"Terimakasih karena telah datang dan menjalani kisah ini bersama, meski kini harus kembali karena tugasnya membuat kita tertawa telah selesai."
°GREGORUS°
•••
"Lo siapa sih? Sampai-sampai Celvin mau bertaruh nyawa buat lo! Ini salah lo! Gue gak bakal maafin lo kalau Celvin sampai pergi!! GUE GAK BAKAL MAAFIN LO!!" Nia berteriak histeris, kedua matanya melotot tajam pada Claudia. Perempuan itu berdiri menatap Claudia marah.
"Aku minta maaf," lirih Claudia, dia melangkah maju dan hendak menggapai tangan Nia namun lebih dulu perempuan itu mundur.
"Maaf lo gak bakal balikin Celvin ke gue."
"Tenang dulu, lo jangan kebawa emosi kaya gini. Lo percaya kan kalau Celvin pasti bisa selamat?" Damar merengkuh tubuh Nia, dia membiarkan perempuan itu menumpahkan kesedihannya "Gue takut Celvin pergi hiks! Gue belum pernah buat dia bahagia, Mar. Gue sayang sama dia, plis bilang sama dia jangan tinggalin gue hiks. Gue takut..." Dia sangat takut kehilangan Celvin, bahunya bergetar, hatinya terasa ngilu untuk di rasakan. Dia takut jika kemungkinan terburuk itu menjadi nyata.
"Dokter belum juga keluar?" Tanya Chiko yang baru kembali dari musolah bersama Nawang, dan Dandi.
"Belum, gue takut kenapa-napa," kata Navi, lelaki itu terlihat sangat cemas. Bahkan seluruh tubuhnya terasa panas dingin.
"Celvin pasti baik-baik aja," ujar Dandi.
Mereka kembali hening, hanya suara isakkan Nia yang terdengar. Claudia menundukkan dalam-dalam, hatinya benar-benar tidak tenang.
Lampu ruang operasi mati, seorang dokter keluar dari dalam ruangan. Dia menunduk dalam-dalam lalu membuka maskernya "Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Allah berkehendak lain. Pasien atas nama Celvin Ananlas Abraham tidak bisa tertolong." Bagai di sambar petir, mereka terdiam kaget. Seluruh sendinya melemas.
"ENGGAK MUNGKIN!! DOKTER JANGAN BECANDAA!!" Nia mendorong tubuh dokter lalu masuk kedalam ruang operasi.
Legawa terdiam cukup lama lalu tiba-tiba dia menangis meraung di tempatnya"TEMEN GUE PERGI!!DIA PERGI!!" Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Bahunya bergetar. Bondan yang baru datang langsung menghampiri mereka "Kenapa?"
"Celvin mati." Tenggorokan nya benar-benar tercekat, Dandi ikut menangis, bukan dia cengeng tapi tangisan ini adalah bukti kesakitannya.
Claudia melirik pada Chiko, kedua matanya sudah berair "Kak, ma-maafin aku hiks." Perempuan itu langsung memeluk Chiko—menumpahkan seluruh kesedihannya serta perasaan bersalahnya.
Ini memang sangat menyakitkan, seperti mimpi namun ini memang nyata.
"Celvin jangan kaya gini, kamu cuma nguji aku kan? Ini gak beneran kan?" Nia tertawa pelan, dia menepuk-nepuk kedua pipi Celvin pelan "Iya kan? Ini boongan? JAWAB CELVIN!!"
Damar menarik Nia hingga perempuan itu sedikit mundur "Tenangin diri lo, ikhlasin dia Nia," ujar Damar pelan dengan rasa sesak yang tidak bisa di bendung lagi.
"Gue gak nyangka bang Celvin tega ninggalin kita, hati gue sakit banget liatnya Pet," lirih Navi, matanya memandang kosong ke arah Celvin yang terbaring tak berdaya di atas brankar.
Petro benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi, dia bahkan sekedar napas saja susah.
"Gak bisa.... Gue sayang sama dia hiks, Celvin bangun! Jangan tinggalin gue! Lo tadi bilang kan hiks sama gue kalau kita bakal belajar bareng-bareng buat ngenal apa itu cinta yang sesungguhnya? Lo lupa Celvin?" Nia menepis tangan Damar yang menyentuh lengannya, dia melangkah maju lalu kedua tangannya membelai kedua pipi Celvin yang terasa dingin "Aku mau jadi pacar kamu Celvin, bangun yaa. Kita sama-sama cari jalan keluarnya," lirih Nia. Dia menatap lekat wajah pucat Celvin.