Selamat membaca 🌸
***
Sepanjang langkah menuju jalan pulang, aku termenung. Memikirkan kata-kata terakhir Haidar tadi yang belum ku dapatkan penjelasan lanjut dari pria itu karena adzan maghrib sudah lebih dulu berkumandang.
Haidar mengatakan jika dia meminta maaf untuk kebohongan yang dia lakukan. Tapi kebohongan apa? Kebohongan apa yang sudah Haidar lakukan hingga meminta maaf dan terdengar menyesal?
Ya Allah, kenapa aku merasa begitu cemas? Aku jadi bepikir jika Haidar yang dekat denganku selama beberapa hari ini adalah Haidar palsu. Bukan Haidar yang bertemu denganku dulu.
Tapi, mana mungkin ada Haidar palsu? Haidar mengetahui semua kisah pertemuan kami. Bahkan, tak ada yang terlewat sedikitpun. Lantas, kebohongan apa yang Haidar maksud?
Ya Robbi, kebenaran yang belum terungkap ini membuatku bingung.
Memilih mengenyahkan pikiran kacauku, aku melanjutkan langkah pulang berbekal tongkat dan juga doa-doa yang setia ku rapalkan dalam hati. Berharap, Allah mengabulkan doaku yang tak ingin bertemu dengan perkumpulan ibu-ibu itu.
Namun, pucuk dicinta ulampun tiba. Sepeetinya, ibu-ibu itu memang setiap saat berada di depan rumah mereka dan melakukan sesuatu yang tak bermanfaat. Apalagi selain berghibah.
"Wow! Primadona kampung kita, pulang dari tempat maksiatnya lagi."
Benar bukan? Ibu itulah, yang selalu memulai hinaan ini dan memancing respons ibu-ibu yang lain untuk mencelaku.
"Sok-sok an lagi dia main biola. Dia kira, akan ada pangeran turun dari khayangan yang tampan dan kaya yang mau melamar dia? Hahaha ... Mimpinya ketinggian. Nanti setelah jatuh, baru tau rasa!"
Astagfirullah ...
Dari mana ibu itu memiliki halusinasi semacam itu. Aku sendiri, bahkan tak pernah memimpikan hal semustahil itu. Jangankan seorang pangeran, mendapatkan lamaran dari pria biasa pun aku tak pernah membayangkannya.
Ya, aku sadar diri. Siapa aku ini dan kekurangan yang aku miliki.
Oke, Rindu. Jangan terpancing. Ingat pesan Ayah. Anggap mereka seperti godaan syetan dalam shalatmu. Jangan buang air matamu secara percuma. Mereka semua akan lelah dengan sendirinya. Jadi, tabahkan hatimu.
Aku membisikkan kata-kata semangat untuk diriku sendiri. Tak mau terpengaruh oleh hinaan jahat mereka, aku pun kembali melanjutkan langkahku.
Namun, se detik kemudian langkahku berhenti ketika seseorang merebut tas biolaku.
Prangg!
Suara benda yang terjatuh membuatku tau, jika benda itu adalah biolaku yang direbut secara paksa oleh seseorang yang aku pun tidak tau siapa dan berada di mana.
"Ya Allah," aku melirih dan berusaha untuk mencari biolaku dengan ujung tongkatku. Khawatir, jika biolaku akan rusak ataupun patah. Jika sampai hal itu terjadi, dari mana aku bisa mendapatkannya lagi. Selain Biola itu adalah pemberian Haidar yang harus aku jaga untuk menghomati Haidar, aku juga tidak punya uang untuk membeli Biola yang baru. Meminta pada Ayah dan Ibu, hanya akan menambah bebab mereka.
Namun, suara susulan yang terdengar setelahnya, benar-benar membuat hadapanku pupus. Biolaku sudah dirusak oleh orang itu.
Prang!
Prang!
Prang!
"Pasang telingamu baik-baik saat kami berbicara, Rindu! Saat memainkan benda tak berguna ini, telingamu tidak tuli 'kan? Lalu kenapa saat kami berbicara, kamu tak menyahut hah?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Untuk Rindu (Tamat-Bab Masih Lengkap)
RomanceRindu, gadis berwajah manis dengan mata berkabut putih itu tak pernah sekali pun menyalahkan takdir yang membuatnya berbeda dengan gadis lainnya. Dia ikhlas kalaupun harus menjadi cemoohan orang-orang di sekitarnya. Hingga, takdir jodoh yang Tuhan...