[22] Sibling

5.3K 968 383
                                    

Happy Reading!

***

Siang ini hatiku terasa senang sekali. Bagaimana tidak? Setelah sekian lama akhirnya aku bisa merasakan jalan berdua lagi dengan Kak Royyan.

Jujur, aku sempat kaget membaca pesan darinya yang mengajakku untuk makan siang di luar. Entah angin apa yang menyambar dia sehingga tiba-tiba mengingat adik yang dulu sering terlupa kehadirannya.

Mumpung, sedang tidak memiliki kesibukan katanya.

"Lama banget pesanannya datang."

"Sabar." pungkas Kak Royyan.

"Demi apa, sih? Aku kadang gak percaya kita bisa seakur gini."

Kalau melihat kilas balik hubungan persaudaraanku dengannya, benar-benar berbanding terbalik sama keadaan kami sekarang. Perubahan itu mulai terasa sejak dia menikah, aku bahkan sampai dibuat kaget mendengar kakakku menggunakan aku-kamu ketika berbicara.

Mungkin, dia merasa aku akan kesepian di rumah? Atau aku merasa sedih karena selama itu sering mengeluh tentang sikapnya, sehingga dirinya tiba-tiba tersadar? Entahlah, hanya dia yang tau jawaban itu.

"Gak usah lebay. Bersyukur aja." sambungnya.

"Permisi, ini pesanannya." Pelayan memindahkan 2 piring berisi nasi goreng seafood dan 2 air mineral dari nampan ke meja makan.

"Makasih, Mbak."

Setelah pelayan pergi, aku dan Kak Royyan langsung menyantap makanan yang dari tadi telah ditunggu.

"Kamu mau udangnya, nggak?" tanya Kak Royyan. "Kurang suka."

"Boleh." Aku mengambil udang tersebut dari piring kakakku lalu kembali melanjutkan santapan.

Kurang lebih 15 menit, makanan di piringku telah habis terlahap.

Maklum, pasien yang check-up hari ini banyak, hingga tenagaku pun ikut terkuras habis. Ketika aku sedang dalam kondisi yang benar-benar lapar, tepat saat itu pula chat dari Kak Royyan yang berniat mengajakku lunch masuk.

"Mau langsung pulang, Kak?" Aku membuka botol air mineral lalu meneguknya.

"Kamu mau kemana lagi emang?" Kak Royyan memberi tatapan bingung.

"Gak ada, ke rumah sakit aja."

Dia menghabiskan air mineral miliknya. "Yaudah, yuk!"

"Yuk." Aku beranjak dari duduk.

"Aku ke kasir, kamu ke mobil duluan." ujarnya lalu berjalan menuju tempat pembayaran.

Sesampainya di parkiran, ternyata mobil belum di buka oleh Kak Royyan.

"Kenapa tadi gak minta kuncinya, ya?" Ku tepuk jidat sembari menikmati matahari yang sedang terik-teriknya.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh area luar resto, kemudian menyipitkan mata melihat seorang laki-laki yang tengah mengobrol dengan perempuan di hadapannya. di lantai dua bangunan itu.

"Kak Fariz bukan, sih?" gumamku pelan.

"Eh, iya. Itu Fariz, La." sahut Kak Royyan yang ternyata sudah berada di sampingku. "Mau samperin?"

Aku menggeleng pelan. "Gak, takut ganggu. Kali aja lagi meeting."

"Oke, masuk mobil buru. Panas, nih."

Mendengar perkataannya aku pun memasuki mobil. Sesaat kemudian, Kak Royyan langsung menjalankan mobilnya.

"Dia kalo pulang kantor jam berapaan?

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang