Selamat membaca ❤
***
Aku melangkah pelan bersamaan dengan tongkatku yang berayun.
Menyusuri jengkal demi jengkal pasir hangat yang mulai terasa menyentuh kakiku.Deburan ombak serta hembusan angin yang menyambut kedatanganku, membuat senyuman di bibir ini tidak pernah luntur.
Bersamaan dengan hangatnya sinar matahari yang sudah beberapa hari ini begitu aku rindukan, menambah rasa bahagia yang begitu membuncah di dada.
Ya Allah ... akhirnya aku bisa mengunjungi tempat ini lagi. Tempat yang sebelumnya aku kira tak akan pernah bisa aku singgahi lagi untuk waktu yang lama.
Tongkatku kembali berayun. Beberapa langkah lagi aku akan sampai di kursi kayu yang terbiasa aku duduki untuk menikmati keindahan alam ini sambil menunggu Senja datang menghampiri, dan kemudian pamit undur diri.
Akhirnya ...
Aku sampai di kursi kayu itu dan duduk dengan perasaan begitu lega. Tas berisi biola yang terbiasa aku bawa, aku letakkan di sisa kursi yang berada di sampingku. Setelahnya, aku kembali berfokus pada objek keindahan alam yang mengelilingiku. Menikmati setiap suara dan hembusan angin karena tentu saja aku tidak bisa melihatnya.
Hanya saja, kenapa anak-anak belum datang juga? Biasanya mereka tepat waktu bahkan lebih awal dari kedatanganku. Tapi hari ini? Entah berada di mana mereka saat ini?
Oh, aku lupa. Anak-anak pasti masih mengira jika aku tidak bisa keluar dari rumah. Oleh karena itulah, mereka belum datang juga.
Baru saja aku ingin beranjak dari duduk ku, tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh sesuatu.
“Ya, Allah! Siapa di sana?”
Aku memekik terkejut begitu merasakan kehadiran seseorang yang tiba-tiba saja duduk di dekatku. Wangi tubuhnya yang berbaur dengan angin, memberitahuku jika seseorang yang berada di dekatku ini memang manusia, dan sepertinya seorang ... pria?
“Beautifull sunsets.”
Benar dugaanku. Dia memang seorang pria lewat suaranya yang terdengar berwibawa di telingaku. Entah siapa dia, aku pun tidak tau karena dia tiba-tiba saja muncul.
Menyadari jika di tempat ini, kami hanya berdua. Dengan refleks, aku bangun dan segera meraih tongkatku kemudian mengayunkannya. Aku harus segera pergi. Biarlah untuk saat ini, Senja yang baru datang menyapa itu aku abaikan saja.
Jika ada yang melihat kami hanya berdua di sini? Maka bisa dipastikan jika ibu-ibu itu akan semakin salah paham terhadapku. Fitnahan mereka pastilah akan semakin kejam.
“Kenapa pergi, Rindu? Tidak mau mengingatku? Atau sekedar mengenang senja terakhir kita, saat ku tinggalkan Biola itu?”
Langkahku seperti di halangi batu. Bagaimana bisa, pria asing itu mengingatkanku pada seorang teman masa kecilku 12 tahun yang lalu? Yang memang benar meninggalkan Biola itu? Apakah dia ...?
Lidahku mendadak kelu. Jika benar pria asing itu adalah teman masa kecilku, kenyataan itu tentu saja membuatku bahagia. Tapi, aku tidak bisa percaya begitu saja. Lagi pula, sudah terlalu lama kami berpisah dan tak pernah bertemu. Pria asing itu bisa saja berbohong dan berniat untuk menipuku. Menipu seorang gadis buta yang tentu saja mudah diperdaya.
“Maaf, Anda salah orang!”
Aku berniat pergi. Tapi, rengkuhan telapak tangan besarnya, berhasil membuat langkahku kembali berhenti dan kali ini begitu cepat.
“Perkenalkan. Namaku, Haidar. Bocah laki-laki berumur 15 tahun pengidap penyakit jantung bawaan sejak lahir yang hampir putus asa. Karena anak perempuan bernama Rindu, aku masih hidup sampai sekarang. Maafkan aku, yang pergi tanpa memberimu kabar lagi setelahnya. Kini, aku kembali untuk bertemu denganmu, Rindu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Untuk Rindu (Tamat-Bab Masih Lengkap)
RomanceRindu, gadis berwajah manis dengan mata berkabut putih itu tak pernah sekali pun menyalahkan takdir yang membuatnya berbeda dengan gadis lainnya. Dia ikhlas kalaupun harus menjadi cemoohan orang-orang di sekitarnya. Hingga, takdir jodoh yang Tuhan...