Chapter 13

152 19 4
                                    

Seusai dari pantai tadi, jimin meminta jungkook agar ia diantarkan ke rumah sakit untuk menjumpai sang ibu. Jungkook dengan canggung hanya mengiyakan saja. Agaknya dia merasa bersalah, karena sudah menjadi anak dari pria yang ikut andil dalam kasus pembunuhan kekasihnya. Terbukti dengan jungkook yang terus mengucapkan maaf berulang kali kepada jimin.

Awalnya jimin diam saja, sebab sedikitnya ia juga merasa marah. Oleh karena itu, ia diam saja untuk menjernihkan pikirannya agar tak meledak-ledak, apalagi sampai salah sasaran kepada jungkook. Namun, akhirnya ia sadar. Jungkook tetaplah jungkook. Dan papanya tetaplah papanya. Mereka berdua adalah orang yang berbeda. Kesalahan yang dibuat papanya, bukan berarti itu kesalahan jungkook juga, begitupun sebaliknya.

Sesampainya di rumah sakit, barulah jimin membuka suara, "Jangan merasa bersalah." katanya dengan seulas senyum tipis yang menghiasi wajahnya.

Jungkook menoleh, menatap atensi yang lebih kecil dengan pandangan nelangsa, "Kau tidak akan meninggalkan ku, kan?" tanyanya kemudian.

Jimin tertawa kecil. Lalu, menampar pelan lengan si besar, "Mau ikut menemui ibu?" alih-alih menjawab pertanyaan jungkook, ia malah menawarkan hal lain.

Jungkook menunduk, merasa bersalah lagi, "Maaf, tapi aku harus mengurus sesuatu malam ini."

Jimin terkekeh kecil, "Kau seperti anak kecil jika terus menggerutu seperti itu!"

Jungkook mendongak, ia melebarkan mata bulatnya untuk menatap jimin, "Anak kecil? Kau tidak lihat badanku sudah besar dan penuh otot seperti ini?" pekiknya tak terima.

"Lihatlah! Kau bahkan mudah merajuk!" ledek jimin.

"Sayang!"

Jimin menghentikan sisa-sisa tawanya. Setelah itu, ia membuat gerakan seperti mengusir, "Yasudah. Sana. Cepat selesaikan urusanmu!"

"Tapi, kau belum menjawab pertanyaan ku tentang kau tidak akan meninggalkan ku, kan? Kenapa mengalihkan pembicaraan? Kau berniat seperti itu? Iya?"

"Memangnya kau mau aku meninggalkanmu?"

"Tentu saja tidak! Kau ini!"

"Ya sudah!"

"Yak! Park Jimin! Aish— kekasihku itu!"

^^^

Jimin membungkukkan badannya ketika sudah berada dihadapan perawat ibunya dengan tersenyum manis yang dibalas senyuman tak kalah manis oleh si perawat tersebut.

"Ingin menemui ibumu?"

Jimin mengangguk antusias.

"Akhirnya, penantian mu selama bertahun-tahun menghasilkan buah yang manis. Ayo ku antar ke dalam kamar ibumu!"

^^^

"Ibu?" panggil jimin.

Biasanya jimin tak pernah sanggup mengeluarkan sepatah suara pun.

Biasanya jimin datang hanya membawa senyum sendu.

Biasanya jimin tak pernah bisa menatap langsung presensi sang ibu.

Bahkan, terkadang biasanya jimin hanya menjumpai sang ibu yang terus berteriak marah atau dengan pandangan yang penuh kehampaan.

Dan biasanya, ibunya itu tak mengenali siapa yang datang.

Tapi kini,

"Anakku... Jiminie sayang..."

Luruh juga air mata jimin yang sedari tadi ditahannya. Senyumnya terulas penuh bahagia, binar matanya memancarkan kelegaan yang luar biasa. Pancaran kasih sayangnya pun juga terbalas oleh seseorang yang disayanginya. Tak ada yang lebih bahagia dari ini.

ᴋᴏᴏᴋᴍɪɴ ɢꜱ (ᴇɴᴅ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang