"Gue udah pernah bilang, gak usah deket-deket Dandi lagi. Dia itu buaya, lo sih pake ngeyel," Legawa mengupas apel lalu memotongnya menjadi beberapa bagian.
"Buka mulutnya," pintanya namun perempuan itu enggan membuka mulut. Dia terus menatap Legawa kesal "Aku gak mau tau, kak Legawa kalau main gak boleh deket-deket sama Dandi. Aku sakit hati tau gak kak?"
Legawa hanya bisa menarik napas panjang, kepalanya mengangguk samar "Makan dulu, dari pagi lo gak makan apapun." Ia menyuapi Nissa apel yang sudah di potong kecil-kecil.
"Kata dokter siang ini lo bisa pulang," ujarnya.
Nissa tidak berniat mengangguk, ia memilih diam sambil terus mengunyah.
"Nih, di makan." Apel yang tadi berada di tangan Legawa kini berpindah tempat ke meja samping dekat Nissa.
Legawa melangkah pergi keluar dari ruang inap, ia berniat membayar biaya rumah sakit Nissa. Namun baru beberapa langkah, celananya bergetar.
Ia merogoh saku celananya, mengangkat panggilan masuk.
"Kenapa?"
Kepalanya mengangguk dengan kedua mata yang membulat "Rumah sakit mana? Biar gue kesana sekarang," balas Legawa.
Beberapa saat, ia langsung mematikan panggilan itu dan melangkah dengan kaki panjang. Langkahnya terlihat buru-buru dan cepat.
°C H I K O°
"Nah si bos baru balik," sahut Navi.
Chiko memarkirkan sepedah milik Nawang di pekarangan rumah Ambu. Lelaki itu membenarkan tas ranselnya "Lama banget lo, udah lumutan kita nungguin lo disini," ujar Dandi.
Chiko tidak menyahut, lelaki itu malah duduk.
"Lo jalan sama Naya?" Kepala Chiko menoleh, ia menatap Nawang tanpa ekspresi lalu berdiri dan melenggang masuk kedalam rumah.
"Dia kenapa sih?" Tanya Damar yang bingung dengan sikap Chiko.
"Kayaknya lo salah nanya deh bang, itu pertanyaan sensitif," ujar Petro pada Nawang.
Nawang mendelik "Sensitif apaan? Orang gue cuma nanya doang, dih." Sewot Nawang lalu masuk kedalam rumah, berniat menghampiri Chiko.
Lelaki itu mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke kamar yang Chiko tempati.
"Lo kenapa?" Tanya Nawang yang sudah menutup pintu kamar.
Chiko yang tengah duduk termenung langsung menoleh, ia berdiri dengan tangan yang sibuk melepas sabuk di celana.
"Seharusnya gue yang marah sama lo, Ko."
Pergerakan Chiko terhenti, lelaki itu lantas menatap Nawang dari cermin "Maksud lo?" Tanya Chiko dingin.
Nawang menarik napas panjang "Jujur sama gue, lo suka sama Naya kan?" Sebenarnya, ia tidak mau bertanya seperti ini. Namun, kegelisahan yang ada harus segera di hilangkan. Nawang berharap Chiko mengatakan tidak, namun lelaki itu malah terus diam.
Kaki panjang Nawang melangkah mendekati Chiko "Lo diem berarti lo emang suka sama Naya, gue bener kan?"
Chiko berbalik "Lo bener," jawab Chiko enteng. Lelaki itu bahkan seperti tidak merasa bersalah sama sekali.