Jungkook melangkah menuruni setiap undakan yang ada dirumahnya dengan tergesa. Fokusnya terbelah menjadi dua, antara kehati-hatian dalam melangkah dan melihat beberapa kali jam yang sudah bertengger indah di pergelangan tangan kirinya. Sedangkan, tangan kanannya dibuat untuk memegang jas nya.Dia tersentak, begitu sampai di anak tangga terakhir ada seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik sedang menatapnya dalam dan sepertinya dia sangat sengaja menghalangi kepergian Jungkook, "Ibu?"
"Apakah semalam kau berkelahi lagi dengan papamu?"
Jungkook mengetatkan rahangnya. Dia benci diingatkan kembali tentang bagaimana setiap pertemuannya dengan papanya tersebut. Yang pasti tidak pernah menghasilkan sesuatu yang baik, "Kenapa?"
"Mereka sangat berkuasa, Jungkook. Yang kau lakukan itu percuma!"
"Ibu cukup diam saja dan jangan banyak bicara!"
Kemudian, Jungkook berlalu dari sana. Dia mengapit ponsel pintarnya diantara telinga dan bahunya, hingga kepalanya meneleng ke kanan. Samar-samar Jungkook bersuara dengan nada bersalah yang kental sekali.
"Eoh? Jimin-ah, maaf tidak bisa menjemputmu! Aku pesan kan taksi online, ya?"
^^^
"Eoh? Jimin-ah, maaf tidak bisa menjemputmu! Aku pesan kan taksi online, ya?"
Mendengar ucapan dari kekasihnya di sebrang sana membuat Jimin langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu depan, "Tidak usah, kook. Aku naik bis saja!" katanya.
"Ah, kau ini mengatakan apa? Biar kupesan-"
Jimin berdecak, "Aku sudah dewasa, kook. Jangan khawatir!"
"Tapi dimataku kau masih seperti anak kecil kesayanganku!" Jimin mendengus, selanjutnya ia bisa mendengar jika Jungkook saat ini sudah mengendarai mobilnya, terbukti dari suara mesin yang berderum.
"Aku tutup ya, telponnya. Jangan terlalu mengebut, hati-hati di jalan!" ucap Jimin.
"Kau juga! Love you, chagia!"
"Em. Nado!"
^^^
Jimin mengetukkan pena dalam genggamannya ke meja berkali-kali, hingga meninggalkan suara keras di ruangan tersebut. Maniknya tampak menatap serius sebuah kertas didepannya, kertas yang sudah penuh akan torehan tinta miliknya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya gemas, "Kenapa aku tidak memahami semua ini? Ayo berpikir Park Bodoh Jimin!" gerutunya pelan.
"Apa yang harus kulakukan?" gumamnya lagi. Tangannya mengacak surainya kasar.
"Sudah tau tidak mampu untuk berkarir di bidang hukum, kenapa harus memaksakan diri, hah?"
Suara seseorang yang tiba-tiba masuk kedalam indra pendengaran nya pun membuyarkan konsentrasinya. Dia mendongak dan menemukan Pengacara Choi tengah berkacak pinggang diambang pintu. Wanita tua itu menatap Jimin yang buru-buru mendekatinya untuk memberi salam dengan malas. Maniknya berotasi ketika wajah Jimin terlihat sangat kusut.
"Aku membawa kabar baik dan kabar buruk!" katanya dengan nada pongah luar biasa.
Jimin sendiri langsung ketar-ketir ditempatnya. Masalahnya, kabar baik yang dimaksud Pengacara Choi itu menjadi kabar buruk untuk Jimin. Jadi, apapun yang akan disampaikan wanita itu pasti sedikitnya membuat ia terserang mental mendadak.
"Kabar baiknya, aku akan mengambil kasus yang kau ajukan kepadaku waktu itu!"
Jimin shock. Otaknya masih berusaha mencerna ungkapan kalimat yang keluar dari belah bibir si perempuan tua didepannya. Dengan tampang yang masih melongo, ia menatap Pengacara Choi yang langsung mengernyit jijik, sebab raut gadis itu benar-benar berbinar, "Pengacara Choi? Kau serius?" tanyanya tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴋᴏᴏᴋᴍɪɴ ɢꜱ (ᴇɴᴅ) ✔
FanfictionGadis cantik itu ingin menjadi seorang pengacara yang benar-benar bisa membela terdakwa yang tidak bersalah. Sayangnya ia tidak sepintar itu, lebih tepatnya ia yang anak yatim tidak mampu untuk bisa menjadi seorang pengacara handal. Dia merasa sanga...