Chapter 26

511 87 8
                                    

Sara menghela nafas panjang ketika dirinya terbangun dari tidur di pagi hari. Rasanya berat. Setelah semua yang terjadi kemarin malam, dia ingin menghilang saja dari muka bumi seakan tidak pernah terlahir. Butuh waktu beberapa menit bagi Sara untuk berhenti menatap kosong langit-langit kamarnya dan bangkit dari kasur yang hangat dan nyaman.

Setelah bangun dan turun ke lantai bawah, Sara mendapati ibunya tengah menonton televisi sambil menghangatkan diri di kotatsu, tertawa oleh salah satu adegan dari acara sketsa komedi. Melihatnya tertawa dengan santai terasa melegakan bagi Sara.

"Selamat pagi bu."

"Oh Sara. Selamat pagi. Ibu tidak masak sarapan, kau buat saja roti."

"Baiklah." Jawab Sara sembari memulai membuat roti selai storberi.


Apa yang dikatakan Rama soal segala sesuatu di dunia ini berjalan sesuai kehendak Sara rupanya benar. Orang tuanya tidak ingat bahwa semalam sempat ada kejadian heboh. Meski begitu, mengubah situasi sesuai yang Sara inginkan tidaklah semudah yang diucapkan karena konsep dari realita yang Sara tinggali saat ini lebih rumit dari yang dia kira.

Kemarin malam Sara bertanya pada Rama. "Tunggu, jika semua bisa berjalan seperti kehendakku, berarti emosi dari setiap orang di dunia ini juga sesuai yang aku inginkan?"

"Hmm... itu susah di jelaskan. Otak manusia itu lebih kompleks dan hebat dari pada yang kamu kira. Kamu tau lucid dream?"

Sara yang yang dulunya sering berselancar di internet tentu mengetahui hal semacam itu. "Tentu saja. Keadaan dimana kamu menyadari bahwa sedang berada di dalam mimpi bukan?"

"Iya. Singkatnya mimpi sadar. Yang kamu alami saat ini mirip seperti lucid dream tapi lebih hebat lagi dari itu. Karena keinginan alam bawah sadar kamu yang kuat, kamu seakan menciptakan realita baru dimana waktu, peristiwa diluar jangkauanmu, akal dan emosi orang-orang berjalan dengan normal." Jelas Rama.

Sara terdiam sambil memegang dagunya. Alisnya berkerut karena berusaha mencerna penjelasan Rama yang terdengar rumit. "Uhh... aku tidak mengerti."

Rama menghela nafas panjang dan mengeluh. "Sudah kubilang otak manusia itu kompleks."

"Hei, kau tidak akan ada kalau aku tidak punya otak!" Seru Sara.

"Kamu juga tidak akan hidup kalau tidak punya otak, bodoh." Balas Rama sebelum menyeruput kaleng minuman bersodanya dengan santai.

"Ugh..." Sara hanya bisa menggerutu karena skakmat. "Kalau begitu jelaskan dengan lebih simpel."

"Merepotkan saja." Gumam Rama. "Simpelnya, kamu menciptakan dunia baru yang tidak kamu urus pun akan berjalan sendiri. Jadi kamu bisa saja mengendalikan orang-orang disini tapi ketika kamu tidak berkehendak, mereka adalah mahluk hidup biasa seperti manusia yang punya akal dan perasaannya sendiri."

Sara mengangkat kedua alisnya karena kagum. "Wow, aku tidak tahu manusia bisa menciptakan realitanya sendiri."

"Manusia itu mahluk paling sempurna dibandingkan yang lain."

"Lalu bagaimana aku bisa tahu perasaan seseorang itu karena pengaruhku atau bukan?"

"Kenapa kau bertanya soal perasaan orang lain? Apa seseorang menayatakan perasaannya kepadamu?"

Hal pertama yang terpikirkan oleh Sara adalah Itona. "Tidak! Aku hanya.... penasaran." Jawabnya panik. Padahal maksud Sara bertanya karena dia takut perasaan Nagisa terpengaruh olehnya.

Rama memicingkan matanya dengan curiga namun memilih untuk tak mengungkitnya lebih jauh. "Begini. Jika kamu bisa mempengaruhi perasaan seseorang, artinya kamu mengharapakannya bukan? Jadi kamu pasti menyadarinya."

Another Dimension (Completed) || Ansatsu Kyoushitsu FanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang