Ternyata hal yang paling menyakitkan adalah ketika kita tidak dapat menyempurnakan sebuah cinta. Keduanya saling mengetahui bahwa cinta mereka memang tidak bertepuk tangan. Dulu masih ada harapan untuk mereka bisa bersama, dan sekarang harapan itu benar-benar menghilang dengan sekejap mata.
"Sakit banget, lebih sakit kalau semua rahasia ini terbuka. Lo yang mancing gue Celvin, maafin gue," lirih Nia pelan, dia menunduk—menatap kedua sepatunya.
"Tolong lupain gue, gue mohon." Tubuhnya meluruh, dia berjongkok dengan kedua tangan yang menutup wajahnya.
Sakit. Benar-benar sakit, semua kenyataan yang sengaja di kubur itu terasa lebih sakit jika terkuak. Nia tidak bisa menahan sesak di dadanya lagi, melihat wajah Celvin yang putus harapan membuatnya semakin merasakan sakit yang luar biasa.
"Gue gak bisa lupain lo," ujar Celvin pelan, dia ikut berjongkok di depan Nia.
Nia mendongak "Tapi kita gak bisa bersatu Celvin, kita udah beda!"
"Lo gak perlu mikir itu, kita cari jalan keluarnya oke?" Celvin mengusap bahu Nia lalu tangannya bergerak menyentuh pipi perempuan itu yang basah. Dia menghapus air mata Nia "Lo mau kan cari jalan keluar bareng gue?" Tanya Celvin lembut.
"Gue gak bisa! Gue gak mau ngasih Li harepan palsu. Lupain gue Celvin!!" Nia mendorong tubuh Celvin, dia berdiri lalu berlari menjauh Celvin.
Celvin hanya menatap lekat punggung Nia yang mulai menjauh, sesuatu yang tajam seperti pedang berhasil menembus dadanya hingga merasakan sakit yang luar biasa, dia memegang dadanya yang berdenyut "Definisi sakit tak berdarah yang sesungguhnya," gumam Celvin lirih.
Di sisi lain langkah kaki Nia memelan bersamaan dengan iringan jantungnya yang normal kembali, dia menghentikan langkahnya, Nia berdiri di atas jembatan. Kepalanya menunduk, Nia menatap dirinya di pantulan cermin. Kacau.
Nia terdiam merasakan sesuatu yang tidak enak, dia merasa bahwa akan ada kejadian yang buruk hari ini. Pirasatnya mengatakan itu, dia jadi ingat dengan Celvin. Bagaimana kondisi lelaki itu sekarang?
"Celvin!" Dia kembali berlari berlawanan arah, niatnya untuk saat ini kembali ke tempat yang tadi.
Tidak terlalu jauh jadi Nia hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk datang, napasnya tersengal lalu tatapannya langsung menyapu lingkungan di sekitarnya.
"Celvin! Celvin!" Teriak Nia.
Wajah perempuan itu mendadak cemas, dia tidak tahu kemana Celvin pergi.
Perempuan itu mencari ke setiap sudut, mencari ke segala arah lalu berlari menuju sebuah jalan yang tidak pernah di lewati oleh siapapun. Hatinya berkata Celvin ada disana, semoga saja salah.
Langkah kakinya memelan, kedua matanya mencipit. Dia tidak salah liat kan?
Nia terdiam di tempat, kedua matanya membulat dengan sempurna.
"CELVIN!!"
Kayu balok yang Celvin pegang kini jatuh, tubuh lelaki itu mulai tidak bisa berdiri dengan tegak. Dia berbalik, Celvin tersenyum pada perempuan yang berdiri tak jauh dari mereka.
Dia Nia.
Perempuan itu menutup mulutnya agar tidak menjerit histeris. Mereka yang melihat Celvin lemah malah mencuri kesempatan itu, lelaki yang tadi hendak Celvin pukul balas memukul Celvin, dia menendang tulang punggung Celvin hingga lelaki itu tersungkur, dia terjatuh dengan bibir yang menyentuh batu.
Bugh!
Satu pukulan itu mendarat di punggung Celvin. Nia dan Claudia menutup matanya karena benar-benar tak sanggup melihat itu.