**Pov Rindu**
"Haidar?"
"Ya?"
Saat ini kami sudah selesai melaksanakan shalat maghrib berjamaah seperti beberapa hari terakhir di mushallah yang berada di dekat Pantai.
Kebetulan, anak-anak sedang mengaji kepada Rahman, sehingga aku memiliki waktu untuk berbicara dengan Haidar yang juga sudah selesai mengajari seorang anak mengaji tadinya.
"Aku ingin mennyampaikan sesuatu," ucapku dengan wajah berbinar.
"Apa itu? Apakah berita baik sehingga wajahmu berbinar seperti itu?"
Aku tersenyum. Tebakan Haidar selalu saja benar. Pria itu, pandai sekali menebak niat seseorang melalui raut wajahnya.
"Sebenarnya, ada kabar baik dan ada kabar buruk juga," lirihku sehingga membuat Haidar berseru.
"Kalau begitu, aku ingin mendengar kabar buruknya dulu."
Jawaban Haidar, membuatku menggigit bibir dalamku pelan. Jujur saja, aku merasa tidak enak harus mengatakan kabar buruk ini. Tentang Biola pemberian Haidar yang rusak dan tidak bisa aku gunakan lagi. Tapi, jika aku tidak mengatakannya sekarang, Haidar pasti akan terus bertanya seperti sore tadi.
"Sebenarnya, Biola pemberianmu rusak. Maafkan aku. Aku tidak bisa menjaga Biola itu dengan baik." nada suaraku memelan. Aku tidak siap jika harus mendengar suara kecewa pria itu. Bagaimana pun, Biola itu adalah Biola kesayangan Haidar.
"Kenapa Biolanya bisa rusak?"
Nah, kan. Apa aku bilang. Haidar pasti akan kecewa karena benda berharga pemberiannya yang sudah menemaniku selama 12 tahun terakhir, tidak bisa aku mainkan lagi.
"Emm ... aku tidak sengaja menjatuhkannya dan akhirnya ... patah."
Ya Allah, aku terpaksa berbohong. Mana mungkin aku akan mengatakan pada Haidar jika Biola itu sudah dirusak seseorang? Bisa panjang urusannya nanti.
"Ya sudah. Tidak apa-apa, Rindu. Aku akan menggantinya dengan Biola yang baru."
"Tidak perlu!" aku memotong perkataan Haidar tadi dengan cepat. Tentu saja aku tidak mau merepotkan pria itu atas kecerobohanku. "tidak perlu, Haidar. Aku bisa membelinya sendiri nanti." imbuhku meyakinkan. Meskipun aku tidak tau, kapan Biola itu akan mampu aku beli.
"Hanya saja, apa kamu marah? Karena Biola pemberianmu itu sudah rusak?" aku melanjutkan pertanyaanku. Hal itulah yang ingin aku ketahui setelah Haidar mendengar penuturanku tadi.
"Sama sekali tidak, Rindu. Kalau sudah rusak, ya mau bagaimana."
"Sekali lagi aku minta maaf, Haidar. Aku memang ceroboh." sesalku. Sungguh, aku masih belum merasa puas akan jawaban Haidar tadi. Aku tidak bisa melihat wajah Haidar. Jadi, aku tidak bisa menyimpulkan bagaimana respons Haidar yang sebenarnya.
"Sudah aku katakan tidak apa-apa, Rindu. Sekarang, aku ingin mendengar kabar baik yang ingin kamu sampaikan juga."
Perkataan Haidar selanjutnya, membuat senyumku mengembang. Untuk sejenak, aku bisa mengalihkan topik pembicaraan ini.
"Aku sudah bertemu dengan pemilik proyek itu. Dan Tuan baik hati itu, mengabulkan permintaanku. Anak-anak akan mendapatkan tempat tinggal mereka lagi, Haidar. Aku sangat bahagia."
"Alhamdulillah. Akhirnya keinginanmu Allah kabulkan, Rindu. Aku turut bahagia mendengarnya. Kamu pasti berhasil meyakinkan pemilik proyek itu. Sudah pasti itu."
Respons Haidar membuatku lagi-lagi tersenyum. Demi apapun, aku juga tidak percaya bisa meyakinkan pemilik proyek itu. Ya, meskipun pemilik proyek itu sempat memberiku pilihan yang membuatku sulit untuk memilih salah satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Untuk Rindu (Tamat-Bab Masih Lengkap)
RomanceRindu, gadis berwajah manis dengan mata berkabut putih itu tak pernah sekali pun menyalahkan takdir yang membuatnya berbeda dengan gadis lainnya. Dia ikhlas kalaupun harus menjadi cemoohan orang-orang di sekitarnya. Hingga, takdir jodoh yang Tuhan...