Chapter 7

141 18 36
                                    


Dentuman suara musik keras terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Lampu kelap-kelip nampak menyala dan meredup menyesuaikan bass musik yang keluar dari speaker di setiap sudut ruang tersebut.

Di sepanjang lorong menuju kamar VVIP, banyak orang berlalu lalang dengan pasangan yang sudah didapatkan. Ada juga yang tak tau malu menunjukkan kemesraannya disana. Saling bercumbu dengan tangan yang sudah bergerilya kemana-mana.

Terkecuali keempat pria paruh baya yang saat ini sedang berjalan dengan langkah lebar menuju private room yang sudah dipesan pagi hari tadi. Dengan dagu terangkat dan kepalan telapak tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana kain mahal mereka, mereka tak memperdulikan kegiatan menjijikkan yang ada disekitarnya.

Begitu sampai didepan ruangan yang mereka pesan, mereka disambut oleh seorang pelayan yang mengantarkan mereka pada sofa didalam sana. Meja didalam sana pun sudah tersedia banyak makanan mewah juga tak lupa soju dengan kadar alkohol yang rendah. Karena, mereka sedang tak ingin mabuk.

Tujuan mereke berkumpul adalah untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting, yang tidak bisa dibicarakan dengan keadaan tak sadarkan diri.

Tiga dari mereka duduk berdampingan. Sedangkan, satunya duduk pada single sofa. Sepertinya dia pemimpin musyawarah orang-orang tadi. Errr, wajahnya sangat kaku dan angkuh.

"Jadi? Kenapa kalian mengundangku juga?" tanya salah satu pria yang duduk diapit kedua pria lainnya— Tuan Kim.

Pria yang duduk pada single sofa itu mengangkat sebelah bibirnya, menyeringai. Dia meletakkan jari telunjuk dan jempolnya pada dagu, lalu membuat pose berpikir yang tampak menyebalkan, "Kenapa kau pura-pura tak tau? Ck, berhenti sok suci, Jonghoon-ah!"

"Aku tak mengerti, Tuan Lee Hyeongsu!"

"Ini... tentang kasus 20 tahun silam!" pria disamping Jonghoon menyahut dengan nada datar.

Jonghoon mengernyit dan tertawa keras, "Aku ini sudah tua. Mana ingat aku dengan kasus yang sudah lama sekali, Manho-ssi!"

Membiarkan Jonghoon dan Manho yang masih saling bersitatap tajam, Hyeongsu dan pria lainnya saling tatap dan tersenyum penuh arti.

Manho mendekatkan tubuhnya ke Jonghoon, dan berbisik pelan ke telinga pria itu, "Ini tentang kasus Park Seojon. Sidang 20 tahun lalu, ketika aku menjadi jaksa dan kau pengacaranya saat itu! Bagaimana? Sudah ingat?" tanyanya pelan, namun terdengar oleh yang lainnya.

Mata Kim Jonghoon membola, dia menatap tak percaya pada Lee Manho, Lee Hyeongsu, dan juga Jeon Geuntae yang menyeringai lebar menatapnya, "Ada apa dengan kalian? Kenapa kalian mengungkitnya lagi?"

"Kau tak tau?" tanya Geuntae dengan nada yang dibuat se kaget mungkin. Melihat Jonghoon yang menggeleng ribut ditempat nya, semakin membuncah niat Geuntae untuk mengatakan apa yang seharusnya diungkapkan, "Anakmu— Kim Taehyung... Sampai saat ini diam-diam membantu anak dari Park Seojon untuk menguak kebenarannya. Bayangkan, apa yang terjadi dengan karirmu jika kasus itu diangkat dan— bboom! Reputasi mu akan hancur!"

Tubuh Jonghoon membeku, "Dia melakukannya diam-diam?" lirihnya.

"Tidak! Dia mengajak anakku— Jeon Jungkook!"

