Mereka akan di sebut sahabat jika tetap bersama di kala susah dan senang.
°GREGORUS°
••••
"K-kok bisa?"
Mereka semua mematung di tempat, lalu Damar bergerak maju untuk mendekati pasien itu.
"Mukanya ancur?" Damar menoleh kebelakang, mereka bergidik ngeri.
Navi, Petro dan Dandi mendekati Damar.
"Astagfirullah. Mirip muka lu Pet!" Pekik Navi heboh, dia menutup matanya menggunakan kedua telapak tangan.
Spontan Petro menjitak kepala Navi kuat penuh tenaga "Mata lo katarak!! Muka ancur kaya gitu di katain mirip gue, sebleng anjir!" Sewot Petro menggebu-gebu "Amit-amit cabang bayi!"
"Ini beneran Arlan kan?" Tanya Dandi yang masih tidak percaya.
"Iya......kali," jawab Damar ragu "Tapi, ini nomor kamarnya kan?" Ujarnya lagi.
Petro dan Navi mengangguk
Damar meneliti wajah pasien itu tanpa rasa takut. Wajahnya sudah tidak bisa di kenali lagi, entah apa yang terjadi sebelum mereka sampai. Dia kemudian berbalik "Chiko udah kalian kasih tau?" Kompak mereka menggeleng.
Menghela napas kasar "Cegah Chiko, bilang sama dia kalau ke sininya besok aja."
"Oke-oke." Dandi membuka ponselnya, berniat menelpon Chiko. Namun, ponsel Chiko tidak aktif membuat Damar mengumpat tertahan.
Navi yang melihatnya lantas bingung sendiri "Kenapa sih bang?" Tanya Navi bingung+penasaran.
"Iya, kenapa emang bang? Lebih bagus pak ketu kesini. Kan biar semuanya cepet beres," sahut Petro yang di angguki oleh Navi sedangkan Dandi masih diam memperhatikan mereka.
"Pirasat gue gak enak, gue takutnya ini jebakan." Damar berjalan ke arah pintu lalu terdiam, dia berbalik.
"Maksud lo?"
"Kalian gak lupa kan kalau Chiko masih jadi buronan polisi karena ulah Humaira? Gue takutnya ini jebakan cewek itu," kata Damar terdengar serius.
Navi menggangguk "Paham-paham. Jadi kita harus gimana?"
"Pasti sekarang bang Chiko lagi di jalan." Petro mendekati Damar "Kita harus gimana bang?" Tanya nya.
"Jalan satu-satunya kita cegah Chiko di depan rumah sakit," kata Dandi.
Damar melirik Dandi "Lo bener, cepet ke depan!!" Perintah Damar.
Namun, baru saja mereka keluar dari ruang inap nomor 209 suara bariton seorang pria menginterupsi langkah kaki mereka.
Semuanya mematung.
"Arlan udah sadar?" Refleks mereka menoleh.
"Chiko?"
Chiko berdiri tak jauh dari mereka, kedua tangannya masuk kedalam saku celana. Rambutnya masih terlihat basah yang mereka yakini akibat wudhu. Sekarang dia melangkah pelan mendekati mereka yang masih mematung di tempat.
"Arlan gimana?"
Mereka tersentak lalu gelagapan sendiri "Gak g--gimana-gimana, cuman....." Damar menggantung kalimatnya, dia melirik Dandi dan yang lain.
"C-cuman....Cu-cuman...." Dandi menggeplak mulut Navi yang gagap sendiri "Cuman mati." Dua kata itu akhirnya lolos dengan sangat cepat.
Keningnya mengerut keras "Becanda?" Chiko melirik ke arah pintu "Ini ruangannya kan?"