[26] Absurd

5.1K 955 32
                                    

[Note :  Part selanjutnya akan di up besok. Jadi, gak usah komen "Next" lagi, okayyy? Jangan lupa banyakin vote dan komen di paragrafnyaa, ya!]

***

happy reading

***

Setelah kepulangan kami dari acara pernikahan Oppie, aku dan Kak Fariz kembali ke tempat kerja masing-masing.

"Sebentar pulangnya barengan lagi, 'kan?" tanyaku pada sosok yang tengah duduk di kursi pengemudi sebelum aku turun dan masuk ke rumah sakit.

"Kayaknya nggak, Pekerjaan saya lagi banyak, bisa jadi bakal lembur." Bukannya menjawab dia malah kembali bertanya.

Aku mengangguk paham. "Oke, aku bisa pulang sendiri kok. Kalo misalnya gak bisa jemput."

"Iya."

"Yaudah, aku turun dulu. Assalamualaikum." ucapku sebelum benar-benar turun dari mobil.

"Wa'alaikumussalam."

Aku memasuki rumah sakit setelah mobilnya benar-benar hilang dari pandanganku.

***

Sesaat setelah berada di dalam ruang praktik. Aku langsung diserbu oleh pasien-pasien yang telah berdatangan, hal itu berlangsung sampai jam setengah 5 sore. Tidak ada istirahat yang panjang bagiku dan Suster Suci, selain break sebentar untuk melaksanakan shalat ashar.

Sebelum pulang ke rumah, kami berdua menyempatkan diri untuk beristirahat terlebih dahulu sambil memakan camilan yang baru saja di pesan dari aplikasi.

"Dok, suaminya kan tampan dan hartawan, ada gak rasa takut dia tiba-tiba kek di sinetron gitu? I mean cheating." Perempuan yang menjadi asistenku di dalam praktik itu terlihat berbasa-basi.

"Hmm, gak pernah kepikiran sampai di situ. Tapi, kalo ditanya takut, maybe jawabannya nggak. Selagi kita bisa berdiri sendiri, punya penghasilan sendiri. Aku rasa bakal aman-aman aja."

"Misalnya itu terjadi, lebih milih melanjutkan kehidupan yang baru atau maafin dia?"

"Maafin dia bisa-bisa aja, tapi, gak mau hidup bareng lagi. Maunya jomblo seumur hidup." Aku tertawa setelah menjawab pertanyaan itu, bahkan yang bertanya pun ikut tertawa.

"Aku sih yakin modelan kayak Pak Fariz mah gak bakal cheating from you." lanjut Suster Suci.

"Kalo dilihat-lihat emang gak bakal, sih. But, we never know, kita cuma bisa positif thinking aja."

Suster di hadapanku ini mengiyakan perkataanku lalu memasukkan camilan ke dalam mulutnya.

Kami terus mengobrol hingga jam dinding menunjukkan pukul lima sore. Setelah itu aku dan Suster Suci kembali ke rumah masing-masing. Dia di jemput kakaknya sedangkan aku pulang bersama supir dari kantor Kak Fariz untuk mengantarkanku sampai ke rumah.

Ya, kali ini ia menyuruh supirnya untuk menjemputku karena dugaannya tadi siang tentang pekerjaan yang banyak dan lembur benar terjadi.

Ketika orang suruhannya itu telah selesai melaksanakan perintah, dia kembali ke kantor.

Di depan pintu rumah, mataku menangkap sepasang sandal yang sepertinya milik seorang anak kecil.

"Aunty!" teriak Jian dari belakang pintu yang sontak membuatku terkejut.

"Ehh? Haii, kok bisa ada di sini?" Aku menyejajarkan diri dengan tinggi Jian dengan cara berlutut.

"Di titip dari tadi siang, Ayah sama Bunda lagi ada urusan, katanya Jian  bakal di jemput jam 9 malam."

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang