🌸Bab 3 - Tuduhan Jahat🌸

185 43 14
                                    

Selamat membaca. 🌸

***

Tangisku sudah reda beberapa menit yang lalu. Saat ini aku dan anak-anak sedang duduk di tepi Pantai sembari menikmati senja yang bagiku masih abstrak.

Entah berwarna Orange, Merah, Kelabu atau apa pun itu karena yang terlihat olehku hanyalah kegelapan yang tak pernah bertemu dengan cahaya yang terang sehingga membuatku bisa melihat sesuatu dengan jelas.

Seperti hari-hari sebelumnya. Saat menemani mereka melihat senja seperti ini, alunan biolaku akan terdengar memecah kesunyian antara hembusan angin dan deburan ombak yang berlomba membentur karang.

Mataku terpejam. Meski aku tak bisa menikmati keindahan alam yang Allah ciptakan ini, aku bisa merasakan keindahannya lewat suara ombak dan angin yang berembus menerpa kulitku.

Indah ....

Aku akan selalu bersyukur akan keindahan alam yang sudah Allah ciptakan ini.

Se iring senja berakhir, permainan biolaku pun berhenti. Tak berselang lama, azan Magrib yang kami tunggu-tunggu pun berkumandang menyejukkan hati.

"Ayo kita ke mushallah, Kak."

Ajakan Rahman membuat kepalaku mengangguk. Aku pun mengikuti langkah Rahman yang memegang tanganku dan menjadikan dirinya sebagai penglihatanku menuju ke mushallah tempat kami Shalat Magrib bersama.

Aku dan anak-anak pun menuju ke kamar mandi untuk ambil wudhu' sebelum kami melaksanakan Salat Magrib bersama nantinya.

***

Allahu Akbar.

Bismillahirrahmanirrahiim ...

Lagi-lagi aku terpesona pada suara imam yang sudah mengimami Shalat di mushallah ini sejak kemarin.

Suaranya begitu merdu dan menyejukkan hati.

Astagfirullah ... harusnya aku menjaga hati dan pikiranku.

Aku pun mulai membaca niat dan melaksanakan Shalat yang merupakan kewajiban semua umat untuk bertemu dengan Rabb sang pencipta kehidupan.

Allahu Akbar.

***

Selesai Shalat, anak-anak mengerumuniku seperti biasa.

Ya, sudah waktunya bagi mereka untuk belajar mengaji sekarang.

"Aku mau mengaji dulu, Kak Rindu."

"Gantian ya, Nak," jawabku dan belajar mengaji pun dimulai.

Mereka secara bergantian belajar mengaji mulai dari huruf hijaiah sampai pada surah-surah pendek. Kami sesekali bercanda saat ada yang mengucapkan huruf hijaiah sedikit cadel.

Hanya saja ...

Kenapa aku merasa ada yang sedang mengamatiku sekarang? Dari tempat yang begitu dekat?

Aku menggeleng pelan. Mencoba mengenyahkan perasaanku tadi yang sama sekali tak mungkin ada.

Hingga, 1 jam kemudian, belajar mengaji selesai. Aku dan anak-anak pun berbenah untuk pulang.

"Kak, kami juga punya sarung dan baju kokoh baru. Adik-adik yang perempuan juga punya mukena baru. Jadi, kami akan meninggalkannya di sini biar tidak kesulitan saat akan melakukan Shalat lagi."

Perkataan Rahman kali ini, membuatku yang tengah membenarkan letak kerudung panjangku berhenti sejenak.

"Jadi, kalian juga punya baju untuk perlengkapan Shalat?" tanyaku memastikan. Sungguh, begitu banyak keajaiban yang terjadi hari ini.

Senja Untuk Rindu (Tamat-Bab Masih Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang