihat Shiho bersimpuh di depan toilet duduk sambil muntah-muntah hebat.

"Shiho!" Shinichi segera mengambil handuk bersih dan membasahinya dengan air hangat lalu menghampiri Shiho.

Shiho tak sanggup berkata-kata, ia terus saja muntah. Wajahnya pucat dan tubuhnya gemetar. Shinichi membantu mengusap-usap punggungnya. Shiho muntah hingga beberapa saat lagi sebelum akhirnya berhenti. Shinichi menekan tombol flashnya lalu membersihkan wajah Shiho dengan handuk basahnya.

"Shiho..."

Napas Shiho terengah-engah ketika bergumam sambil menangis, "Gomene..."

"Eh? Kenapa kau minta maaf?"

"Aku... Aku tidak mau kau melihatku seperti ini..." isaknya.

Shinichi mengerti. Seorang wanita tak ingin terlihat buruk di hadapan seorang pria. Tapi Shiho lupa suaminya adalah detektif. Shinichi sudah biasa melihat mayat yang paling menjijikan sekalipun, hanya wanita muntah bukanlah masalah besar. Tatapannya melembut ketika ia memeluk Shiho ke dalam dekapannya.

"Kau bicara apa..." bisik Shinichi. "Akulah yang seharusnya minta maaf karena sudah membuatmu susah begini..."

Mendengar Shinichi bicara begitu, tangis Shiho malah semakin deras.

"Kau gemetaran sekali Shiho, kuantar ke dokter ya?"

Shiho menggeleng, "Aku ingin tidur saja, aku lelah,"

Shinichi melepas pelukannya dan menangkup wajah Shiho, "Kau yakin?"

"Uhm," Shiho mengangguk.

"Baiklah, kuantar kau ke tempat tidur," ujar Shinichi seraya membantu Shiho bangun namun Shiho mengeluh tak bisa bangun, "Kenapa?" tanyanya.

"Aku tak bisa..."

Shinichi paham, Shiho terlalu lama bersimpuh di lantai kamar mandi yang dingin, "Kesemutan ya? Aku gendong saja ya," ia pun menggendong Shiho, mengangkatnya dari lantai kamar mandi, membaringkannya di tempat tidur dan menyelimutinya. Kemudian Shinichi turun ke dapur untuk membuatkan teh hangat dan membawakannya pada Shiho.

"Lebih baik?" tanya Shinichi.

Ketika kehangatan menjalari perutnya, mual Shiho mereda, "Eh lebih baik, arigatou,"

Shinichi membantunya berbaring lagi dan menyelimutinya hingga sebatas leher.

"Apakah masih sering seperti ini Shiho?" tanya Shinichi lagi. Ia mengenal Shiho sejak lama. Ia tahu Shiho suka menahan deritanya seorang diri dan berpura-pura kuat di hadapan orang lain.

"Sesekali," dusta Shiho seraya mengedip lemah.

Shinichi tahu Shiho berbohong, "Kenapa kau tidak memberitahuku?"

"Aku tidak mau mengganggu kesibukanmu,"

Shinichi menangkup pipi Shiho, hal itu membuat Shiho menatapnya, "Apapun yang kau rasakan, tolong beritahu aku Shiho,"

Mata Shiho mulai berkaca-kaca.

"Kau merasa mual atau pusing. Kau ngidam apa dan mau makan apa. Katakan saja padaku. Aku akan berusaha memenuhinya. Jangan kau tahan seorang diri, kita kan partner,"

"Uhm," Shiho mengangguk, tenggorokannya tercekat mendengar suara lembut Shinichi.

"Besok jika masih mual-mual, kita ke dokter oke?"

Married By AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang