🌸Bab 19 - Rahman 🌸

116 37 18
                                    

"Hey! Anak jalanan! Berhenti kamu!"

Suara seorang pria yang melihat Rahman dan seorang anak kecil melintas di depan rumahnya, membuat Rahman berhenti melangkah kemudian memutar tubuhnya yang sedikit ringkih karena kekurangan asupan makan. Tentu saja sebelum Haidar datang dan mencukupi semua kebutuhan mereka.

"Iya, Pak. Ada apa?" tanya Rahman dengan sopan setelah mendekati pria yang berdiri dengan angkuh disertasi kumis tebalnya yang melengkung rapi itu di jarak sekitar satu meter.

Sudah menjadi tata krama yang tertanam dalam diri anak kecil itu, jika menghormati orang tua adalah sebuah kewajiban.

Pria dengan wajah garang itu terlihat menatapi kaki Rahman yang memakai alas kaki baru. Pemberian Haidar sebelum kembali ke Jakarta beberapa hari yang lalu.

"Sendal siapa yang kamu pakai?" bentak pria itu sehingga membuat Rahman yang tidak tau apa-apa pun sedikit terkejut.

"Ini sendal saya, Pak," jawabnya jujur. Namun, pria garang itu malah menarik kerah bajunya dan menyentaknya seidkit kuat.

"Jangan berbohong! Sendalku hilang beberapa hari yang lalu dan sama persis seperti sendal yang kamu pakai sekarang. Kamu pasti mencurinya? Iya?!" nada pria itu tidak lagi seperti tadi. Justru berteriak lantang dan membuat Rahman semakin ketakutan.

"Ampun, Pak. Tapi Demi Allah, saya tidak mencurinya. Sendal ini dibelikan Kakak saya." Rahman mencoba menjelaskan. Tapi yang dia dapat justru perlakuan semakin kasar.

"Alahhhh ... dasar penjilat!"

Brughhh!

Dengan tega, pria itu melempar tubuh Rahman dengan kuat sehingga membuat Rahman tersungkur di tanah yang berkerikil dan berbatu tajam.

Rahman memutar tubuhnya. Menahan rasa sakit yang mendera dadanya ketika terbentur dengan tanah yang keras tadi. Dia harus meyakinkan pria itu jika dirinya tidak berbohong. Sendal yang dia pakai adalah sendal miliknya. Walaupun dirinya anak jalanan yang selalu kekurangan akan duniawi. Dia tidak mungkin mencuri.

"Demi Allah, saya tidak mencuri, Pak. Lebih baik saya bertelanjang kaki dan tersengat oleh panas matahari dari pada saya mencuri. Saya takut, jika di akhirat nanti, Allah akan memakaikan sendal dari api neraka yang panas. Saya--arghhh! Sakit ...!"

Bukannya mendengar penjelasan seorang anak lelaki yatim yang sheh hatinya, pria itu justru melakukan sesuatu yang tidak pantas dia lakukan kepada anak yatim yang seharusnya tidak mendapatkan pelakuan yang kasar.

Pria itu, dengan tega sudah menginjak kaki rahman yang beralaskan batu kerikil yang tajam sehingga membuat Rahman mengerang kesakitan.

"Jangan membawa nama Allah. Mana mungkin aku akan percaya. Anak jalanan sepertimu, tentu saja hanya bisa mencuri untuk bisa memiliki sendal."

Plak!

Tak hanya mengucapkan kata-kata kasar, dan menginjak kaki Rahman yang selalu ikhlas berjalan ke mesjid, pria itu masih dengan tegasnya memberikan Rahman sebuah pukulan di pipi sehingga membuat Rahman menangis.

Tidak.

Bukan karena sakit yang terasa di tubuhnya, tapi karena rasa sakit dihatinya ketika sumpah atas nama Allah, pria itu anggap sebagai bualan semata.

Rahman meringis begitu pria itu menarik rambutnya dengan kuat, sehingga mau tidak mau dia harus berdiri agar rambutnya tidak terlepas dari kulit kepala.

"Sekarang mengakulah! Katakan jika kamu sudah mencurinya!" teriak pria itu sehingga mengundang tetangga yang tadinya bersantai di dalam rumah mereka untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi dan memancing keributan di sore yang sejuk ini.

Senja Untuk Rindu (Tamat-Bab Masih Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang