Selamat membaca 🌸
***
"Bu, Ayah di mana?" tanyaku begitu menemui Ibu di dapur. Beberapa menit yang lalu aku sudah selesai mandi kemudian Shalat Ashar. Niatku adalah ingin bercakap-cakap dengan Ayah setelahnya, tetapi tak kurasakan lagi keberadaan Ayah di rumah ini lagi sekarang.
"Ayah sudah jalan lagi, Nak."
Jawaban ibu yang saat ini bisa ku tebak sedang mencuci piring, membuatku merasakan keanehan itu lagi."Ayah kembali ke tempat proyek itu, Bu? Menginap di sana lagi?" tanyaku memastikan.
"Iya. Ayah hanya pulang sebentar untuk mengambil sesuatu."
Aku meremas ujung tongkatku dengan kuat. Ayah tak pernah seperti ini sebelumnya. Beliau selalu bercerita banyak hal saat pulang bekerja. Tetapi, hari ini. Bahkan Ayah hanya mengucapkan terima kasih setelah aku membuatkannya teh hangat tadi.
"Ada apa, Rindu?"
Aku tersenyum sembari menggeleng pelan. Ibu pasti mencurigai raut wajahku yang menunjukkan raut wajah bertanya-tanya.
"Tidak ada apa-apa, Bu," jawabku.
Tidak mungkin juga aku mengatakan gundah gulanaku tentang sikap Ayah tadi. Bagaimana pun kecurigaanku tidak mendasar. Bisa saja, itu hanya perasaanku saja.
"Oiya, Bu. Rindu pamit ya. Senjanya sebentar lagi muncul," pamitku kemudian dengan raut wajah berbinar. Namun,
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Ibu terdiam. Aku tidak mendengar jawabannya atas permintaanku tadi. Permintaanku yang biasanya Ibu jawab dengan cepat disertai pesan untuk berhati-hati tak aku dengar hari ini dalam beberapa detik terakhir.
"Kenapa, Bu?" tanyaku dengan suara melirih. Aku tau, pasti Ibu khawatir jika ibu-ibu itu menzalimiku lagi dengan kata-kata kasar mereka. Tapi sungguh, aku tidak masalah. Lagi pula, aku sudah terbiasa menerima cemoohan-cemoohan mereka.
"Ibu khawatir jika ibu-ibu itu menghinaku lagi?" tebakku dan bisa aku rasakan bagaimana khawatirnya Ibu saat ini lewat helaan napasnya yang kasar.
"Jangan membuat hatimu sendiri sakit, Rindu."
Ibu menggenggam telapak tangan kiriku yang memegang tongkat. Dan aku pun menggenggam tangan lembut itu dengan sebelah tangan kananku.
"Hatiku memang sakit menerima semua cemoohan itu, Ibu. Tapi Allah selalu saja menyembuhkannya."
"Rindu ..."
Aku menjatuhkan tubuhku dalam pelukan Ibu. Merasakan kehangatan kasih sayangnya untuk sejenak kemudian melepaskannya lagi walaupun aku merasakan ada yang hilang dari jiwaku.
"Ibu tau sendiri 'kan jika anak-anak sudah menungguku? Mereka penyembuh lukaku, Ibu. Mereka yang Allah kirimkan untuk membuatku tak kesepian. Jangan pernah khawatir jika anakmu ini akan goyah hanya karena hinaan-hinaan itu." Aku berkata yang sejujurnya pada ibu.
Saat hatiku sakit, memang anak-anak itulah yang Allah kirimkan untuk menghiburku. Adanya mereka membuatku bahagia dan membuatku selalu bersyukur karena aku tetaplah lebih beruntung dari pada mereka yang tidak memiliki orang tua.
"Ibu percaya 'kan jika Allah tidak akan menguji hambanya melebihi batas kemampuan yang hambanya punya?" ucapku setelahnya. Mencoba untuk mengurangi perasaan khawatir ibuku yang berlebihan meskipun yang beliau rasakan adalah bentuk kasih sayangnya yang begitu besar padaku. "Itu artinya, aku wanita yang kuat, Ibu. Allah memberiku semua ujian ini karena aku termasuk dalam salah satu daftar hambanya yang istimewa." Lanjutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Untuk Rindu (Tamat-Bab Masih Lengkap)
RomanceRindu, gadis berwajah manis dengan mata berkabut putih itu tak pernah sekali pun menyalahkan takdir yang membuatnya berbeda dengan gadis lainnya. Dia ikhlas kalaupun harus menjadi cemoohan orang-orang di sekitarnya. Hingga, takdir jodoh yang Tuhan...