^^^

Seorang pemuda tampan terlihat berlari kencang. Tidak tidak, dia sedang tidak terlambat karena suatu pekerjaan. Tapi, ia sedang mengkhawatirkan seseorang yang saat ini tak ia ketahui bagaimana keadaannya.

Bulir-bulir air mulai keluar dari dahi dan menetes ke sisi wajahnya. Jas nya sudah ia tanggalkan dari badan kekarnya yang sekarang hanya menyisakan kemeja putih kusutnya serta celana kain panjangnya. Sepatu pantovel nya berbunyi nyaring ditengah lorong berdinding putih disekitarnya. Beberapa kali menabrak segerombol orang, tapi ia tak peduli dengan seruan tak jelas mereka.

Dia merutuk dalam hati, kenapa disaat seperti ini ruangan yang dituju terasa sangat jauh? Sial.

Usaha berlari mautnya akhirnya berakhir. Kini ia sampai pada ujung lorong yang mengantarkan dirinya pada tempat ruangan orang yang dimaksud. Nafasnya tak beraturan. Dia memelankan langkahnya, tak lagi berlari saat mendapati seorang gadis tengah berjongkok didepan ruangan dan menyembunyikan seluruh atensi wajahnya pada lipatan kakinya.

Ujung manik bulatnya bergetar, hanya dengan melihat warna rambut perempuan itu, dia sudah tau. Sudah kelewat hapal perawakan si gadis.

Menyentuh pelan pundak sempit yang bergetar itu, ia ikut berjongkok didepannya. Perlahan kepala gadis itu terangkat. Saat mengetahui siapa yang baru saja datang dan dia memang sangat menunggu kehadiran pemuda ini, gadis itu langsung melingkarkan kedua lengannya di sekeliling pinggang si pemuda dengan erat. Wajahnya ditabrak kan pada dada bidang pemuda itu dan terisak keras disana.

Pemuda itu tentu saja langsung membalasnya. Mengelus punggung si mungil beraturan guna menenangkan. Dia juga hampir ikut meneteskan setitik air dari sudut matanya, tapi ia segera menghapusnya. Sebab, tak ingin si gadis semakin merasa khawatir dan berujung menyalahkan dirinya sendiri terus-terusan.

Pemuda itu membawa si gadis untuk duduk diruang tunggu depan ruangan tersebut. Tubuh si cantik yang hampir limbung karena pening, membuat si tampan semakin mengeratkan cengkraman tangannya pada pinggang ramping si gadis.

Setelah mereka berdua sudah duduk pada kursi tunggu, pemuda itu menyuruh salah satu perawat yang kebetulan lewat untuk mengambilkan segelas air yang dibawanya.

"Minum dulu, sayang!" katanya. Suaranya terdengar sangat khawatir dan cemas akan keadaan sang kekasih hati.

Gadis itu menggeleng. Dia tak nafsu melakukan apapun atau memasukkan apapun kedalam perutnya. Dia masih sesenggukan, tak bisa berhenti menangis. Sesekali meremat kuat celana si pemuda saat gelombang sesak itu datang menghantam dadanya.

Seusai mengusap peluh didahi si gadis, ia kembali merangkul si gadis dan memberikan usapan lembut di lengan kanannya, "Apa yang terjadi pada ibu kita, Jimin-ah?" tanyanya sangat lirih. Bahkan oktaf yang dikeluarkan sepertinya hanya setengah.

Jimin— gadis itu memejamkan matanya kuat-kuat, dia ingin menjawab tapi yang keluar dari belah bibirnya hanyalah sebuah isakan, "Jung-kook— hiks."

Dan lorong yang sepi pada malam hari itu, terisi oleh suara tangisan Jimin dan juga suara menenangkan Jungkook.
























nah, hayo, gimana tuh? wkwk🤣
udah ada gambaran bakal gimana?

harusnya aku up tadi siang/sore, tapi aku malah ketiduran tadi, maap😭🤌🏻

ᴋᴏᴏᴋᴍɪɴ ɢꜱ (ᴇɴᴅ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang